Djoko Saryono
Ciri pokok Abad XXI disrupsi. Kita sekarang berada di zaman disrupsi. Wajahnya wajah ganda. Pada satu sisi menunjukkan surplus kemajuan ilmu dan teknologi khususnya teknologi digital. Teknologi ini telah mengubah lanskap ekologis-kosmis dan planeter selain tananan kebudayaan dan peradaban.
Pada sisi lain, juga memperlihatkan defisit besar kemanusiaan dan kebermaknaan hidup pada sisi lain. Kehebatan ilmu dan teknologi harus dibayar dengan kerentanan manusia. Kita cemas, kelangsungan dan keberlanjutan peradaban dan hidup manusia berada diambang bahaya.
Kosmologi dan mitologi lama beserta makna dan nilai di dalamnya koyak dan runtuh. Namun, belum dapat digantikan oleh kosmologi dan mitologi baru beserta makna dan nilai yang dibawanya. Di titik inilah manusia merindukan kembali humanitas dan spiritualitas. Keduanya kita pandang telaga, yang bisa memberi kearifan, kebijaksanaan, atau kebajikan hidup yang sudah tumbuh dan berkembang di berbagai macam dan ranah kebudayaan.
Kita pun kemudian berburu kearifan atau kebijaksanaan di berbagai kebudayaan dan peradaban yang majemuk dan beraneka ragam. Kita juga mencoba menjelajahi pelbagai sektor dan ranah kebudayaan dan peradaban. Itu kita lakukan untuk mencari dan menemukan mata-air atau sumber kearifan. Ini demi didapatnya obat daya tahan (resiliensi) dan daya hidup (survivalitas) pada aman yang senantiasa terlepas dan mengelak untuk dipahami dan dirumuskan secara jelas.
Salah satu sektor dan ranah itu ialah seni dan sastra. Di sini kita meyakini seni dan sastra merupakan satu mata-air kearifan yang diperlukan untuk kehidupan zaman disrupsi pada saat seni dan sastra โ baik tradisi maupun sastra modern โ pada umumnya dipandang tidak berarti dan terpinggirkan dalam tatanan kehidupan zaman disrupsi.
Itulah sebabnya, usaha mengeksplorasi lubuk seni dan sastra sebagai mata-air kearifan harus diawali dengan penguatan posisi seni dan sastra sekaligus pengarustamaan seni dan sastra untuk tata kehidupan zaman disrupsi. Di samping itu, juga diperlukan perubahan orientasi dan siasat mengapresiasi seni dan sastra sekaligus menelaah-mengaji seni dan sastra. Ini semua agar semua kekayaan seni dan sastra yang kita miliki dapat ditimba kearifan-kearifan yang terkandung di dalamnya.
Lebih dari itu semua, kearifan-kearifan yang ditemukan dari lubuk seni dan sastra perlu digayutkan lagi (relevansi). Bisa juga dimudakan kembali (rejuvinasi), diubah-suaikan (diadaptasi), dan direka-bentuk ulang (transformasi). Selain itu, juga perlu dilestarikan (dikonservasi) dan dimuliakan (dikultivasi). Itulah lima agenda utama yang dikerjakan supaya seni dan mampu menjadi salah satu mata-air kearifan dalam kehidupan zaman disrupsi.
#ndlemingsore 19/2/2020
One Reply to “BISAKAH SENI MEMBERI ARTI ZAMAN DISRUPSI?”