Muhammad Antakusuma
Claire sedang membaca “A Prayer” ketika aku permisi untuk duduk di sebelahnya. Kemudian kubuka lembaran International Herald Tribune. Tidak ada berita yang menarik. Justru kolom biro jodoh yang menggaet hatiku. Kami sudah mengencangkan ikat pinggang, siap terbang dari Dubai menuju Amsterdam. Kelas ekonomi Emirates A380. Claire baru saja menyelesaikan proyek di India, dan aku akan melakukan proyek penulisan cerpen di Belanda. Dia mengaku belum pernah ke Indonesia. Sedangkan aku mengaku belum pernah ke Prancis, daerah asalnya.
Seorang pramugari mendekat. “Have you ordered vegetarian, Sir?” tanyanya.
Aduh, aku memang berniat menghindari makan daging, tapi sepertinya rugi kalau menu daging di pesawat ini terlewatkan.
“No,” jawabku yang memang tidak memesan menu tersebut.
“Have you ordered vegetarian?” tanyanya ke Claire.
“Yes,” jawab Claire.
Menu yang kudapatkan adalah dua iris daging sapi, daging ayam, keju, dan semacam asinan. Menu sarapan dingin dalam suasana yang dingin. Tidak cocok untuk perut dan hatiku. Untung ada croissant. Kumasukkan keju ke dalamnya. Habis setengah. Em, agak menyesal. Sepertinya lebih enak menu si Claire deh.
Di penerbangan malam, apa yang lebih menyenangkan selain tidur setelah makan? Entah berapa jam kami tertidur. Setelah itu kami bangun. Ia menonton film di monitor di depannya, aku juga menonton film. Aku tidak tahu judul film yang ditontonnya. Warnanya hitam putih. Tapi dari adegan yang kulihat, itu adalah film percintaan.
Amour adalah judul film yang kutonton. Bercerita tentang kehidupan suami istri lanjut usia di Prancis. Adegan terbaik adalah ketika si suami mengeramasi rambut istrinya yang sedang kena stroke di wastafel, pakai gayung. Tak ada adegan seks di film ini. Sebagai orang Prancis. pasti si Claire suka dengan film yang sedang kutonton.
Sebelum makan siang disajikan, aku minta alamat email dan Facebook-nya. Ia pun meminta punyaku.
“Are you moslem?” tanyanya.
“Iya saya muslim, tapi bukan muslim yang baik,” jawabku.
Ia lantas bercerita tentang gereja Katolik yang sepi di Prancis. Katanya, kebanyakan orang hanya memakai agama di saat upacara pernikahan dan kematian. Dulu agama mengatur moral, namun sekarang orang sudah bisa menentukan moralnya sendiri tanpa agama, begitu kira-kira pemikirannya.
“Let’s have Indonesian dinner later somewhere with my friend in the Netherlands,” ajaknya.
Menu makan siangku sudah datang. Satu jam lagi kami sampai. Claire melanjutkan nonton.
“What is the title?” tanyaku.
“All About Eve,” jawabnya.
Nah, itu judul film yang ditontonnya sejak tadi. Judul menu siangku adalah “Nasi Biryani Kambing.” Ini pasti lebih enak dari menu sarapan pagi.
Kami berpisah di Bandara Schipol, Belanda. Tak pernah bertemu lagi.
Claire, where are you now?
2013