Muhammad Fikry Mauludy
pikiran-rakyat.com, 29/11/2019
Perkawanan Perempuan Menulis menambah khazanah kisah di balik sejarah demokrasi Indonesia dengan meluncurkan buku “Tank Merah Muda”, di Bandung. Buku itu memuat 18 cerita pendek dari 6 penulis perempuan.
“Tank Merah Muda” menjadi salah satu kumpulan kisah di belakang peralihan sejarah, dari sudut pandang sejarah dari memori perempuan Indonesia. Salah seorang penulis buku itu, Raisa Kamila mengungkapkan, “Semangatnya lebih ke merekam. Apa yang terjadi dan tercatat dari fokus di ingatan. Yang tercatat itu biasanya perkosaan, penculikan, demonstrasi. Tetapi apa ada yang ingat momen Kue Krismon, Pasar Murah? Jadi kita berusaha fokus ingatan perempuan, bagaimana ingatan ini membantu perempuan memahami perubahan,” tutur Raisa, saat ditemui beberapa waktu lalu.
Tema besar dari buku itu mencoba mengangkat suasana sebelum, selama, dan sesudah reformasi, sekitar 1997-2004. Cerpen yang ditulis merupakan upaya menginterupsi, ruang bertanya perempuan atas ketidaksetujuan di tengah biasnya keadilan sebuah konsesus.
Dalam buku itu, Raisa menuliskan masa kecilnya di Aceh. Fokusnya ke syariat Islam. Setelah masa orba terlangkahi, tiba-tiba muncul banyak regulasi dan formalisasi baru. Perempuan tidak boleh mengenakan celana pendek.
Belum lagi kewajiban berkerudung dan aturan larangan pulang malam bagi wanita. Semua aturan itu dilengkapi hukumannya. Padahal, sebelum peralihan masa itu semua berjalan normal. Kisah itu akan membawa kembali ingatan kolektif masa-masa sebelum adanya perubahan aturan.
Dari 6 anggota Perempuan Menulis yang menyajikan karya cerpen, masing-masing menciptakan 3 karya. Setiap penulis mewakili 6 provinsi berbeda. Kisah kolektif ini menguak keberadaan mata dan pikiran lain sepanjang peristiwa besar di masa itu.
***
“Kita mencari yang terhubung dari masing-masing daerah. Pengalaman yang kolektif, tetapi bisa bervariasi. Kita berusaha nyari momen dalam kehidupan berbangsa yang dialami secara kolektif dari tempat kita tinggal. Semua orang ngalamin tetapi bisa bervarisasi,” tutur Raisa.
Penulis lainnya, Ruhaeni Intan punya kisah mengagumkan dengan judul cerpen “Lewat Pintu Belakang”. Cerita tentang 2 orang ibu muda di Semarang, dengan satu tokoh berasal dari etnis Tionghoa. Mereka hidup bertetangga.
Satu waktu, ibu dari etnis Tionghoa itu meminjam uang pada tetangganya itu. Yang membuat heran yakni langkah perempuan keturunan Tionghoa itu yang meminjam uang meski dikenal sebagai pemilik toko kelontong laris.
Awalnya, kisah itu memaknai hubungan pertemanan antarperempuan, yang selalu muncul momen menyebalkan tetapi saling bantu ketika ada masalah. Di sisi lain, cerpen ini berlatar belakang Semarang beberapa bulan sebelum era reformasi.
Saat itu tengah ada acara sejenis bazaar dadakan bernama Pasar Krempyeng. Pasar itu sengaja digelar kelompok etnis Tionghoa secara beberapa kali di berbagai wilayah di Semarang, dengan tujuan memupus prasangka bahwa orang Tionghoa menimbun stok barang demi meraup keuntungan di kemudian hari.
Ibu dari etnis Tionghoa itu meminjam uang agar bisa turut serta dalam acara Pasar Krempyeng. Kebetulan ia bukan pedagang besar, namun, berasal dari pedagang menengah ke bawah.
“Saya mau menggambarkan walaupun dalam pertemanan perempuan saling menyebalkan, tetapi itu bukan sesuatu yang besar, cuma masalah sehari-hari. Yang terpenting adalah mereka bisa berbuat baik,” ujarnya.
Margareth Ratih, penulis lainnya, menawarkan cerpen “Bayang-Bayang Seutas Pita”. Tulisan itu bercerita tentang pengalaman perempuan di daerah setelah rezim orde baru berganti. Beberapa bulan setelah reformasi, ada 3 pastur dan 26 warga dibantai, di Belu, perbatasan Timor Leste.
***
Korban dikuburkan di pantai Desa Motamasin, Kabupaten Belu. Kisah ini menceritakan proses penggalian kuburan massal yang menimbulkan traumatik di tengah warga. Sudut pandang perempuan ini menjadi alternatif sejarah yang nyaris luput dari pemberitaan.
“Pengalaman perempuan di tengah sejarah itu nyaris tidak ada. Reformasi seringkali didominasi cerita dari sudut pandang laki-laki,” ujarnya.
Buku “Tank Merah Muda” ini merupakan proyek hibah Cipta Media Ekspresi. Adapun buku dalam versi digital dengan format pdf. dibagikan gratis yang bisa dipesan melalui akun Instagram Perempuan menulis.
***