Enam Puisi Abi N. Bayan

Hujan di Rumah Katu

Hujan adalah seribu tangan, yang selalu
menarik-narik aku pulang ke rumah katu
di kedalaman rintiknya—-yang ritmis itu,
aku melihat dua lelaki, dan tujuh perempuan
begitu lelap di koi buatan papa. Di tengah hujan,
alangkah sibuk mama meletakkan bokol di dapur
ruang tamu, dan kamar. Sementara papa– berdiri
di depan rumah menatap ke langit. Angin makin riuh
hujan makin ringis, doa-doa papa makin sunyi.

Morotai, 2019.

koi: ranjang / tempat tidur.
katu: daun palem.

Di Gamalama

Aku ingin sekali menghiburmu
menyanyikan lagu lama yang paling kamu sukai
atau menjadi ombak-ombak kecil yang berlari-lari
ke dada Nukila, atau yang memukul-mukul dada Falajawa.

Aku ingin kembali seperti dahulu
saat kau duduk memandangi laut
menghitung kapal-kapal pergi
membaca lampu-lampu di kejauhan
dan aku mendatangimu dengan tabea
sebelum chocholatos, dan lagu aku nyanyikan.

Aku ingin sekali menghiburmu
membacakan puisi
atau kisah-kisah lama kita yang paling kasih.

Ternate, 2020.

Membaca Telaga Biru

Membaca telaga biru
adalah membaca hati ibu

maka jangan lagi
kita bikin mama patah hati

apalagi sampai air mata
keluar dari mata mama

mama sudah cukup
menjadi majojaru

dan kita sudah cukup
menjadi magohiduuru

mama sudah cukup
berair mata
atas kita,
yang ketika pergi
selalu lupa pulang

Sungguh,
mama sudah cukup
menjadi mata air
untuk pagi
untuk sore
untuk malam
dan untuk kita
yang selalu tandus

Morotai, 2020.

majojaru: perempuan dalam dongeng telaga biru.
magohiduuru: lelaki dalam dongeng telaga biru.

Hari Libur

Hari libur adalah saloi mama
yang bertambah berat saat pergi
dan menjadi ringan ketika pulang.

Hari libur adalah bahu papa
yang kekurangan pisang,
bambu, dan kayu api.

Morotai, 2019.

saloi: gendongan yang biasa dipapah ibu di belakang.

Sajak Subuh Ini

Papa yang baru saja kembali dari tanah ibu
tak bisa berlama-lama duduk di depan televisi
atau duduk membanting domino di depan rumah
sebab laut adalah rindu yang selalu memanggil, dan
hati papa terlalu merdeka untuk menolak tiap-tiap panggilan.

Morotai, 2019.

Kalau Strongkeng

Kalau strongkeng sudah menyala di haluan perahu
berarti dodofa di tangan papa sudah ingin papa lepas
maka pagi, kita siap-siap jual ikan, dan mama siap-siap
antar ke tetangga meski cuma dia pemagaki.

Kalau kita kembali bawa pipi,
mama kembali– kalau bukan bawa lamed dan bubengka
mama pasti kembali–bawa pisang coe dan balapis,
kemudian mama letakkan di atas meja,
tunggu kakak selesai goreng pisang, dan bakar ikan.

Lalu di bangku panjang buatan papa,
kami lagi-lagi kembali, menikmati
kebahagiaan terbesar, setelah doa-
diam-diam kami panjatkan.

Morotai, 2019.

strongkeng: lampu.
dodofa: penikam ikan.
pemagaki: sepotong ikan.
pipi: uang.
kita: saya.
lamed, bubengkam pisang coe dan balapis: kue/makanan khas Maluku Utara.

*) Abi N. Bayan, lahir di Desa Supu Kec. Loloda Utara, Kab. Halmahera Utara, Provinsi Maluku Utara, 14 September 1990. Anak dari Hi. Naser Dano Bayan, dan Hj. Rasiba Nabiu. Kini tinggal di Morotai sebagai guru MA Nurul Huda, dan Pembina Sanggar Nurul Huda Gotalamo. Tahun 2019, menerima Anugerah Sastra Apajake (kategori penyair), dan salah satu nomine Anugerah Sastra Litera 2019. Karyanya tergabung beberapa antologi, diantaranya: Antologi Puisi Dari Negeri Poci 9: Pesisiran (2018), Perjumpaan: Antologi Sastra, Festival Sastra Bengkulu (2019), Membaca Asap (2019), Antologi: Situs Kota Cinta dalam Puisi (2019), dll. Karyanya pernah dimuat di Majalah MAJAS Edisi-3, dan di Website Sastra-Indonesia.com Nomor Kontak: 081343630934. Email: abibayan1990@mail.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *