Fatah Anshori *
Setelah Haruki Murakami, penulis Jepang selanjutnya yang saya baca adalah Yasunari Kawabata (YK). Jujur saya tak banyak tahu tentang sastra Jepang. Yang membuat saya membaca kumpulan cerpen di Cerita-Cerita Telapak Tangan (CCTT), salah satunya, karena Kata Pengantar yang diberikan Bernard Batubara. Bagimanapun sebuah komentar dari tokoh tentang suatu buku bagi saya sangat mempengaruhi untuk kemudian membacanya. Di sana ia mengaku skeptis terhadap cerpen-cerpen YK. Apalagi ini cerpen-cerpen pendek yang katanya muat jika dituliskan di telapak tangan.
Menurutnya, sastra Jepang selalu identik dengan penggambaran tempat yang berlarut-larut, sehingga mungkin itu akan membuat tempo cerita menjadi agak lambat. Cara demikian sepertinya juga pernah dilakukan oleh Haruki Murakami dalam Norwegian Wood. Cerita yang berlarut-larut dan seringkali di jejali dengan deskripsi tempat yang amat kuat. Sehinga setiap kali memebacanya kita seolah diajak ikut ke dalamnya. Melihat sekaligus mengalami sendiri peristiwa yang sedang digambarkan penulisnya.
Selama membaca CCTT, jujur saya sebenarnya tidak terlalu banyak mengerti apa yang ingin disampaikan Kawabata. Namun untuk ukuran cerpen yang pendek terasa ia berhasil membuat saya melihat Jepang. Saya merasa penulis-penulis bagus selalu menulis tentang Negaranya sendiri seperti yang sempat dikatakan Bernard Batubara. Di dalam CCTT kurang lebih, saya rasai juga seperti itu. Kawabata menulis tentang mitologi, seperti Kappa yang merupakan makhluk jadi-jadian atau kita akrab menyebutnya sebagai siluman yang hidup di air. Atau Jangkrik Lonceng, yang merupakan jangkrik penanda pergantian musim di Jepang, dan masih banyak lagi.
Saya melihat YK bercerita apa-adanya, ia seolah memotret kejadian sehari-hari yang terjadi di Jepang. Mungkin cerpen-cerpen ini juga dapat dijadikan semacam arsip sejarah sepanjang tahun 1923–1972, sebagaimana saya yakin setiap cerita -meskipun itu fiksi— paling tidak ia tetap terinspirasi dari kisah-kisah kehidupan nyata. Saya juga yakin beberapa cerita dibuat hanya untuk menghibur pembaca, atau ini semacam skill dalam tipu-menipu. Karena dalam cerita sendiri, hal paling penting ialah membuat pembaca percaya terhadap cerita anda, maka orang-orang pandai dalam tipu menipu pastinya jago sekali dalam membuat cerita, sebagaimana pernah dikatakan Dea Anugrah dalam wawancara yang dilakukan Sabda Armandio. Dea menulis karena dulu ia pandai sekali dalam menipu. Kemudian jika direnungkan menipu, kurang lebih membuat rekayasa dalam bercerita. Dalam menipu kita semua tahu, dituntut membuat orang percaya pada tipuan kita. Pastinya, membutuhkan kemampuan yang harus selalu diasah. Ini ada hubungannya “logika” bercerita, cerita dapat diterima, karena ada runtun yang logis.
Beberapa hari lalu saya baca jurnal Eka Kurniawan, dan paling tidak itu yang saya alami. Tentang kemiskinan kosakata dan ensiklopedia. Sebagai penulis, seringkali ingin tahu nama-nama tumbuhan yang selalu dijumpai di setiap tempat, nama benda-benda elektronik, nama-nama setiap biji onderdil motor. Eka Kurniawan pernah mengatakan dalam salah satu jurnalnya, bahwa untuk menutupi kekurangan ia membeli buku semacam KBBI, dan buku ensiklopedia. Untuk selama ini saya juga sering merujuk pada KBBI jika menemukan kosakata baru masih asing. Sementara untuk ensiklopedia sendiri, rujukan saya ensiklopedia online, atau Wikipedia. Saya suka penulis-penulis yang kerap membuat diri ini merasa bodoh dan tak tahu apa-apa. Dan itu akan memaksa untuk belajar mencari tahu lebih banyak lagi. Yasunari Kawabata, dengan cerita-cerita pendeknya telah berhasil membuat saya mengenal dan mencium aroma Jepang. Keefektifan bercerita Kawabata tidak jarang membuat saya tidak mengerti apa yang sedang ia bicarakan. Namun entah apapun itu namanya, Kawabata telah berhasil membuat saya membaca habis tujuh puluh cerpen di “Cerita-Cerita Telapak Tangan.”
—Badung, 3 Juni 2017
_______________________
*) Fatah Anshori, lahir di Lamongan, 19 Agustus 1994. Novel pertamanya “Ilalang di Kemarau Panjang” (2015), dan buku kumpulan puisinya “Hujan yang Hendak Menyalakan Api” (2018). Salah satu cerpennya terpilih sebagai Cerpen Unggulan Litera.co.id 2018, dan tulisanya terpublikasi di Website Sastra-Indonesia.com sedang blog pribadinya fatahanshori.wordpress.com