SUNYI MALAM
Sunyi senyap selantunan diri sendiri
sejuk dalam dekapan malam-wengi
hening di putaran nada-nada hayati.
Tanpa bising hiruk pikuk suara lain,
sunyi sepi lahirkan kupu-kupu cahaya
teman pun keluarga telah lelap semua.
Bangun sendiri menyemai kata-kata
bulir-bulir kalimat tersusun elok rapi:
Oh sunyi, oh sunyi, malam ini sendiri.
Mengartikan alunan merasai luapan isi
sadar diri sediam waktu alami hari-hari,
demi bangkit esok, hari menatap mentari
hangatkan imajinasi, membuai inspirasi.
07/11/2018
TANGGA KEHIDUPAN
Mendongak menggapai pepuncak
usaha melebihi kekuatan dilakukan,
mati-matian mencapai titik kulminasi
yang ditentukan peluh tanpa disekanya.
Lapar tanpa seonggok bonggol ubi mengisi
haus tanpa seteguk air basahi kerongkongan
lelah tak pernah dirasa, terjal sangatlah terjal.
Tapak-setapak dilalui, terpeleset, terpelanting,
terperosok, tergelincir, pegang erat arti hayati
naiklah terus, gapai impian tangga kehidupan.
Alam mendukung seperti ciuman mengandung
musuh terus menjatuhkan lelangkah kegagalan.
Tekat kuat mencapai puncak tangga kehidupan,
sekarang, besok maupun kelak, yang kan datang.
UNDUR DULU
Pipi mulus ganti keriput menutupi,
tubuh seksi ganti lunglai tak berarti,
badan tegak ganti sebongkok tulang.
Senyuman manis masih bisa dirasai,
berputaran, asam garam kehidupan.
Suci murni, kata cinta fatamorgana
sekuat jasad luntur termakan usia.
Undur dulu hari ini, Tuhanku,
kuingin menuai hasil payahku,
menambah bulir-bulir ibadahku,
mensejahterakan anak serta cucu.
Masih banyak tugas dalam hidup ini,
masih ada amanah yang harus ditunai.
Namun apabila sudah kehendak-MU
aku hanya pasrah, menyerahkan diri.
Ambillah aku kepada-Mu, Tuhanku,
sedetik pun tak kuasa kehendak-Mu,
dan andai bisa diundur hari ini, Tuhan:
andai dan andai seringkali menyelimuti.
KENANGAN TERINDAH
Pahit hampa, tetapi aku bertahan
masa-masa indah sulit terlupakan.
Namun aku berusaha dan berupaya,
hari-hari bayangan di pelupuk mata,
rasa sayang telah merasuki jiwa-badan
yang terpendam kubur lama terlahirkan.
Jika tiada jodoh mengapa dipertemukan,
dan jikalau berjodoh mengapa diributkan?
Butir-bulir bening senantiasa basahi pipi,
ingat masa-masa berdua memadu kasih,
detik-menit selalu menanti walau japri
: menahan, sampai kapan bisa bertahan.
Titik-titik temu-soal jarang didapatkan,
hanya alasan selalu muncul keraguan,
solusi kian genting sulit dipurnakan,
rona cinta terkikis sakit dirasakan.
Untuk damai, gejolak batin berbeda,
berdebat saling olok beradu pendapat.
Nikmat dan rasa cinta ini bagaimana?
Sayang teramat sayang sungguh,
kangen cemburu penyebab utama,
aku menyerah menghadapi semua,
lelah, lelah, sangat lelah, Oh Tuhan…
TERLALU SAKIT DIRASA
Pengorbanan selama ini sia-sia
cinta kasih sejenak pupus sirna,
tidak disangka bukanlah mendua
tapi tak menjaga ucapan dan kata,
laksana ledakan bom dapat murka.
Jagalah ucap rasa, walau secuil kata
jaga bicara jika tak elok bertutur kata
aneh, lucu, hina, atau nafsu amarah:
rayuan terlontar jika marah besar
hinaan terkapar jika marah besar.
Apalah arti semua ini?
Ketika cinta kasih sayang
cerminan sikap sehari-hari.
Apakah seperti ini?
Bukti mana yang dijanjikan,
di mana perasaan tertanamkan
senyawa abadi hanyalah bualan.
Seutas harapan segenggam impian
dan kehancuran di dalam semalam,
hanya memasrahkan sakit terasakan.
13/11/2018
_________________
*) Nurul Komariyah, S.Pd., lahir 22 September 1985, beralamat di Dusun Bagel, Sumberagung, Sukodadi, Lamongan. Mengajar di SDN Sumberaji, Sukodadi. Kini sedang menunggu jadwal wisuda Strata Dua di UT Surabaya. Aktif menulis buku harian, puisi, dan pantun, sejak di bangku SD, dan beranjak SMP gemar mengisi majalah dinding. Sewaktu SMA dan kuliah, menulis di beberapa jurnal, tabloid, majalah sekolah, dan kampus. Bergabung di komunitas: FLP, FP2L, Literacy Institute Lamongan. Antologi puisi tunggalnya “Dentingan Bulan,” Penerbit PUstaka puJAngga dengan Pustaka Ilalang, 2020.