Kenangan akan mengabadi jika diikat dengan tulisan. Sebaliknya, ia akan menguap dan terlupakan jika hanya diceritakan secara lisan. Itulah pentingnya sebuah tulisan. Tulisan akan mengabadi sepanjang bertemu dengan pembacanya. Demikian yang ingin disampaikan Andrenaline Katarsis lewat buku teranyarnya “Museum Kenangan: buku, cinta, dan karnaval kesedihan”.
Novel memoarnya ini menegaskan peran buku dalam mengubah jalan hidup seseorang. Bagaimana ia berpikir, bersikap, dan bertindak setelah akrab bergaul dengan buku. Dengan tulisan.
Novel setebal 200 halaman ini berkisah tentang kehidupan tokoh Aku yang berubah setelah berkenalan dengan buku. Ia semakin jatuh cinta pada buku setelah menikmati betul kebersamaannya dengan buku-buku. Rasa senang dan sedih dilalui tokoh Aku yang semakin mengintimi buku.
Kisah ketertarikan tokoh Aku pada buku dimulai ketika melakukan perjalanan ke Bali dalam rangka tugas Kuliah Kerja Lapangan (KKL) dari kampusnya. Dalam perjalanan di kereta ia memperhatikan seseorang yang menyuntuki buku.
Tokoh Aku merasa penasaran bagaimana orang itu bisa begitu larut dengan buku yang dibacanya. Padahal, bisa saja ia menikmati perjalanan di kereta sambil mengobrol dengan kawan di samping kiri atau kanan. Atau minimal menikmati pemandangan di sepanjang jalan yang dilalui.
Belakangan tokoh Aku mengenal sosok pria penggila buku itu bernama Ricky Manik. Ia mahasiswa yang lebih senior dari tokoh Aku. Selain seorang kutu buku, ia pun dikenal sebagai aktivis mahasiswa yang gemar berteriak-teriak di jalanan untuk menyuarakan ketidakadilan.
Ricky Maniklah yang menyeret tokoh Aku ke dalam pusaran buku. Ia begitu getol memberikan pengaruh kepada tokoh Aku akan pentingnya membaca buku. Ia tak jemu mengajak tokoh Aku terjun ke dunia aktivitas pergerakan mahasiswa. Diskusi, berorganisasi, berunjuk rasa adalah aktivitas-aktivitas yang menyeret tokoh Aku bersama Ricky Manik.
Dengan Ricky Manik tokoh Aku bisa mengenal dunia buku, dunia pergerakan mahasiswa , dan situasi politik dalam negeri. Dengan Manik tokoh Aku merasa memiliki eksistensi sebagai mahasiswa pergerakan. Namun, dengan Manik pula tokoh aku pernah berseteru dan sakit hati hingga sempat memintal lembaran dendam.
***
Jika boleh mendefinisikan tokoh Aku sebagai Andrenaline Katarsis, maka Andre tak memungkiri bahwa kecintaannya terhadap dunia buku berkat Ricky Manik. Jika tak pernah mengenal Manik, barangkali hingga saat ini Andre hanya menjadi manusia kebanyakan. Lulus kuliah, bekerja di perusahaan, menikah, dan menikmati hidup.
Andre telah memutuskan untuk memilih buku sebagai jalan hidupnya. Meski jalannya terlalu sunyi, Andre sangat menyukai. Sunyinya dunia buku bagi Andre sama halnya kesunyian di tengah hutan saat ia sedang mendaki gunung seorang diri.
Dengan gagah berani ia menggandeng buku sebagai kawan hidupnya. Membaca, menulis, berdiskusi, hingga membuat penerbitan sendiri ia lakukan sebagai wujud kecintaannya pada buku. Maka, ia sangat berterima kasih pada sosok Ricky Manik yang telah memperkenalkannya pada dunia buku. Jika Manik masih hidup, barangkali ia akan tersenyum bahagia melihat Andre yang asyik dengan dunia buku.
Jika Manik yang telah berjasa mendekatkan Andre pada buku, ada seseorang lagi yang berperan penting dalam dunia kepenulisan yang digeluti Andre. Dalam memoarnya ia mengaku terang-terangan mengidolakan sosok Muhidin M. Dahlan atau akrab disapa Gus Muh.
Andre sangat terobsesi untuk bisa seperti Gus Muh. Ia berusaha meniru gaya Gus Muh dalam menulis. Bahkan, memoar yang ditulisnya ini seakan-akan “copy the master” dari buku Gus Muh yang berjudul “Aku, Buku, dan Sepotong Sajak Cinta”. Coba sandingkan dengan judul kecil memoar ini, “Buku, Cinta, dan Karnaval Kesedihan”. Sangat mirip bukan?
Sah-sah saja jika seseorang meniru gaya tokoh idolanya dalam menulis. Namun, ada baiknya ia memiliki ciri khas tersendiri dalam menulis. Maka, ia akan tampil menjadi dirinya sendiri.
Pengaruh Manik dan Gus Muh dalam karir kepenulisan Andre memang sangat besar. Andre begitu kuat mendekap Manik dan Gus Muh dalam kehidupannya di dunia buku, dunia menulis. Dua sosok itulah yang berperan besar menjadikan Andre seperti sekarang ini.
Andre yang hobi naik gunung, Andre yang hobi membaca, menulis, berdiskusi, kini mantap mengibarkan bendera Katarsis Book sebagai penerbit indie yang diharapkan mampu menopang hidupnya. Selamat, Andrenaline Katarsis!
18 Juli 2020