Menemukan mutiara di antara tumpukan sampah yang akan dibuang itu senangnya bukan kepalang. Buku “Tjerita Wanita Termulia” karya Idrus ini saya temukan di antara tumpukan buku bekas yang dihibahkan oleh kawan saya. Dilihat identitasnya, ternyata buku ini terbitan Belanda tahun 1952.
Perlahan saya buka sampul depannya yang tebal dan polos. Warna biru tua yang ternodai bercak-bercak putih memudar semakin menegaskan buku ini sudah lumayan uzur.
Tak ada identitas lain selain yang tertulis di cover dalam. Selanjutnya, pembaca diajak bertualang menyusuri kisah perjuangan ilmuwan wanita yang tunaharta. Marya namanya. Ia seorang ilmuwan Polandia.
Marya begitu tergila-gila pada ilmu pengetahuan. Meski kemiskinan mendera, tekadnya sangat kuat untuk mencari ilmu. Ia berguru ke Perancis menuntut ilmu di Universitas Sorbone. Itulah impiannya sejak kecil.
Di Perancis ia hidup sangat sederhana bahkan lebih tepatnya kekurangan. Tapi hal itu tak menjadi halangan. Ia tekun mempelajari sains. Keinginan tahunya yang sangat tinggi mampu menepiskan segala hambatan. Ia pun lulus dari Sorbone.
Di Perancis pula ia bertemu dengan seorang perjaka tua yang sama-sama gila akan sains. Sejumlah penelitian dilakukannya bersama-sama. Hubungan asmara yang unik pun terjadi di antara keduanya. Jangan bayangkan hubungan yang lebay macam muda-mudi zaman sekarang. Pacaran mereka lebih banyak diisi dengan penelitian-penelitian untuk menghasilkan penemuan baru.
Hubungan mereka berlanjut ke jenjang pernikahan. Penelitian tak dihentikan, malah semakin menjadi-jadi. Keluarga ilmuwan itu lebih banyak menghabiskan waktu di laboratorium sederhana miliknya dibanding di ruang keluarga atau di kamar pribadi.
Bagaimana kisah selanjutnya? Agaknya jari saya sudah terlalu lelah untuk mengetik. Lagi pula hape saya sudah mau habis batrenya. Selamat sore…!
24 Juni 2020