HISKI (Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia)
Sunu Wasono *
Hari ini adalah hari ke-7 meninggalnya Pak Sapardi Djoko Damono (SDD). Selama tujuh hari ini telah banyak kegiatan yang dilakukan orang dari berbagai kalangan untuk mengenang Pak SDD. Saking banyaknya, bolehlah dikatakan jumlahnya tak terbilang. Barangkali hingga seribu hari meninggalnya nanti kegiatan untuk mengenang Pak SDD akan ada saja. Hal itu menunjukkan bahwa Pak SDD dan karya-karyanya bukan hanya dicintai atau merebut hati masyarakat, melainkan juga dianggap penting dan bermakna. Dalam kesempatan ini saya akan “bercerita” sedikit tentang kiprah Pak SDD semasa hidupnya di organisasi profesi, khususnya di HISKI (Himpunan Sarjana-Kesusastraan Indonesia).
Barang siapa pernah tergabung atau bergabung dalam HISKI niscaya tahu bahwa Pak SDD adalah salah seorang pendiri HISKI. Oleh karena itu, hampir tak mungkin bicara tentang HISKI tanpa menyinggung peran Pak SDD di organisasi ini. HISKI berdiri pada 17 November 1984 di Tugu, Puncak, Jawa Barat. Namun, keberadaannya baru diresmikan pada tahun 1987 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Prof. Dr. Fuad Hassan di Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Pada saat itu yang menjabat Ketua Umum adalah Pak SDD.
Ada dua kegiatan tetap dalam HISKI, yaitu Pilnas (Pertemuan Ilmiah Nasional) dan Munas (Musyawarah Nasional). Pilnas diisi dengan kegiatan seminar, sedangkan Munas diisi dengan kegiatan musyawarah, khususnya musyawarah di antara pengurus HISKI Pusat dengan Daerah. Jadi, pada tahun 1987 itu untuk pertama kali diadakan Munas dan Pilnas HISKI sejak HISKI diresmikan. Artinya, Munas dan Pilnas pada waktu itu mengawali Munas-munas dan Pilnas-pilnas berikutnya.
Saya dan beberapa teman duduk di kepengurusan HISKI Pusat yang tugasnya mengelola Warta Hiski, sebuah media yang berisi berita kegiatan HISKI di berbagai daerah. Di samping itu, media ini juga menyediakan rubrik resensi buku, berita penerbitan buku, esei, dan artikel ilmiah. Seingat saya, Pak SDD menjabat sebagai Ketua Umum lebih dari satu periode. Di bawah kepemimpinan Pak SDD HISKI terus berkembang. Komisariat-komesariat baru didirikan. Kegiatan-kegiatan ilmiah di berbagai daerah sering diadakan.
Salah satu problem HISKI yang tak mudah dipecahkan adalah sumber dana. Terbatasnya dana membuat pengurus HISKI harus bekerja ekstra keras, terutama ketika sedang mengadakan Munas dan Pilnas. Saya sedih ketika melihat Pak SDD dan pengurus dihadapkan pada persoalan dana. Namun, entah bagainana caranya, di tengah kesulitan menutup kekurangan biaya, senantiasa ada saja jalan untuk mengatasinya. Itu terjadi karena semua orang yang mengelilingi Pak SDD mencintai, menghormati, dan mendukungnya.
Sebagai pengelola Warta Hiski, kami, khususnya saya dan Pak Yusuf, senantiasa diusahakan untuk bisa mengikuti Munas dan Pilnas. Ibu Pudentia selaku sekretaris Pak SDD mengusahakan keberangkatan kami ke daerah. Melihat penampilan kami yang tidak meyakinkan, sewaktu diadakan Munas dan Pilnas di Batu, Malang, Bu Pudentia dengan uang pribadi membelikan kami (saya dan Pak Yusuf) baju batik. Pada acara-acara seperti itu kami meliput. Liputannya dimuat di Warta Hiski. Ketika Warta Hiski berubah menjadi Jurnal Susastra, saya, M. Yusuf, dan Asep Samboja (almarhum) masih mengelola media itu sampai beberapa nomor.
Bila ada seminar, baik yang diselenggarakan HISKI maupun bukan, kami berusaha datang untuk meliput. Perlu diketahui bahwa teman-teman di daerah juga mengirimkan berita kegiatan kepada kami untuk dimuat di Warta Hiski. Kalau dilihat wujudnya, Warta Hiski mungkin lebih tepat disebut buletin. Namun, di situ bisa dibaca gagasan-gagasan Pak SDD, Pak Fuad Hassan, dan pakar-pakar lainnya yang kalau dilihat dari perspektif sejarah saya kira penting.
Ada satu hal yang penting untuk senantiasa diingat terkait dengan penulisan kepanjangan HISKI. Pak SDD selalu mengingatkan anggota HISKI untuk selalu membubuhkan tanda hubung (-) di antara kata Sarjana dan Kesusastraan ketika menulis kepanjangan HISKI. Dengan tanda hubung itu kiranya jelas bahwa anggota HISKI bukan hanya sarjana sastra Indonesia, melainkan sarjana sastra dari berbagai jurusan/program studi bahasa dan sastra, baik asing maupun daerah. Seperti dijelaskan dalam Warta Hiski No.9/10 Desember 1993 (h.2), yang menjadi landasan pemikirannya adalah ilmu, bukan wilayah. Jadi, anggota HISKI tidak terbatas pada sarjana yang mempelajari sastra Indonesia, tetapi mencakup juga sarjana yang mempelajari sastra asing dan daerah.
Secara pribadi pernah saya tanyakan kepada Pak SDD apakah ada maksud tertentu dari pemikiran itu. Pak SDD mengatakan memang itu landasan berpikirnya. Namun, beliau menambahkan bahwa dengan landasan pemikiran itu diharapkan wawasan anggota akan lebih terbuka dan bertambah luas. Di Pilnas mereka akan mendapat tambahan pengetahuan, wawasan, dan pengalaman dari anggota yang beda jurusan. Terbukanya sistem keanggotaan di HISKI kiranya juga mendekatkan dan mengeratkan hubungan antara sarjana keilmuan dan sarjana kependidikan. Pak SDD bersama pendiri HISKI lainnya telah meminimalisasi batas-batas atau sekat-sekat jurusan dan kejuruan (keilmuan-kependidikan).
Saya sungguh beruntung dan bersyukur ditugaskan Pak SDD untuk mengelola media Warta Hiski. Dengan tugas itu, saya harus membaca sejumlah buku untuk bisa mengisi rubrik Berita Buku. Kadang-kadang kalau kekurangan naskah, saya “terpaksa” menulis resensi buku untuk mengisi rubrik Resensi. Dengan tugas itu pula saya bisa menghadiri Pilnas dan Munas di berbagai daerah (Bogor, Malang, Bali, Padang, dll) sehingga bisa menjalin persahabatan dengan aktivis HISKI Daerah. Dengan tugas itu pula, saya bisa mendokumentasikan (meskipun hanya dengan membundelnya) makalah para pembicara.
Selama bertahun-tahun bersama Pak SDD, baik di HISKI maupun di luar HISKI, yang saya dapatkan adalah pengalaman, pengetahuan, kesahajaan, dan keteladanan beliau yang tak bisa dibandingkan dengan apa pun nilainya. Terima kasih, Pak SDD. Moga jasa dan kebaikan Bapak mendapat balasan dari Allah SWT. Amin.
_______________
*) Sunu Wasono lahir di Wonogiri 11 Juli 1958. Taman SMAN Wonogiri tahun 1976, S1 di Jurusan Sastra Indonesia Fak. Sastra Universitas Indonesia (UI) tahun 1985, S2 di Program Pascasarjana UI (1999), dan S3 di Program Studi Ilmu Susastra FIBUI (2015). Sejak April 1987, staf pengajar di Fak. Ilmu Pengetahuan Budaya UI, mengampu mata kuliah Sosiologi Sastra, Pengkajian Puisi, dan Penulisan Populer. Tahun 1992 (6 bulan) menjadi dosen tamu di La Trobe University, Melbourne, Australia. Mulai Oktober 2016, menjadi Ketua Program Studi Sastra Indonesia, Fak. Ilmu Pengetahuan Budaya UI.