5 WTS Gagal Baca Sajak di TIM, Komentar H.B. Jassin dan Abdul Hadi W.M.

Jakarta (Suara Karya), 23 Juli 1984

Lima orang WTS (Wanita Tuna Susila) dari berbagai lokalisasi di Jakarta yang disiapkan untuk membacakan sajak karya F. Rahardi berjudul “Soempah WTS” di Teater Tertutup TIM Senin malam lalu, terpaksa batal membaca sajak itu. Hal ini disebabkan adanya larangan secara tertulis dari Ketua Dewan Pekerja Harian Dewan Kesenian Jakarta, Toety Heraty Noerhadi, yang mendadak disampaikan kepada F. Rahardi pada Sabtu malam lalu.

Alasan yang dikemukakan oleh Toety Heraty, antara lain karena ia merasa “kebobolan”, tak mengetahui adanya WTS yang dilibatkan dalam pembacaan sajak, dan karena ia tak ingin mengeksploitir WTS untuk maksud publisitas, promosi dan acara lainnya. Di samping itu, ia tak dapat menebak reaksi publik dan dampak psikologisnya.

F. Rahardi sama sekali tak dapat menerima alasan yang dikemukakan lewat pemberitahuan terlalu mendadak itu, hingga ia merasa dirugikan secara moral dan material. Untuk itu ia menuntut DKJ memberikan ganti rugi kepadanya sebesar Rp 1.563.000. Perinciannya, untuk mengganti biaya berkunjung ke 6 lokalisasi WTS masing-masing sebanyak 4 kali bersama 2 teman, termasuk honor yang sudah terlanjur dibayarkan kepada 5 WTS sebanyak Rp 563.000, dan ganti rugi beban moral yang dideritanya dalam menghadapi penonton sebanyak Rp 1.000.000.

Dalam sanggahannya, Rahardi mengemukakan penampilan WTS untuk kegiatan sastra adalah sah, sejauh mereka bersedia dan tak ada unsur paksaan. Karena mereka juga warga masyarakat yang berhak ikut perperanserta dalam berbagai bidang kegiatan, termasuk kegiatan sastra. Dampak psikologis, reaksi publik dan sebagainya merupakan tanggung jawabnya secara pribadi.

Sedangkan terhadap istilah “kebobolan” yang dikemukakan oleh Toety, Rahardi juga tak dapat menerimanya. Sebab bahan sajak yang akan dibacakan dan bahan untuk Kalender Acara TIM sudah disalurkannya lewat prosedur yang benar. Bahan itu diserahkannya kepada Masril, karyawan Dewan Kesenian Jakarta yang telah meneleponnya guna meminta bahannya.

Rahardi sangat menyesalkan cara kerja Dewan Kesenian Jakarta yang tidak rapi dengan pemberitahuan sangat mendadak, sementara rencananya menampilkan para WTS sudah terlanjur tersiar luas di masyarakat. Termasuk melalui Kalender Acara TIM bulan Juli yang memuat acara penampilan para WTS membacakan sajak itu, dan sudah disebarkan kepada umum mulai awal Juli. Sementara itu poster-poster acara itu sudah banyak ditempel di TIM, termasuk kantor DKJ sendiri.

Toety Heraty yang dihubungi Suara Karya menyatakan tak membaca Kalender acara TIM tersebut. Hanya dikatakannya, “Tak ada sama sekali unsur paksaan dari luar. Ini kemauan saya sendiri melarang penampilan WTS di TIM untuk membacakan sajak itu”. Ia sama sekali tak mengetahui adanya jumpa pers dengan F. Rahardi mengenai penampilan para WTS tersebut di Wisma Seni TIM pada 23 Juli, yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta sendiri. Akibat larangan Toety ini, “Soempah WTS” itu terpaksa dibacakan oleh anak-anak di bawah umur dari Teater Adinda asuhan Renny Djajusman.

Komentar HB. Jassin

Kritikus sastra HB Jassin yang hadir pada pembacaan sajak F. Rahardi merasa prihatin, karena sajak “Soempah WTS” dibacakan oleh anak-anak asuhan Renny Djajusman. Menurut Jassin, seandainya sajak itu dibacakan oleh para WTS, tak jadi masalah. “Masakan anak-anak di bawah umur yang harus membacakan sajak-sajak F. Rahardi,” kata HB Jassin.

Sementara itu, penyair Abdul Hadi WM menilai pembacaan sajak dengan WTS itu tidak masalah, sejauh memang sajak-sajak itu bagus. “Menurut pengamatan saya, sajak-sajak F. Rahardi termasuk baik,” kata Abdul Hadi WM.

Penyair lainnya, Eka Budianta, menyatakan rasa penyesalannya atas sikap Toety Heraty, sebab dengan dibatalkannya pembacaan sajak itu, berarti kelihatan bahwa Toety tidak konsekuen. “Apalagi sebagai ketua DKJ Toety tidak membaca kalender acara TIM bulan Juli yang dipersiapkan pada bulan Juni. Istilah kebobolan yang dikatakan Toety juga tidak simpatik,” kata Eka Budianta.

“DKJ Komite Sastra ceroboh. Mereka yang duduk dalam DKJ tidak memberitahukan pada saya jauh sebelumnya,” kata F. Rahardi dengan lesu, tapi masih tetap dengan tekadnya untuk menuntut Toety Heraty.

(F-1/F-2) Tanggal Posting 08/05/2012

Leave a Reply

Bahasa »