Ajip Rosidi, Lalaki ti Jatiwangi jadi Wawangi Jatining Nagri

Mengenang Ajip Rosidi (31 Januari 1938 – 29 Juli 2020)


Andrenaline Katarsis

Ajip Rosidi adalah sastrawan dan budayawan Sunda serba bisa. Berbagai bidang dan kajian sastra berupa esai, cerpen, novel, sajak, memoar dan surat-surat sudah ditulis dan diterbitkan. Seperti sebuah nubuat ‘terlalu banyak buku alangkah sedikit waktu’, barangkali karena terlalu banyak bukunya itulah, tidak banyak yang sempat saya baca. Hanya beberapa saja.

Entahlah, saya lebih suka membaca kumpulan surat-surat dan memoar Ajip Rosidi dalam bahasa Sunda. Terasa lebih personal dan intim saja ketika menangkap pikiran dan perasaan Ajip Rosidi. Terkhusus buku ‘Hurip Waras: Dua Panineungan’ sangat mengingatkan saya pada buku terjemahan ‘Les Mots’ yang diterjemahkan menjadi ‘Kata-Kata’ karya Jean Paul Sartre. Buku yang mengkisahkan pengalaman batin Ajip Rosidi (dan J.P Sartre) ketika bergumul dengan dunia menulis dan membaca. Buku yang sarat akan keindahan!

Belum lama ini saya menerbitkan ulang ‘Roesdi Jeung Misnem’, sebuah buku bacaan murid sekolah zaman kolonial. Buku itu adalah buku kesayangan Ajip Rosidi ketika ia bersekolah di Sekolah Ra’jat. Kesan kenangan membaca Roesdi Jeung Misnem ia tuliskan dalam sebuah esai panjang di dalam ‘Dur Pandjak!’ terbitan CV Pusaka Sunda tahun 1966, di halaman 42. Di dalam esai itu Ajip Rosidi mengkritik buku-buku bacaan murid sekolah zaman kiwari yang miskin imajinasi, dan Ajip Rosidi berharap andai saja ada penerbit yang sudi menerbitkan ulang ‘Roesdi Jeung Misnem’.

Beberapa waktu lalu saya bersama keluarga Djajadiredja bertemu dan mendiskusikan rencana cetak ulang Roesdi Jeung Misnem yang rencana akan dicetak secara luks dan eksklusif. Bpk. Syarif Djajadiredja sempat mengontak Ajip Rosidi via telpon, meminta Ajip Rosidi menulis semacam kata pengantar, atau paling tidak minta izin pemuatan esainya di dalam ‘Dur Pandjak!’ itu akan disertakan di dalam buku ‘Roesdi Jeung Misnem’ cetakan kedua, kelak.

Ketika ditelpon, Ajip Rosidi sedang tidak sehat rupanya, dan malah mempersilahkan kami untuk datang ke rumahnya di Magelang. Dan Gusti Allah rupanya berkehendak lain. Tadi malam Bpk. Ajip Rosidi sudah lebih dulu ‘memenuhi undangan’ Yang Maha Kuasa.

Dan pagi ini saya memutar sebuah CD Narasi Musikal ketika memperingati 80th Ajip Rosidi, berisi 8 lagu Sunda (Milangkala, Gumelar, Mangsa Rumaja, Du’a Indung Bapa, Saukur Nganjang, Tara Suda, Takdir dan Sagagang Impian). Saya gemetar.

Pileuleuyan, selamat jalan Ajip Rosidi…

30 Juli 2020

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *