Rabu, 19 Maret 2014, Pukul 19.00 – 23.00 WIB
Acara peluncuran 5 buku “Antologi Puisi Esai 23 Penyair” di Teater Kecil, pimpro Fatin Hamama yang diramaikan oleh pertunjukan Wayang Sujiwo Tejo dengan lakon “Sastra Jendra Hayuningrat”. Sebuah lakon sakral dan hanya orang berhati bersih yang sanggup memahami lakon ini. Bila orang kotor yang tergoda popularitas, harta, wanita, maka jalannya lakon akan seperti Wisrawa yang melanggar ngelmu “Sastra Jendra”, tidak kuat menahan nafsu seks dengan Dewi Sukesi. Hubungan syahwat tersebut melahirkan Dasamuka. Nah seperti Tejo yang tidak kuat menahan iming-iming duit, maka dari lakon ini telah lahir megalomania bernama Denny JA.
Panitia acara peluncuran buku 23 Penyair Kondang sebagai besar ABG nampak berseragam merah marun berjalan hilir mudik. Tetapi ada sesuatu yang janggal dengan acara ini, nampak beberapa polisi bersiaga di sekitar lokasi. Semestinya acara pemberhalaan Denny JA ini menjadi ajang pesta pora bagi Fatin Hamama dan 23 penulis puisi-esai, tapi rupanya maklumat pemboikotan yang disebarkan oleh Aliansi Anti Pembodohan menjadi mimpi buruk dan membuyarkan harapan tersebut. Denny JA harus mengeluarkan dana begitu besar untuk mengamankan mimpinya.
Terlihat di foto Kompol M. Nababan dari kepolisian sektor Menteng berjalan mondar mandir dengan gaya yang cool di depan spanduk seruan moral dari pendukun AAP (Aliansi Anti Pembodohan), sementara Habib Abdul Qadir (tidak tampak di foto ini) berdiri berjaga di pintu masuk halaman Teater Kecil TIM. Saat Aliansi Anti Pembodohan mengelar aksi diam dengan membentangkan spanduk, sempat terjadi dialog dengan Pak Nababan dan beliau lumayan bisa dikasih pemahaman, meski pada akhirnya aksi kami cuma dikasih waktu sekitar 15 menit untuk bentang spanduk. Lalu dengan mengedipkan mata (You tahulah maknanya) Pak Nababan bilang “cukup ya’.
Acara ini dijaga ketat oleh sekitar 20-an personil polisi, juga 1 mobil provost standby di depan halaman TIM, 1 mobil patroli polisi yang berjalan mengelilingi area parkiran TIM setiap satu jam sekali. Sedangkan personil satpam TIM untuk acara di Teater Kecil yang biasanya cuma 2 personil ditingkatkan menjadi 6 personil. Selain mengerahkan polisi sektor Menteng-Jakarta Pusat yang dikomandani bapak kompol M. Nababan, Denny JA juga mengundang polisi yang sedang belajar di PTIK hingga memenuhi lantai 2 gedung Teater Kecil. Inilah paranoid DJA dan konco-konconya yang kadung terima duit. Penulis puisi pesanan yang bertopeng dibalik kata profesionalitas penulis. Namun perlu dicatat juga dari 23 penulis puisi-esai itu ada yang menyatakan menyesal dan merasa diperalat oleh Denny adalah Chavchay Syaifullah, Sihar Ramses Simatupang, Ahmadun Yosi Herfanda.
Cara-cara Denny persis gaya Orba ketika menteror Rendra baca sajak. Denny JA telah menjadikan acara sastra memasuki wilayah politik uang. Demi hasrat megalomanianya, pengin dianggap sebagai sastrawan paling berpengaruh. Aksi diam dan bentang spanduk Aliansi Anti Pembodohan ditanggapi secara berlebihan dengan mengerahkan sekian puluh keamananan.
Jadi pertanyaanku apa Jamal D. Rahman, Agus R. Sarjono, Acep Zamzam Noor, Sudjiwo Tedjo tidak punya malu terhadap peristiwa ini dan tetap mendukung Denny JA sebagai sastrawan paling berpengaruh? Helooww?
30 Juli 2020