NAIK TURUN DAYA TARIK SENI MODERN DI MASA DEPAN

Aprinus Salam *

Preseden awal perubahan terjadi ketika banyak hal dapat dikerjakan, diperlihatkan, dan diputuskan secara daring. Di Indonesia, hal itu telah berlangsung semakin signifikan terutama kira-kira 5 tahun terakhir. Kerja-kerja administrasi dan komunikasi, secara berangsur telah diselesaikan dalam sistem jaringan. Semakin banyak jenis kegiatan dan aktifitas sangat dimungkinkan oleh mekanisme daring. Akan tetapi, hal itu pelan-pelan sekaligus menyeleksi dan memilah jenis-jenis “kesibukan baru”, yang terutama disebabkan dan/atau mengandalkan sistem on line.

Dengan adanya pandemi Covid-19, kita lebih banyak dipaksa untuk bekerja di rumah. Mekanisme daring menjadi pilihan yang tidak dapat dihindari. Kondisi itu lebih memaksa seleksi pekerjaan, kegiatan, dan aktifitas. Dalam dunia ekonomi-bisnis, ada bisnis yang tetap bertahan dan akan menguat ke depan, tetapi sebagian yang lain bangkrut dan tutup. Persaingan politik akan semakin mengeras di media sosial. Hal yang lebih penting adalah kita semakin terkondisi untuk beradaptasi dengan kebiasaan baru dan beraktifitas dalam daring.

Dalam kondisi tersebut, saya ingin membicarakan prospek, dalam pengertian daya tarik, seni modern di masa depan, terutama dalam frame seleksi pasca pandemi. Hal seni yang dimaksud adalah seni-sastra, seni teater, seni-musik, seni-tari, dan seni-lukis. Pengertian sastra, teater, musik, tari, dan lukis, lebih dalam pengertian umum, tidak terlalu membedakan genre-genre di dalamnya. Pembedaan terutama karena terdapat seni yang mengandalkan kegiatan di luar ruang dan dalam ruang. Hal ini berkorelasi dengan off line dan on line.

Daya tarik seni-sastra secara relatif akan tetap stabil. Aktifitas berseni-sastra bisa dilakukan di mana saja tanpa terikat luar atau dalam ruang. Aktifitas berseni-sastra akan dengan mudah beradaptasi dengan dan dalam jaringan. Berbeda dengan masa-masa sebelumnya, karena daring akan menjadi andalan, maka akan semakin sulit mencari perhatian (menjadi trending topic) jika tidak mengandalkan komunitas daring. Mungkin nama-nama besar di dunia off akan sedikit berpengaruh, tetapi akan mendapat terjangan nama-nama baru yang semakin banyak berhamburan.

Seni-teater termasuk seni yang akan mengalami masa sulit dan kepayahan karena selama ini mengandalkan kegiatannya secara outdoor. Apalagi, sangat sulit mencari celah membuat teater yang menarik dan “dramatis” jika kehidupan lebih dramatis daripada pertunjukan teater. Pertunjukkan drama (termasuk film) dan berbagai bentuk audio-visual lainnya dalam daring juga telah tersedia secara lebih bombastis dan bahkan jauh lebih aneh dan dramatis. Jika tidak ada trobosan yang dahsyat dan canggih dalam seni-teater off, maka daya tarik seni-teater akan mengalami masa-masa turun. Tampaknya, seni-teater perlu beradaptasi dengan dunia daring. Ini tantangan yang sungguh luar biasa.

Seni-musik, karena dalam perjalanan keberadaannya tidak terikat waktu dan ruang (juga dalam pengertian tempat), relatif stabil dan bahkan akan naik. Bentuk dan sifat musik yang tidak menuntut luar ruang, telah berhasil menemani dan menjadi kenangan banyak orang, baik seni-musik lama dan baru. Tantangannya adalah bagaimana membuat lagu yang bisa mencuri perhatian karena banyak orang dengan mudah membuat musik-lagu.

Seperti halnya seni-teater, seni-tari yang selama ini mengandalkan aktifitasnya di luar ruang, akan banyak mengalami kendala kecuali juga beradaptasi dengan kebiasaan daring. Banyak seni-tari telah dikemas dalam bentuk daring (dalam bentuk video), sehingga tidak ada alasan penting untuk menyaksikan seni-tari secara off. Hal seni-tari off hanya menjadi kegiatan-kegiatan seremonial dan ritual dengan kesaksian eksklusif. Kegiatan itu pun akan menjadi “diketahui” jika dibantu daring. Jika tidak ada hal hebat dalam seni-tari, maka dalam daring pun seni-tari akan seperti tontonan lainnya yang sejajar dengan berbagai informasi yang silang sengkarut.

Strategi pencarian bakat yang telah berlangsung dalam banyak kegiatan di televisi dan daring lainnya, akan membantu munculnya hal-hal baru dan aneh, tidak terkecuali hal-hal akrobatik seni tari (termasuk di dalamnya seni musik plus seni-suara). Namun, hal baru selalu sementara, dan segera menjadi biasa dan lama, karena muncul kembali hal-hal baru lainnya.

Sementara itu, terutama dua dekade belakangan ini, seni-lukis telah mengalami banyak keseleo di dan dalam dirinya. Mafia-mafianan dan duplikasi menyebabkan “aura” seni lukis kehilangan pesonanya. Mekanisme pameran yang mengandalkan galeri (ruang off) akan bersaing dengan banyak seni yang telah dikemas dalam daring. Daya tarik seni-lukis, di Indonesia, memang bukan sesuatu yang heboh dibandingkan seni-musik. Hal itu akan menyebabkan perjalanan seni-lukis tetap berjalan secara ragu dan terus meraba-raba.

Hal yang menguntungkan, secara kebudayaan masyarakat Indonesia adalah masyarakat dan mahluk sosial. Karakter tersebut akan menyebabkan kegiatan-kegiatan dalam ruang off akan terus berjalan walau sempat disandera pandemi. Kondisi itu akan sedikit banyak membantu kemungkinan seni yang mengandalkan luar jaringan akan terselamatkan. Artinya, yang memporak-porandakan daya tarik seni dalam dunia off bukan sandera pandemi, tetapi justru berbagai kemungkinan yang bisa diselesaikan dalam dunia on line.
***

_______________
*) Dr. Aprinus Salam, M. Hum., Sastrawan kelahiran Riau, 7 April 1965. Dosen FIB UGM, Kepala Pusat Studi Kebudayaan UGM sejak 2013, Anggota Senat Akademik UGM 2012-2016, Konsultan Ahli Dinas Kebudayaan DIY (2013-2016). Pendidikan S1, Bahasa dan Sastra Indonesia FIB UGM (Lulus 1992), S2 Program Studi Sastra Pasca Sarjana UGM (Lulus 2002, salah satu wisudawan terbaik), S3 Program Studi Sastra (Program Studi Ilmu-Ilmu Humaniora, Pascasarjana FIB UGM, lulus 2010).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *