FILSAFAT SASTRA

Djoko Saryono

FILSAFAT SASTRA: APA ITU?

Filsafat dan sastra merupakan dua istilah yang selama ini sering dijauhkan sekaligus dihubungkan. Pada satu pihak ada kalangan sastra yang mencoba menjauhkan sastra dari filsafat, tetapi pada pihak lain ada kalangan sastra yang malah meleburkan atau minimal melekatkan sastra ke dalam filsafat. Tak ayal, hubungan filsafat dengan sastra senantiasa dilematis, bahkan dalam ketegangan. Kita bagaikan melihat hubungan benci tapi rindu antara filsafat dan sastra.

Namun, baik secara teoretis maupun empiris, dalam tataran idealistis maupun tataran praktis, kita sering melihat dan menyimak banyak kalangan mencari dan berusaha menemukan kemungkinan hubungan filsafat dengan sastra. Kita kerap membaca buku dan ulasan tentang hubungan filsafat dengan sastra pada satu sisi dan pada sisi lain kita juga merasakan dan menemukan banyak karya sastra menjadi wadah, wahana, dan atau manifestasi filsafat. Hal ini menandakan, perbincangan sastra tak pernah sepi dari perbincangan filsafat. Filsafat dan sastra seolah-olah menjadi topik atau objek yang dijauhi dengan rasa jijik sekaligus dinanti dengan penuh rasa kasmaran.

Jika dicari kemungkinan hubungannya, dua istilah tersebut – yaitu filsafat dan sastra – dapat kita lihat dalam dua macam hubungan. Pertama, hubungan koordinatif atau sejajar antara filsafat dan sastra. Di sini filsafat dan sastra berinteraksi, saling memengaruhi, dan tarik-menarik secara setara dan seimbang. Keduanya dapat saling berpengaruh dan berkontribusi karena keduanya menjadi subjek. Kedua, hubungan subordinatif atau saling membawahkan antara filsafat dan sastra. Di sini salah satu menjadi subjek dan lainnya menjadi objek.

Pada satu pihak sastra dapat dijadikan objek, sasaran, agenda, dan pokok persoalan filsafat dan kajian filsafat sehingga di sini filsafat menjadi subjek dan sastra menjadi objek. Pada pihak pihak lain gagasan, pemikiran, aliran, dan corak filsafat dapat ditempatkan dan dilihat sebagai gejala kesastraan dan entitas-substansi sastra sehingga di sini filsafat menjadi objek dan sastra menjadi subjek. Pada yang pertama dilakukan pendasaran dan pendalaman pemikiran dan gagasan tentang sastra, sedang pada yang kedua dilakukan penubuhan dan penstrukturan filsafat dalam struktur (atau sistem) karya sastra. Yang pertama tersebut dapat disebut filsafat sastra (philosophy of literature), sedangkan yang kedua dapat disebut sastra filosofis atau sastra falsafi atau filsafat dalam sastra (philosophical literature, philosophy in/through literature).

Sejalan dengan itu, bisa dikatakan bahwa filsafat sastra menunjuk pada kenyataan-kenyataan yang bersangkutan dengan keberadaan, keadaan, karakteristik, persamaan, dan perbedaan sastra difilsafatkan. Dalam pada itu, sastra filosofis atau sastra falsafi menunjuk pada kenyataan-kenyataan yang berkenaan dengan pemikiran dan gagasan filosofis yang hadir di dalam sastra. Baik kalangan filsafat (baca: filsuf dan ahli filsafat) maupun kalangan sastra (baca: sastrawan dan ahli sastra) sama-sama sering berfilsafat sastra sekaligus bersastra filosofis. Misalnya, Jean Paul Sartre, Rossesou, Mohammad Iqbal, dan St. Takdir Alisjahbana. Dalam kondisi ini lazimnya yang bersangkutan memang seorang filsuf sekaligus sastrawan/ahli sastra meskipun tak selalu demikian.
***

FILSAFAT SASTRA: CUMA MENGADA-ADA ATAU MEMANG ADA?

Memang adakah bidang atau “disiplin” filsafat sastra? Bukan cuma istilah atau terminologi, melainkan memang ada secara formatif/konstitutif dalam arti memang memiliki wujud dan bentuk-isi “keilmuan”; punya ontologi dan epistemologi, apalagi aksiologi. Jangan-jangan cuma mengada-ada – hanya ada istilahnya, namun kosong bentuk-isi keilmuannya. Bukankah sekarang berhamburan berbagai terminologi yang dibuat secara serampangan tanpa kehati-hatian, tanpa berpikir apa bentuk dan nisi terminologi? Jangan-jangan termasuk istilah “filsafat sastra”!

Sampai sekarang memang dapat dipetakan ada pandangan tentang filsafat sastra. Pertama, tentu saja, pandangan yang meyakini bahwa filsafat sastra tidak ada. Cuma mengada-ada sebagai kegenitan akademis atau intelektual. Kedua, pandangan yang meyakini bahwa filsafat sastra boleh dan bisa ada secara akademis/intelektual. Namun, sosok keilmuan filsafat sastra dipandang masih belum jelas atau mendua. Ada kebutuhan memformulasi sosok filsafat sasatra. Ketiga, pandangan yang meyakini bahwa filsafat sastra itu ada di dalam jagat sastra. Sosok “keilmuan” filsafat sastra dapat diformulasikan dan dibentuk sedemikian rupa sehingga menampakkan keutuhan keilmuan sekaligus perbedaan dengan bidang keilmuan lain, misalnya teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra.

Pandangan ketiga yang meyakini bahwa bidang filsafat sastra itu ada, bukan mengada-ada sebagai kekenesan akademis atau keserampangan intelektual, tentulah dituntut untuk mengemukakan bukti-bukti eksistensi filsafat sastra. Dalam hubungan ini, paling tidak, dapat diajukan tiga bukti pokok. Pertama, wacana atau diskursus yang membicarakan dan membahas ihwal filsafat sastra. Misalnya, hal ini dapat dicari dan ditemukan dalam buku-buku yang berjudul filsafat sastra atau hubungan filsafat dan sastra. Kedua, kajian-kajian filsafat sastra dalam dunia kajian sastra di samping publikasi kajian sastra. Kesemarakan kajian dan publikasi berkenaan dengan filsafat sastra dapat dimaknai sebagai gejala adanya filsafat sastra. Ketiga, adanya ontologi dan epistemologi yang terang, gambling, dan jelas sebagai persyaratan tubuh-pengetahuan filsafat sastra.
***

FILSAFAT SASTRA: KERIUHAN DISKURSUS

Harus diakui bahwa sebenarnya sudah lama terbentuk diskursus adanya filsafat sastra, bahkan sangat lama. Diskursus itu dapat dimaknai sebagai gejala dan tanda adanya filsafat sastra. Baik kalangan filsafat maupun kalangan sastra sama-sama memberi urunan pemikiran, gagasan, dan kajian tentang filsafat sastra dan atau interseksi filsafat dan sastra.

Secara ringkas bisa dikatakan, dalam 50 tahun terakhir, diskursus filsafat sastra sedemikian riuh. Minimal keriuhan diskursus itu ditandai oleh betapa banyaknya pustaka berupa jurnal dan buku tentang filsafat sastra, bahkan bernama dan berjudul filsafat sastra. Kendati di Indonesia belum pernah saya temukan, di luar Indonesia dengan mudah dapat dijumpai jurnal ilmiah atau ilmiah populer bernama “filsafat sastra” atau “filsafat dan sastra”. Apalagi buku berjudul “filsafat sastra” atau “filsafat dan sastra”, bisa dibilang jumlah dan variasinya cukup melimpah.

Bersambung…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *