“Notes inédites… Voyage d`Egypte 1849-51” adalah salah satu karya awal Flaubert yang khusus berbicara tentang perjalanannya ke Mesir. Pada usia ke 28 tahun dia meninggalkan sanak keluarga di Perancis. Ibu Flaubert mengelus anaknya yang akan berpetualang ke negeri timur itu dengan rasa haru. Perjalanan ini dilakukan jauh sebelum dia terkenal dengan karyanya “Madame Bovary”. Flaubert bersama kawannya Maxime menumpang Kapal Nil dari pelabuhan Marseille menuju Alexandria. Petualangan itu membutuhkan waktu tiga tahun, dimulai pada hari Senin, 22 Oktober 1849 hingga tahun 1851.
Pada kapal itu ada beberapa penumpang lain yang bertugas sebagai konsul di berbagai negara. Ketika kapal tiba di Alexandria, Flaubert mulai mengadakan kunjungan ke berbagai kuil kuno di zamah Firaun. Kairo sebagai pangkal seluruh perjalanannya. Flaubert mengalami kejengkelan dengan naik keledai menyusuri lorong-lorong jalan di Kairo. Sehingga dia harus jalan kaki sepanjang 100 meter dan naik keledai lagi. Sering dia dan kawannya tidur di tenda. Di Kairo Flaubert sering jalan kaki dan naik unta. Dia mengunjungi Piramid dan Sphinx. Di depan Sphinx dia duduk di pasir serta merokok pipa. Tentang Sphink ini dia gambarkan, kepalanya abu-abu, telinganya lebar berdiri seperti orang Afrika, serta lehernya rapuh. Ketika Flaubert mendekat ke Piramid didorong dan ditarik oleh orang-orang Arab ke sana kemari. Dia menunggu giliran sampai setengah jam lamanya untuk bisa mencapai Piramid.
Pada hari Rabu, 12 Desember 1849, Flaubert genap berusia ke 28 tahun. Dia berulang tahun ketika masih berada di Mesir. Dia sempat mengalami natal di Kairo dan mengunjungi gereja dari suku Armenia. Beberapa kali Flaubert naik menara masjid di Kairo yang menjulang tinggi. Dia menggambarkan, bahwa Kairo ada di bawahnya. Di malam hari cahaya lampu di Kairo menjalar indah. Ketika Flaubert di sahara, pernah bertemu rombongan karavan yang terdiri dari 14 ekor unta datang dari Mekah. Dia menggambarkan pertemuannya dengan bocah Arab yang jalannya cepat. Serta seorang penjaga kuil yang mencium tangannya. Dia menilai bahasa Arab sangat menarik. Sungai Nil sebagai sarana air terpenting yang menghubungkan ke berbagai daerah.
Flaubert masih keluar masuk sahara di sepanjang sungai Nil. Kadang dia naik unta, keledai atau kapal. Dua kawannya Josef dan Maxim masih bersamanya. Karena aku pernah ke sungai Nil seperti jalur yang ditempuh Flaubert, maka ada sedikit bayangan yang bisa membantunya. Misal, Flaubert berhenti di kota Aswan atau ke kuil Luxor, dan Abusimbel. Aku sadari zaman itu Flaubert menemukan banyak kesulitan. Misal; hal penginapan. Sehingga dia dan kawan-kawannya harus menginap di tenda tengah lautan pasir. Dia melihat unta mati yang dimakan burung bangkai. Serta unta milik kawannya Josef menjadi buas secara tiba-tiba. Juga masalah kontak dengan keluarga dan kawan-kawannya di Paris. Flaubert menempuh cara yang unik.
Dia melakukan perjalanan dari kota ke kota lain. Pada beberapa kesempatan ketika dia tiba di sebuah kota yang dianggap baru, maka segera dia mencari konsul Perancis. Lewat konsul Perancis itulah Flaubert bisa mendapatkan surat-surat dan paket dari keluarganya dan kawan-kawannya. Mungkin zaman itu juga sulit mencari bank atau kantor pos. Apalagi dia di Mesir selama 3 tahun. Aku perkirakan isi paket dan surat dari Perancis juga ada bekal tambahan uang. Sebab aku tahu, turis-turis di Bali yang kehabisan uang sering pergi ke kantor pos. Di sana biasanya ada surat-surat untuk para traveller yang lama dalam perjalanan dan tak memiliki alamat tetap.
Di sungai Nil, Flaubert dan kawan-kawannya mandi di sungai. Dan beberapa kali dia melihat buaya buas. Aku kira ini benar sebuah petualangan yang nekad. Betapa Flaubert mencatat bertemu para pedagang yang menjual budak. Selain Flaubert bertemu warga setempat dengan berbagai perangainya, ada penari derwis. Dia juga sering kali bertemu orang-orang penting, antara lain; gubernur di Aswan atau beberapa konsul Perancis. Yang menarik, Flaubert tiba di sebuah daerah bernama Pylon. Di sini Flaubert bilang, obelisk yang di pancangkan di tengah kota Paris, tepatnya di Place de Concorde adalah dari daerah Pylon ini. Flaubert juga memperhatikan ada gadis-gadis kecil yang telanjang. Fantasi erotis Flaubert ini mengingatkan kita pada Nabokov dengan “Lolita“nya. Antara Flaubert dan Nabokov ada kemiripan, yakni dianggap sebagai: penulis borjuis. Dengan kata lain, mereka berasal dari keluarga kaya. Flaubert lebih suka menikmati istirahat di kolam renang atau duduk-duduk santai, ketimbang keluar masuk sahara dengan alam yang buas.
Dari sungai Nil Flaubert dan kawan-kawannya kembali ke Kairo. Di Kairo dia bisa bilang: Inch Allah, 4 jam lagi akan meninggalkan Kairo menuju Alexandria. Di Alexandria, dia menginap di hotel mewah bernama Orient Hotel. Dia merasa sangat kecapaian, setengah mati. Bahkan dia bilang, candi-candi di Mesir sangat menjemukanku. Hanya memamerkan zaman agama antik. Saat Flaubert makan telur rebus, dia berang, karena telurnya dianggap terlalu keras. Maklumlah biasanya telur rebus orang barat, hanya dimasak ca.3 menit, sehingga masih setengah cair. Sedang di Mesir, aku kira mirip di tanah air, telur rebus, ya direbus beneran hingga matang total. Kebiasaan Flaubert merokok dengan pipa.
Perkiraanku Flaubert akan bercerita lebih detil lagi tentang sejarah kuno Mesir, seperti dalam novelnya yang lain berjudul Salammbo. Yang begitu rinci dengan hiruk pikuknya menjelaskan keruntuhan kerajaan Karthago di Tunisia. Di Mesir ini, sepertinya Flaubert patah hati. Hal itu tertulis dalam kalimat akhirnya:
“Apakah aku akan kembali ke sini lagi?, tidak tahu. Aku ingin mati di negeriku sendiri.”
Catatan Kecil: Daya tarikku pada gaya bahasa Flaubert saat mendiskripsikan alam.
Misal:
Langit menyangga awan, udara lembap, orang hanya bisa melihat laut.
Matahari sepanjang siang tak nampak, langit pucat dan kotor.
Kairo di mataku sunyi dan bisu.
Seluruh sungai Nil mandi kabut.
Malam hari memantul beberapa bintang.
Langit merah, bumi hitam.
Pada halaman buku ini dilengkapi peta route perjalanan sungai Nil di Mesir. Kalimat-kalimat Flaubert yang menarik antara lain; Setiap masa punya tema pembicaraan yang berbeda. Tiap abad menggunakan tinta yang beda. Matahari memerah keemasan tenggelam di atas langit.
Teknik penulisan buku ini hampir mirip buku hariannya Kafka atau novelnya Camus berjudul “Pes”. Awal-awal novel “Pes”, Camus hanya menuliskan hari, tanggal dan bulan. Demikian pula pada buku perjalanan Flaubert ini. Uniknya Flaubert menulis hari dan tanggal bukan pada awal tulisan, sebaliknya pada akhir tulisan. Kemiripan dengan buku harian Kafka, bukan terletak pada pemberian waktu, melainkan pada kalimat yang pendek-pendek. Flaubert menulis dengan kalimat pendek-pendek seperti ringkasan. Seperti kita ketahui, Kafka termasuk pecinta karya Flaubert.
Kalau kita bandingkan dengan beberapa buku perjalanan karangan orang lain sangatlah berbeda. Misalnya, pada buku perjalanan berjudul “India” karangan Naipaul. Dia menuliskan dari tema ke tema secara runut dan utuh dalam bentuk narasi. Demikian pula buku berjudul “Amerika Siang dan Malam” karangan Simone de Beauvoir. Pacar Sartre ini menghabiskan waktu enam bulan malang melintang di Amerika. Dia menulis dengan bentuk cerita yang utuh. Bukan terpenggal-penggal seperti pada Flaubert. Meskipun sama-sama berbentuk catatan perjalanan. Beauvoir tetap mencantumkan tanggal, bulan pada setiap tema barunya. Ada lagi kemiripan model tulisan Naipaul dan Beauvoir ini yaitu “Catatan Perjalanan dari Itali dan Swiss” dari Goethe. Pada 30 Oktober 1775, Goethe mulai mengadakan perjalanan ke Swiss. Dia lanjutkan pada 3 September 1786 ke Italia. Teknik Goethe menulis seperti bentuk narasi panjang yang utuh. Tanggal, bulan, serta tahun ditulis secara lengkap.
Membaca buku “Catatan Perjalanan” para penulis Eropa, menyadarkan kita betapa lahan sastra begitu luas. Tak terbatas pada cerita fiksi, dongeng, dan mitos. Tak hanya “Catatan Perjalanan” saja yang sering dibahas pada dunia sastra Barat, melainkan juga “Pertukaran Surat-Surat” antar pengarang, disamping biografi tentunya.