PENULISAN SEJARAH SASTRA INDONESIA (17)

: ILMU BANTU DALAM SEJARAH SASTRA

Djoko Saryono *

Pada umumnya buku-buku sastra baik ilmu sastra maupun sejarah sastra senantiasa menempatkan sejarah sastra dan historiografi sastra termasuk sejarah sastra Indonesia dalam kerangka ilmu sastra. Banyak buku ilmu sastra — termasuk buku ilmu sastra yang banyak dipakai dan diikuti di Indonesia — meletakkan dan mengklasifikasikan sejarah sastra dan historiografi sastra sebagai cabang ilmu sastra. Jadi, sejarah sastra dan penulisan sejarah sastra semata-mata urusan ilmu sastra.

Magnus opus Renne Wellek dan Austin Warren berjudul Theory of Literature, yang demikian melegenda dan “diimani” di Indonesia sampai sekarang memasukkan sejarah sastra sebagai cabang ilmu sastra. Dua lainnya adalah teori sastra dan kritik sastra. Ringkasnya, menurut Wellek dan Warren, ilmu sastra mencakup teori sastra, kritik sastra, dan sejarah sastra. Wajarlah bila kemudian berkembang persepsi dan pemahaman bahwa sejarah sastra adalah narasi tentang karya sastra; sejarah sastra adalah sejarah mengenai karya sastra. Lebih lanjut, penulisan sejarah sastra bergantung pada teori sastra, bahkan kritik sastra. Dalam konteks inilah kita sering menemukan realitas bahwa sejarah sastra berkenaan dengan karya sastra yang dianggap kanon, adiluhung, dan berkualitas.

Selain Wellek dan Warren, A Teeuw berpikiran dan berpandangan serupa. Dalam buku monumentalnya yang terbit pertama kali pada paruh pertama tahun 80-an berjudul Sastra dan Ilmu Sastra (Pustaka Jaya, 1984), A. Teeuw meletakkan sejarah sastra dalam (ke)rangka ilmu sastra, bahkan bagian teori sastra dalam perspektif semiotika. Di sini sejarah sastra (Indonesia) terkesan menjadi bagian ilmu sastra. Sejarah sastra rumpang dengan kritik sastra atau teori sastra.

Cukupkah atau memadaikah memetakan dan menempatkan sejarah dalam ilmu sastra? Ini malah melenggu sejarah sastra Indonesia, dalam arti sejarah sastra dan penulisan sejarah sastra Indonesia tak terikat hasil kritik sastra atau teori sastra. Menurut saya, guna menulis kembali atau menyegarkan penulisan sejarah sastra Indonesia yang lebih baik dari yang sekarang perlu diperlukan bantuan ilmu-ilmu. Di sinilah perlu dihubungkan penulisan sejarah sastra Indonesia dengan ilmu-ilmu lain. Ilmu-ilmu lain itu diperlakukan sebagai ilmu bantu penulisan sejarah sastra Indonesia baik sejarah umum maupun sejarah khusus. Dengan begitu sejarah sastra dan historiografi sastra tak terbelenggu kaku dengan melulu teori sastra dan kritik sastra.

Menurut hemat saya, dua ilmu yang diperlukan sebagai ilmu bantu dalam penulisan sejarah sastra Indonesia adalah ilmu sejarah (ilmu kemanusiaan) dan ilmu-ilmu sosial. Ilmu sejarah diperlukan agar sejarah sastra dan penulisan sejarah sastra Indonesia mengikuti kaidah-kaidah ilmu sejarah. Kemudian ilmu-ilmu sosial diperlukan agar sejarah sastra dan penulisan sejarah sastra Indonesia identik dengan sejarah karya sastra atau sejarah elite sastra di samping penulisan sejarah sastra Indonesia mendapatkan perspektif dan wawasan baru. Ringkas kata, ilmu sejarah dan ilmu sosial sebagai ilmu bantu penulisan sejarah sastra Indonesia akan menjadikan sejarah sastra Indonesia lebih kokoh dan segar.

Bersambung…

Sepanjang tol Waru-Karanglo 15/10/2020


*) Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd adalah Guru Besar Jurusan Sastra Indonesia di Fakultas Sastra pada kampus UNM (Universitas Negeri Malang). Telah banyak menghasilkan buku, artikel apresiasi sastra, serta budaya. Dan aktif menjadi pembicara utama di berbagai forum ilmiah kesusatraan tingkat Nasional juga Internasional.

2 Replies to “PENULISAN SEJARAH SASTRA INDONESIA (17)”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *