: Sejarah Sastra Indonesia yang Patriarki?
Djoko Saryono
Terlepas dari persoalan titimangsa atau mula sastra Indonesia, yang masih perlu didiskusikan lebih lanjut, satu kenyataan gamblang yang harus kita lihat dalam kerangkan penulisan sejarah sastra Indonesia ialah kenyataan bahwa kaum perempuan Indonesia telah berpartisipasi aktif atau proaktif dalam dunia sastra Indonesia.
Dalam kancah peristiwa dan kenyataan sastra Indonesia telah tercatat nama-nama perempuan sebagai sastrawan yang sudah memberikan andil bagi dinamika perkembangan sastra Indonesia. Bila kita cermati secara detail akan terlihat bahwa sejak awal pertumbuhan dan perkembangan sastra Indonesia sampai sekarang, sastrawan perempuan Indonesia beserta karya karyanya terus bermunculan mengisi dan menghiasi kesemarakan dunia sastra Indonesia.
Nama nama seperti Selasih (Selaguri/Sariamin) Soewarsih Djojopoespito, N.H. Dini, Titis Basino, Aryanti, Luwarsih Pringgodisuryo, Ikasiah Soemarto, Lastri Fardani Sukarton, Leila S. Chudori, Ayu Utami, Dewi Lestari, Laksmi Pamuncak, misalnya, menghiasi dan menghuni taman luas sastra Indonesia. Bahkan nama-nama mutakhir dari generasi terkini seperti Artie Ahmad, Ni Made Purnama Sari, Pratiwi Yuliani, Muna Masyari, dan Irma Agryanti telah menyemarakkan taman sastra Indonesia. Mereka tidak hanya menulis puisi dan cerpen, tetapi juga novel atau roman, bahkan esai dan kritik sastra. Jadi, keberadaan dan keterlibatan penyair, cerpenis, dan novel perempuan Indonesia merupakan fakta yang tidak dapat dipungkiri, bahkan tidak dapat dihilangkan oleh siapa pun dalam dinamika kehidupan dan perkembangan sastra Indonesia.
Keberadaan dan keterlibatan sastrawan perempuan Indonesia tersebut masih belum banyak diperhatikan dan dikaji oleh para peneliti dan pemerhati sastra terutama para penulis sejarah sastra Indonesia. Sampai saat ini baru beberapa buku kajian memerikan dan mengulasnya. Buku buku sejarah sastra Indonesia, misalnya Modern Indonesian Literature (1978) karya A. Teew, Ikhtisar Sejarah sastra Indonesia (1981) karya Ajip Rosidi, dan Lintasan Sejarah Sastra Indonesia (1988) karya Jakob Sumardjo, tidak banyak mengulas sastrawan perempuan Indonesia beserta karya karya¬nya. Demikian juga buku berjudul Pengarang-pengarang Perempuan Indonesia (1977) karya TH Rahayu Prihatmi dan Sastra dan Masyarakat Indonesia (1982) karya Jakob Sumardjo, hanya membahas beberapa pengarang dengan karya karya¬nya.
Buku dan kajian khusus tentang sejarah sastra Indonesia yang menerakan sastrawan perempuan Indonesia secara memadai masih belum seberapa, bahkan bisa dibilang sulit sekali ditemukan. Tak aneh, penyair, cerpenis, dan novelis perempuan Indonesia tampak kurang tampil ke permukaan, bahkan tampak tenggelam dalam dinamika sejarah perkem¬bangan sastra Indonesia. Hal ini pernah dikeluhkan oleh Toeti Heraty Noerhadi, salah seorang penyair dan esais perempuan terkemuka Indonesia.
Persoalan tersebut mengakibatkan dua hal. Pertama, pada banyak orang timbul anggapan bahwa perempuan Indonesia tidak terlibat dan berkiprah dalam dunia sastra Indonesia khususnya dinamika perkembangan dan perubahan sastra Indonesia. Kedua, tidak diketahui siapakah perempuan Indonesia yang terlibat dan berkiprah sangat intensif dan signifikan di bidang sastra indonesia serta apa yang telah diperbuat oleh sastrawan perempuan Indonesia di bidang sastra Indonesia.
Dua hal tersebut telah membuat sosok, peran, dan sumbangan (sastrawan) perempuan Indonesia di bidang sastra dianggap tidak ada atau tidak perlu dibicarakan. Tak heran, pembicaraan atau wacana tentang sastra dan kesastrawanan Indonesia dewasa ini identik dengan pembicaraan atau wacana tentang laki laki dan teks maskulin sehingga terkesan adanya ketimpangan gender dan ketidaksejajaran laki laki dan perempuan Indonesia di bidang sastra Indonesia. Lebih jauh lagi, historiografi sastra Indonesia terkesan sebagai historiografi maskulin.
Sudah tentu permasalahan tersebut tidak bisa dibiarkan terus menerus. Sedikit demi sedikit haruslah segera diatasi atau dipecahkan agar sosok, peran, dan sumbang¬an perempuan Indonesia di bidang sastra Indonesia tercatat dalam sejarah sastra Indonesia sesuai dengan kenyataan dan keterlibatan atau apa yang telah diperbuat sastrawan perempuan Indonesia bagi jagat sastra Indonesia. Untuk itu, perlu dilakukan berbagai kajian tentang keberadaan dan kadar keterlibatan sastrawan perempuan Indonesia. Seiring dengan itu, diperlukan penulisan kembali sejarah sastra Indonesia yang berwawasan dan sensitif gender. Penulisan kembali sejarah sastra Indonesia berkeadilan gender itu perlu menampilkan sosok, peran, dan sumbangan sastrawan perempuan Indonesia dalam dinamika perkembangan dan perubahan sastra Indonesia.
2 Replies to “PENULISAN SEJARAH SASTRA INDONESIA (18)”