Sajak-Sajak Galih M. Rosyadi

BERLAYAR DALAM ARSIP

Sebutir batu menunggu waktu untuk menjadi batu di dadamu sebelum hari esok menyembunyikan hari esok dari kesepianmu. Apakah kau sudah membaca surat kabar. Apakah kau sudah melihat kabar-kabar terbakar dalam tidur. Apakah tidurmu sudah mengirimkan sinyal. Apakah sinyalmu sudah melapangkan jalan. Apakah jalanmu sudah menghantarkan musim.

Mungkin besok hari baik untuk melapangkan tidur di hari sibuk –sebelum semua menjadi kabar, sebelum semua mengirimkan sinyal, sebelum semua melapangkan jalan. Tak ada telur di hari baik. Tak ada tidur di hari telur. Batu-batu telah tertanam dalam tubuh –dalam dengkur, dalam doa. Tak ada laut dalam pertanda. Tak ada hujan dalam penanda. Besok kita jalan-jalan menanam harap, menanam mimpi. Jangan bakar apartemen itu. Udang dan Rempah-rempah belum dipanen.

GMR, November, 2020.

PESAN KEPADA KARNA

Akulah kijang yang kaupanah itu;
menunggumu di tepi waktu
sebagai maut yang akan menjemputmu
dengan kutuk pastu
yang merampas segala kesaktianmu.

Akulah kebencian yang tertanam di dadamu;
tumbuh sebagai pohon larangan yang akan mengusirmu
dari taman kesenangan yang telah merawatmu
ke lembah kedukaan yang tak ragu menghabisimu.

Maka menarilah.
Menarilah engkau bersama udara
sebelum kau berperang melawan segenap saudara,
sebelum kau berjumpa dengan segala karma
di tanah lapang penuh prahara,
di padang gersang
yang menyuguhkan angkara murka.

2020.

PESAN DRUPADA KEPADA DORNA

Aku akan menjeratmu
dengan siasat bisu:

telah kuhadiahkan Drupadi pada Pandawa
sebagai bunga api yang menyala
sebagai senjata yang amat rahasia.

Maka pulanglah engkau ke pangkuan alam,
kembalilah engkau ke puncak penyadaran,

sebab telah kugenggam tangan takdir
jauh sebelum siwam itu terbakar,
jauh sebelum genderang perang itu dibunyikan.

2020.

SETELAH PERTEMPURAN DI HARI PERTAMA
-Yudhistira

Para dewata telah menyaksikan pertempuranmu
dengan penuh rasa haru di atas langit itu.

Kau tak perlu cemas pada kekalahan sementara
sebab kau telah berjuang dengan begitu perkasa
dan telah begitu setia memegang teguh ajaran dharma.

Jalani saja takdirmu dengan keteguhan di dalam dada
dan bertarunglah dengan keberanian seorang ksatria.

Jangan lagi kau tenggelam dalam kesedihan
meski telah kausaksikan Bhisma
menumbangkan prajuritmu
dengan panah-panah yang berlesatan.

Apa kau tak merasa malu dengan keberanian Abimanyu
yang telah bertarung dengan keteguhan di padang itu?

Esok, bila matahari telah terbit di pagi hari
kau masih bisa bertarung kembali

melawan prahara dengan keteguhan
juga keberanian di dalam dada.

2020.

KEMATIAN BHISMA

Sebagai mahasenapati
bagi pasukan Duryodhana,
kaulah panglima yang telah datang
dengan janji setia.

Tapi mengapa
kau tak pernah kuasa
membendung kasih dalam dada
kala Arjuna datang menghujanimu
dengan anak-anak panah
yang berlesatan di udara.

Apakah arti dharma.
Apakah arti pertempuran
di padang Kurushetra.

Apakah arti Hastina.
Apakah arti perdamaian
bagi kaum ksatria.

Apakah arti saudara.
Apakah arti perang
bagi Kurawa juga Pandawa.

Kau tak pernah menjawabnya.

Kau hanya tersenyum
pada ribuan pasang mata
yang telah digenangi hujan
kala kematian datang
menjemputmu
dengan penuh kelembutan.

2020.

HARI BERKABUNG
-Distarastra

Tak ada ucapan selamat di hari kehilangan.
Tak ada karangan bunga di hari kekalahan.

Kematian tak pernah punya sayap.
Getir takdir takkan mampu kaugugat.

Anak-anakmu telah menuntaskan perjalanan
Sebagai ksatria di medan pertempuran.

Takkan ada lagi yang menentangmu
Atau yang memaksamu memberi restu.

Kau tak perlu tergesa-gesa
Pergi ke hutan sebagai pertapa.

Sebab takkan ada lagi kabar duka
Atau kecemasan yang datang tiba-tiba.

Semua berasal dari ketiadaan
Dan akan kembali ke ketiadaan.

Siapkan saja upacara pemakaman
Bagi mereka yang telah berpulang.

Sebab berduka atas kehilangan
takkan pernah mengantarkanmu pada kebahagiaan.

2020.

KURUSHETRA

I
saksi bisu perang saudara
dalam kitab penuh legenda
kenangan kekal para Dewata

II
padang gersang penuh prahara
jejak-jejak para ksatria
jadi makam tak bernama

III
duka mengambang di udara
tinggalkan getar dalam dada
menembus zaman paripurna

IV
tiada karma tiada dharma
kebencian di dalam dada
menjelma api yang membara

2020.

PULANG

Aku ingin menemuimu di deras hujan,
dan menghamburkan pelukan
: tanpa dendam, tanpa kebencian.

Aku ingin menemuimu di sunyi malam,
tanpa mata-mata, tanpa intelejen
yang menungguku di bandara.

GMR, November 2020.

DI HADAPAN MIKROFON

Tuhan..!!
Tolong..!!
Di kepalaku banyak anjing..!!

GMR, November 2020.


Galih M. Rosyadi, lahir 5 Februari 1991 di Tasikmalaya. Masa kecil dan remaja dihabiskan di Pondok Pesantren Riyadluh-Huda Sukaguru, lalu menempuh Pendidikan pada Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam di Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Cipasung. Aktif berkesenian di Sanggar Seni Harsa. Puisi-puisinya termuat dalam berbagai antologi: Tasbih Cinta (2018), Bulan-bulan Dalam Sajak (2019), Pesisiran: Dari Negeri Poci 9 (2019), Situs: Antologi Puisi Nusantara (2020), Rantau: Dari Negeri Poci 10 (2020), dll. Karya puisinya juga tersiar di berbagai media: Radar Tasikmalaya, Majalah Gema Mitra, Buletin Sastra Katalis, Pikiran Rakyat, dll.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *