Peresensi : Ahmad Fanani Mosah *
Judul Buku :
1. Antologi Cerpen MUSON
2. MUASAL PUISI
Pengarang: Agus Buchori (Penulis/Jurnalis & Arsiparis)
BANYAK sudah kata-kata mutiara yang memberi semangat untuk menulis. Ada yang mengatakan ‘menulis itu mudah’, ‘menulis itu indah’, ‘setajam-tajam senjata tentara masih tajam pena wartawan’. Disamping itu ada nasehat/petuah yang intinya sama: sebagai motivasi dalam berliterasi. Pesan yang mengandung “tipuan” itu mengatakan, siapa yang sudah bisa menulis karya ilmiah yang bikin pusing 7 keliling itu, pasti bisa menulis fiksi yang mengandalkan diksi.
Sesungguhnya semua itu tergantung pada orang (pelakunya) masing-masing. Relatif. Bisa dianggap gampang. Bisa dianggap sulit. Sekali lagi tergantung orangnya. Termasuk teknik penulisan esai, cerpen, maupun puisi sebagaimana yang digarap oleh Kang Mas Agus Buchori. Karya-karyanya yang termaktub dalam buku Muson & Muasal Puisi, ternyata ada yang menggunakan majas dan ada yang tidak menggunakan majas.
Pemilihan diksipun tidak seberapa istimewa. Justru kosa kata yang dilipilihnya sudah akrab terdengar sehari-hari. Mari kita simak teks puisi yang dijadikan judul pada bukunya, Muasal Puisi: Kita memulainya dengan mengenal aksara // mengasosiasikannya dengan benda-benda // tiba-tiba ia bermakna // saat kita memadukannya // meski ada yang bilang ia hanya benda // bukankah segala di dunia ini perlu penanda // mungkin kita ciptakan tanda kita sendiri // dengan kata-kata yang bersuara // dari benakmu dan olah rasa pembacamu // kadang ada kejutan // saat kata itu terlepas // Ia menyuarakan sendiri tandanya // dan seringkali kita // silang sengkarut dibuatnya //
Lewat tulisan ini saya katakan, mungkin saya adalah sekian kali dari orang-orang yang tertipu membeli bukunya Agus Buchori sang arsiparis kenamaan asal pantura Paciran, Lamongan. Saya itu ingin mendalami seluk-beluk puisi. Termasuk asal-muasalnya. Saya kira dari mana puisi itu datang. Siapa tokoh yang berjasa membawanya ke Indonesia, dan bla..bla..bla..
Eh, ternyata kata yang mentereng itu tak lebih dari judul pusi yang ada pada buku antologinya yang diletakkan pada urutan pertama. Bayangkan: MUASAL PUISI. Nama buku yang ditulis dengan huruf super gemuk itu mengisi pikiran pembaca, bahwa buku itu adalah (seolah-olah) pembaca dibawa ke arah adanya formulasi keilmuan dalam disiplin ilmu tertentu. Semacam buku penunjang matapelajaran Bahasa dan Sastra, misalnya…
Sebab di cover depan, cover dalam dan cover belakang sama sekali tidak ada tanda yang mengisyaratkan buku itu sebuah antologi (kumpulan karya solo). Biasanya oleh juru lay-out/perancang cover dipasang tulisan “Antologi Puisi”. Seperti pada buku satunya, “MUSON Antologi Cerpen”, gitu…! Tapi ini tidak sama sekali. Jadi semua pembaca pasti mengira itu buku Pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia.
Meski demikian, saya tetap bisa mengambil hikmah di balik “tragedi penipuan” itu. Antara lain dapat menulis resensi, dapat dialog dengan alam, dapat memilah dan memilih diksi mana yang cocok dan pas untuk karya sebuah puisi, dsb.
Masih ada lagi bait-bait puisi Agus Buchori yang diungkapkan secara jujur tanpa tedeng aling-aling. Lihat dan bacalah puisi halaman 102 dengan judul Doa Pemulung Menjelang Malam Tahun Baru. Lugas, santun penuh makna dan jujur. Realita di lapangan memang begitu. Kesibukan pemulung digambarkan nyata. Bukan abstrak. Tidak harus menggunakan gaya bahasa yang berbelit-belit. Justru dengan kata-kata kocak isi (pesan) mudah disimak: Tuhanku // Semoga malam ini aku tidak letih // Berilah aku kekuatan begadang // Karena akan banyak botol air mineral menjelang pagi // Berserakan // Tergeletak // Dan aku tak ingin kalah cepat // Dengan petugas kebersihan //…
Kepiawaian Agus Buchori tak dapat dipungkiri. Dalam kurun waktu 3 bulan dapat menerbitkan 2 (dua) buku yang beriringan: Muson, Desember 2019 (Penerbit Boenga Ketjil – Jombang) dan Muasal Puisi, Februari 2020 (Penerbit Pustaka Ilalang – Lamongan). Muson yang di dalamnya adalah kumpulan (antologi) cerpen, ada salah satu judul cerpen yang membahas formulasi kepenulisan. Judulnya ‘Belajar Menulis’. Isinya ringan. Gampang dicerna. Dalam berjurnalistik itu sangat perlu mengotak-atik kata dan kalimat. Terkadang bisa menggelitik. Yang penting jujur dan asyik.
*) Ahmad Fanani Mosah, Broadcaster Radio & Guru SMP Negeri 3 Babat, Jl. Raya Gembong, Babat, Lamongan. No Kontak/WA 085749838648
Mantap Bung Fan tulisan resensinya…jempol banget…bahasa dan kalimatnya enak dicerna.
Mas Agus karya bukunya juga kerreennn….
Siippp dah keduanya. Peresensi dan yang diresensi….jempollllll….
Trims mbak atafras…