Kedaulatan Rakyat, 12 Mar 2017
Perjalanan tak Berujung
dalam percakapan dulu di ladang itu
kita bersepakat sebelum surup tiba lebih dulu
persis saat lima ekor bangau pulang ke selatan
kau umbar senyum murni padaku yang sialan
aku pun pergi ke pusat kota di barat pulau
mengunjungi tempat segala cita-cita ditanam orang
pesan pungkasanmu berdentum-dentum di telinga
sepanjang perjalanan – sepanjang usia pengharapan
engkau harkati huruf-huruf mati di setiap jiwaku
dan kumaknai bergantang-gantang harapanmu
tetapi kamu dan aku terjebak dalam penantian
sejak kapan kita benar-benar mengerti?
toh perjalanan dan pengharapan sama-sama meruang
dan mewaktu di dalam kalbuku: kalbumu
2017
Paras Liang
paras liang di wajahmu – wajahku
terpahat di dinding penjara singa
dunia dalam album perawan bisu
berwajah Monalisa – bermata Leonardo
wajahmu, wajahku; wajah luka penuh lupa
sepanjang tahun kau hafal setiap kerut wajahku
sampai garis-garis tebal diwajahmu sendiri
kau sembunyikan di balik cermin dan air
dengar, air dan cermin berdebat saat hujan lebat
aku tersanjung – malah kau tersinggung
akhirnya, wajahmu aus di wajahku yang hangus
mari, sudahi permainan meramal wajah!
singa dan perawan bisu dalam dirimu
adalah sepasang arus di palung dadaku
Januari 2017
Nyonson
kamis malam termanis menjelang purnama
perempuan-perempuan sisa peradaban purba
dengan keriput indah tanpa sentuh kemilau dunia
memukul-mukul batu dendam umat manusia
pada lincak bambu di bawah pohon mangga ranum
tepat saat matahari tenggelam ia songsong cakrawala
dengan sebilah sepat kelapa bertabur butiran keminyan
remah-remah bara, api pengharapan, penebar doa dan mantra
aroma sedap menyeruak ke segala penjuru kampung
dari pintu ke pintu, dari jendela ke alam baka
mengantar bisikan rindu – suara nenek moyang
cinta tumbuh jadi sulur-sulur persaudaraan
gema suara ghaib, pemacu kerja keseharian
dan hidup santun dalam kesederhanaan
2017
Paz Memanjat Pohon Dina
Alejandra berselfie dengan camera matahari
di puncak temperatur pohon Diana
ia hilir-mudik antara relung jiwanya sendiri
ke ulu hati habitat manusia
Paz membingkainya dengan kayu abadi
yang ditebang dari hutan kemungkinan
bingkai penuh nyala merah kebiru-biruan
betapa sempurna cahaya dari penyatuan
dari fajar ke fajar segala nafas berdesah
gairah insan, pohon, dan binatang
dikultuskan di bukit terbentang puisi
Alejandra bermetamorfosa, Paz menggiringnya
pohon Diana tegak berdahan nama-nama Agung
pembening ritus kemakmuran daerah terlarang
2017
Puing Zaman
gibran sang nabi dari libanon berkata padaku;
bersikaplah ramah dalam kehidupan mesra
aku tersudut ke goa kegelapan, tempat singgah
segala ketakutan, trauma, dan ambisi
menggali dunia
aku terlampau jauh meninggalkan keramahan diri
pada dunia yang menghimpitku
dan kehidupan yang tercecer
dari puing-puing zaman
2017
Selendang Sulaiman, lahir di kampung kecil Pajhagungan, Sumenep, Madura 18 Oktober 1989. Alumnus Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam, Fakultas Adab dan Ilmu Budaya, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Menulis puisi, cerpen, dan essai. Karya-karyanya tersiar di berbagai media massa baik cetak maupun online, seperti Media Indonesia, Kedaulatan Rakyat, Seputar Indonesia, Indopos, Lampung Post, Minggu Pagi, Riau Pos, Metro Riau, Merapi, Padang Ekspres, Radar Surabaya, Medan Bisnis, Waspada Medan, Haluan, Harian Cakrawala Makassar, Solo Pos, Joglosemar, Suara karya, Harian Jogja, Suara NTB, Lombok Post, Harian Rakyat Sumbar, Harian Rakat Sultra, Radar Madura, Jurnal Sajak, Jurnal Bogor, Jurnal Sastra Santarang, Jurnal Maddana, Majalah Sagang, Majalah Sarbi, Majalah Aklamasi, Majalah Frasa, NU online, dll.
Selain tersebar di media massa, puisi-puisinya juga termaktub dalam banyak antologi bersama, yaitu: Yang Tampil Beda Setelah Chairil (Yayasan Haripuisi Indonesia, 2016) Ketam Ladam Rumah Ingatan (LSS Reboeng bekerjasa dengan Kosa Kata Kita, 2016), Perayaan Cinta (Poetry Prairie Literature Journal, 2016), Pelabuhan Merah (PT. Sagang Intermedia, 2015), Mekarnya Kehidupan (Poetry Prairie Literature Journal, 2015), Lumbung Sastrawan Indonesia Jilid III (Sibuku, 2015), Temu Sastra Kepulauan VI (2014), Lintang Panjer Wengi di Langit Jogja (Pesan Trend Ilmu Giri, 2014), Ayat-ayat Selat Sekat (Antologi Puisi Riau Pos, 2014), Bersepeda Ke Bulan (HariPuisi IndoPos, 2014), Bendera Putih untuk Tuhan (Antologi Puisi Riau Pos, 2014), Pertemuan Penyair Malaysia-Yogya (TeMBI Rumah Budaya, 2014), Antologi Puisi 153 Penyair Indonesia Mutakhir: Dari Negeri Poci 5 “Negeri Langit” (Kosa Kata Kita, 2014), Ziarah Batin (2014), Di Pangkuan Jogja (Ernawaty Literary, 2013), Antologi Puisi 6 Negara – Puisi Secangkir Kopi (Gayo Institut, 2013), Indonesia dalam Titik 13 (2013), Flows into the Sink into the Gutter (Antologi Puisi Dua Bahasa (Indonesia-Ingris), 2013), Satu Kata Istimewa (Ombak 2012), Igau Danau (Sanggar Imaji, 2012), Sajadah Bulan dan Orang-orang Tercinta: 101 Puisi Cinta Untuk TKI, (AGP, 2012), Presiden untuk Presidenku, (SANY, 2012), Jatuh Cinta Pada Palestina, (Umahaju, 2012), Bulan Sembilan, (FLP Kudus, 2012), Pahlawanku, (Wangsa Indira Jaya, 2012), Dialog Tanian Lanjhang (Majelis Sastra Madura, 2012), Bima Membara (Halaman Moeka Publishing, 2012), 50 Penyair Membaca Jogja; Suluk Mataram (Great Publisher 2011), Mazhab Kutub (Pustaka Pujangga 2010), dan Antologi Puisi Tunggalnya, berjudul Hymne Asmaraloka (Betread, 2014).
Sedangkan cerpen-cerpennya juga termaktub dalam bunga rampai seperti Solilokui Kenangan (Hubsche Maedchen Writer Group, 2014), Memory in Love (Sahabat Pena, 2012), Liontin Kehidupan (Pustaka Jingga, 2012), Riwayat Langgar (BEM-F Adab dan Ilmu Budaya, 2012), Bulan Purnama Majapahit Trowulan (DK Mojokerto, 2010), serta antologi Cerpen Tunggal, Lukisan Senja (Betread, 2014).
Kini bermukim di Jakarta. Menjadi Editor media online alternatif, nusantaranews.co. Selama di Jogja, sempat buat Web-Blog APPMI (Arsip Puisi Penyair Madura-Indonesia): www.arsippenyairmadura.com.