Djoko Saryono *
Istilah literatur, yang kita sepadankan dengan istilah sastra, menunjuk pada keterikatan erat antara sastra, aksara, pikiran, dan bahasa. Dalam bingkai asal-muasal makna istilah literatur, sastra mengemban pikiran subjektif yang diekspresikan melalui aksara, yang tentu saja harus dituliskan dan dibaca. Di sinilah sastra memerlukan bahasa tulis di samping perlu dibaca dan ditulis. Tak pelak, bahasa tulis ini menggendong makna literasi. Sebab itu, sastra dapat disikapi sebagai wujud-nyata puncak kefasihan berbahasa, yang menggambarkan mutu literasi.
Sekarang kita sudah memasuki zaman literasi tingkat lanjut, bahkan zaman literasi kedua. Artinya literasi zaman sekarang dan ke depan sangat berbeda dengan zaman dahulu, abad-abad lalu. Hal ini menuntut tiap orang yang menggeluti sastra untuk fasih berbahasa selain dapat berliterasi. Konkretnya, tiap orang dituntut untuk mampu dan terbiasa membaca dan menulis di samping berpikir kritis, kreatif, dan inovatif agar fasih berbahasa.
Untuk itu, setiap orang perlu memiliki pengetahuan kebahasaan dan tulis-menulis di samping wawasan berpikir kritis-kreatif-inovatif. Kedua hal tersebut perlu dikuasai serempak karena pikiran yang baik niscaya tertuang ke dalam bahasa yang baik pada satu sisi dan pada sisi lain bahasa yang baik mencerminkan pikiran yang baik. Di sinilah penguasaan berbahasa sekaligus berpikir yang baik diperlukan oleh tiap orang.
Penguasaan berbahasa sekaligus berpikir yang baik dapat dipupuk dengan cara meningkatkan pengetahuan kebahasaan yang terpadu dengan kemampuan tulis-menulis (komposisi). Di samping itu, juga tekun berlatih menggunakan unsur-unsur kebahasaan di dalam kegiatan tulis-menulis.
Kosa kata, kalimat, paragraf, dan wacana merupakan unsur pokok kebahasaan yang sangat menentukan kemampuan atau kemahiran berbahasa sekaligus berpikir. Perbendaharaan atau kekayaan kosa kata dan kemampuan menggunakan kosa kata menentukan mutu tulisan dan berpikir seseorang. Pengetahuan dan kemampuan menata dan menggunakan kalimat secara benar, tepat, dan bervariasi akan menentukan ketertiban dan kejelasan pikiran di samping kualitas tulisan. Selanjutnya, pengetahuan dan kemampuan menyusun atau membuat paragraf dapat menentukan kebaikan tulisan seseorang di samping mencerminkan tingkat kualitas pemikiran atau penalarannya. Oleh sebab itu, pengetahuan dan kemahiran memilih, menyusun, dan menggunakan kosa kata, kalimat, dan paragraf menjadi dasar kualitas berbahasa sekaligus berpikir setiap orang.
Untuk membantu menguasai pengetahuan dan kemampuan memilih, menyusun, dan menggunakan kosa kata, kalimat, dan paragraf diperlukan penuntun terutama buku-buku penuntun yang dapat digunakan secara mandiri atau pun bersama oleh siapa pun. Buku penuntun tentang kosa kata, kalimat, dan paragraf yang mudah dipahami dan dipraktikkan oleh awam atau masyarakat umum, bukan hanya kalangan berpendidikan, akan memperkuat kemampuan berbahasa sekaligus berpikir selain memperkuat literasi masyarakat. Tersedianya buku tentang kosa kata, tata kalimat, dan tata cara menulis paragraf dapat dipakai untuk berlatih dan memahirkan kefasihanbberbahasa dan berpikir dengan baik khususnya menulis dan membaca dengan baik. Dengan demikian, penggelut sastra mendapatkan bekal memadai untuk menulis sekaligus membaca karya sastra.
***
*) Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd adalah Guru Besar Jurusan Sastra Indonesia di Fakultas Sastra pada kampus UNM (Universitas Negeri Malang). Telah banyak menghasilkan buku, artikel apresiasi sastra, serta budaya. Dan aktif menjadi pembicara utama di berbagai forum ilmiah kesusatraan tingkat Nasional juga Internasional.