Mengenal Gaya Penulisan “Realisme Magis” Gabriel Garcia Marquez

Wizna Hidayati Umam
pikiran-rakyat.com 6 Mar 2018

Gabriel Garcia Marquez dipandang sebagai tokoh utama dari gaya penulisan sastra yang dikenal sebagai “realisme magis”. Penggunaan istilah realisme magis dimunculkan oleh kritikus seni Frans Roh pada tahun 1925.

Dalam perjalanan seni sampai tahun 1955 istilah realisme magis tidak diperkenankan hingga kemudian kritikus sastra meminjam istilah ini untuk melihat karya sastrawan Amerika Latin seperti Marquez dan Borges.

Dalam sebuah novel realisme magis, pembaca akan menemukan unsur-unsur fantastis yang menerobos atau menyelinap ke dunia realistis. Dengan demikian, ini juga menjadi cara bagi penulis untuk mengkritik konsep “barat” atau kapitalis tentang rasionalitas yang kuat dimana segala sesuatu tidak sesuai dengan garis kehidupan.

Pada tahun 1948 Gabriel Garcia Marquez kuliah di Fakultas Hukum di Universitas Cartagena. Saat itu, politik Kolombia sedang memanas dan Jorge Eliecer Gaitan pemimpin oposisi yang diharapkan bisa membawa Kolombia keluar dari oligarki ditembak mati. Márquez yang juga menyaksikan kejadian itu, ia kemudian memutuskan meninggalkan kuliahnya dan menjadi seorang wartawan.

Tak lama kemudian, pada tahun 1967, Marquez menerbitkan novel “One Hundred Years of Solitude (Cien anos de soledad)” atau Seratus Tahun Kesunyian. One Hundred Years of Solitude mencatat tujuh generasi keluarga Buendía di desa Macondo. Marquez berusaha mengajak pembaca mengenang wabah pes, pembantaian ribuan orang pekerja di perkebunan pisang, dan musim hujan yang turun terus menerus selama 4 tahun. Novel inilah yang menurut banyak kritikus dan sastrawan menjadi awal gaya realisme magisnya Gabriel Garcia Marquez.

Di Indonesia, selain karyanya “Seratus Tahun Kesunyian” dan “Cinta Sepanjang Derita Kolera”, beberapa karya Gabriel Garcia Marquez juga sudah diterjemahkan, seperti “Tumbangnya Seorang Diktator” (El Otono del Patriarca), “Selamat Jalan Tuan Presiden” (Bon Voyage, Mr. President), Klandestin di Chile (La Aventura de Miguel Littin, Clandestino in Chile), Sang Jenderal dalam Labirinnya (El General en su Laberinto), dan lain-lain.

Berikut buku lain, dilansir dari Huffington Post, terdapat 5 buku yang juga menggunakan gaya sastra realisme magis selain Gabriel Garcia Marquez, di antaranya:

1. The Baron in the Trees (1957) karya Italo Calvino
Pada tanggal 15 Juni 1567, seorang bangsawan Baron Cosimo Piovasco Rondo memutuskan untuk meninggalkan rumahnya agar bisa tinggal di atas pohon. Dia memanjat pohon ek dan tidak akan pernah menginjakkan kakinya di tanah lagi sampai ia meninggal. Ini adalah salah satu novel pertama Calvino yang paling populer.

2. White Teeth (2000) karya Zadie Smith
Ini adalah kisah tiga keluarga yang tinggal di London antara tahun 1975 dan 1992. Dengan gaya Henry-Fielding, semua kehidupan karakter dalam buku ini terjalin erat namun pada akhirnya banyak hal gila terjadi secara bersamaan. White Teeth adalah karya dari seorang penulis yang masih berusia 25 tahun.

3. The Tin Drum (1959) karya Gunter Grass
Oskar Matzerath lahir pada tahun 1924 dengan kemampuan otaknya yang berkembang secara luar biasa. Dia mengaku bisa mengingat semua hal dan memiliki kemampuan menjerit yang bisa memecahkan gelas. Buku ini dalah salah satu bagian tergelap dari sejarah Jerman dengan puisi dan teks yang indah.

4. Wuthering Heights (1848) karya Emily Bronte
Saat novel ini pertama kali diterbitkan, beberapa pembaca terkejut dengan gaya bahasa dalam novel yang tidak realistis dan “historical”. Namun, buku ini terdaftar menjadi salah satu novel sejarah Inggris yang penting. Novel ini menggunakan gaya Shakespeare dan menghindari teknik narasi abad ke-20.

5. Orlando (1928) karya Virginia Woolf
Novel ini dimulai di Istana Ratu Elizabeth dengan karakter utama seorang penyair aristokrat muda bernama Orlando. Suatu hari ia pergi ke Konstantinopel, saat dirinya sedang tertidur tiba-tiba Orlando terbangun saat usianya masih muda dan kembali ke Inggris. Sejak saat itu, dia bisa menjelajahi waktu sampai batas era Victoria. Di akhir novel, kita dapat melihat Orlando yang sebenarnya berusia 300 tahun di dalam tubuh 36 tahun di sebuah pusat perbelanjaan. Ditulis sebagai penghormatan kepada Vita Sackville-West, buku ini membahas tentang gender, cinta, identitas seksual dan seni. Novel ini merupakan karya Woolf yang paling kuat dan unik.

***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *