JABANG PUISI
Setelah jadi penyaksi kelahiran puisi. Dari rahim bumi, di antara derit excavator merobohkan dinding-dinding. Kelahiran puisi menyeka peluh jarak dusta dan kebeningan. Senyum terlintas di tubuh telanjang puisi. Maknanya khusyuk mengaliri wajah-aneka rupa.
Begitulah puisi. Lahir meniti takdir. Membangun istana. Mimpi-mimpi. Terlelap ia. Setelah kelahiran. Selendang meliuk kelebat membebat tubuh. Menarilah ia dalam dongeng mimpi.
Tak tega aku. Bangunkan ia. Senyumnya tak lekang bersama mimpinya.
Seseorang menghampiri. Hendak pamit, tapi genggam jemariku menggamit. Menahan ia melarung tanya keberanjakannya. Aku jelma samudra. Siap menampung tanya. Ombakku wujud. Menjawab tanyanya. Kuminta ia turut menggulung menjadi debur, hingga tanya melabuh pesisir. Menyisir malam. Tangannya melambai membawa sepinggiran senyum seluruh tubuh. Menjadi gelap hilang sepandang.
Trotoar dan selasar senyap. Puisi yang jabang meruah diskusi. Membeber diri blejeti filosofi. Hari berganti menuju penjuru, menyudut sujud melipat subuh. Menggambar bujur sangkar lunas mata angin.
Jabang puisi memerdu tangisnya bangunkan matahari. Meminta mendudah misteri slide peristiwa dalam mimpi. Tubuh-tubuh lelah sedulur papat pilar diri. Menggendong puisi meyusur kota yang sepi. Melerai tangis sang bayi.
Hari masih pagi. Matahari pun enggan kabari pergantian hari. Lengang perjalanan. Menuju hingar kota yang hilang. Menjadi bincang pendapa tujuan. Untuk lanjutkan lelap jabang puisi. Kupeluk ia agar tetap lelap. Menuju langit mendadar mimpi bunyi-bunyi di pendapa matahari.
Klampis Anom Surabaya, 22-02-2018
KAMI SELALU RINDU PADAMU
Untuk Azis Franklin Suprianto
Kau bagai sungai yang selalu mengalir jernih.
Sorot matamu bening menenangkan.
Alunan dawai yang kau mainkan.
Seperti suara riak air yang mengalir menuruni.
Jeram, riam lembah, ngarai.
Berkelok menyapa jiwa-jiwa dahaga.
Menjadi lagu semesta menenangkan hati.
Kau adalah jiwa merdeka tanpa prasangka.
Semua tempat yang kau singgahi.
Selalu bertabur cinta.
Dengan senyum bermekaran mengelilingimu.
Dan tak akan habis menjadi cerita.
Cerita perjumpaan istimewa.
Dari anak-anak balita, remaja, dewasa atau pun yang sudah tua.
Akan selalu ada namamu.
Ya akan selalu ada namamu dalam cerita-ceritanya.
Dan akan dituturkan dengan penuh kerinduan.
Karena kau adalah kebeningan-kebeningan itu.
Kau adalah mata air.
Yang tetap mengalir.
Walau lumpur kelilingi dirimu sekalipun.
Kau tetap jernih penuh cinta.
Dari tutur katamu.
Dari dongeng-dongeng yang kau sajikan.
Dari musik yang kau alunkan.
Cinta bermekaran ya bermekaran.
Menjadi taman bunga tanpa jeda.
Tanpa kenal musim.
Tanpa kenal kata kemarau, kering, gersang atau pun kerontang.
Cintamu, kasih sayangmu selalu menghiasi.
Kesederhanaanmu adalah tauladan kami.
Kau adalah teman, kakak sekaligus guru bagi kami.
Kau akan selalu kami rindukan.
Ya kami akan selalu rindu padamu.
Rindu akan kehadiranmu.
Rindu akan petuah-petuahmu.
Kami, kami akan selalu merindukan kehadiranmu.
Ri, 21-02-2021