Press Release: Novel Pocinta karya Akhmad Sekhu diapresiasi dari Dalam dan Luar Negeri


(Konjen RI New York, Arifi Saiman)

Tak mudah melewati Pandemi Covid-19 dengan tetap berkarya. Begitu banyak tantangan, karena krisis dimasa ini melebihi krisis moneter. Demikian dirasakan Sekhu, seorang wartawan juga anggota Forwan (Forum Wartawan Hiburan) Indonesia. Covid-19 berdampak pada seluruh sektor kehidupan, hingga bioskop tutup yang membuat para wartawan hiburan menjadi sepi liputan. Namun sepinya kegiatan itu ia siasati dengan berkarya, menerbitkan novelnya ketiga, berjudul “Pocinta,” yang berkisah tentang cinta orang-orang yang suka moci alias minum teh poci.

“Saya bersyukur novel ‘Pocinta’ diapresiasi berbagai kalangan dari dalam dan luar negeri, “tutur Sekhu penuh rasa haru, (4/4/2021). Wartawan dan sastrawan kelahiran desa Jatibogor, Suradadi, Tegal, 27 Mei 1971 itu menerangkan, Konjen RI di New York, Arifi Saiman memberikan apresiasi atas dirinya dengan memegang novel Pocinta di depan Patung Liberty, Amerika. “Saya penulisnya masih di Tugu Pancoran, Jakarta Selatan, tetapi karya saya sudah sampai di Patung Liberty,” ucapnya mantap.


Tak hanya itu, lanjut Sekhu, novel Pocinta rencananya akan dibicarakan di dalam acara VideoRadio Salt’NPeper yang jaringannya berbagai kedutaan RI di seluruh dunia. “Apresiasi ini membesarkan hati saya untuk tetap semangat berkarya,” bebernya. Menurut Sekhu, banyak artis memberi apresiasi dan menyampaikan ucapan selamat atas terbitan novelnya tersebut. Di antarannya Siti Badriah, penyanyi Nagaswara yang terkenal dengan lagu hits ‘Lagi Syantik’ : “Dalam novel ‘Pocinta,’ tokoh utamanya bernama Legia, perempuan blacksweet alias hitam juga diceritakan menyanyi lagu hits ‘Lagi Syantik’ pada saat mandi,” paparnya. Selain itu banyak artis lainnya, seperti Cinta Laura, Christine Hakim, Erna Santoso, Nugie, Happy Salma, Paramitha Rusady, Yessy Gusman. Juga para sastrawan; Gol A Gong, Eka Budianta, Evi Idawati, Hanna Fransiska, Harry Tjahjono, Jose Rizal Manua, Hasan Aspahani, Nia Samsihono, Apito Lahire, dan Atmo Tan Sidik, Duta Baca Kota Tegal. “Ada juga Naratama, Produser dan Sutradara Program Televisi New York. Dan tidak ketinggalan Sutrisno Buyil, Ketua Umum Fowan memberi testimoni dalam novel Pocinta ini,” ungkapnya bangga.

Adapun testimoni Sutrisno Buyil; “Merangkap jadi novelis dan wartawan bukan perkara gampang, hal itu sudah saya rasakan. Saya sudah puluhan tahun jadi wartawan dan beberapa kali menang lomba tulis. Tapi anehnya tidak mudah untuk saya menulis novel. Saya sudah mencoba, tapi selalu mentah. Namun tidak buat Sekhu sahabat saya, dia bisa menjadi penulis novel, buku, puisi, sekaligus wartawan. Resensi bukunya dimuat di media terkemuka di Indonesia. Kadang saya suka iri dengan kesuksesan wong Tegal satu ini. Kalau secara teteh, penampilannya tidak menunjukkan sastrawan hebat, ora mitayani, tapi dari sikap diam dan lembutnya, ketika di hadapan komputer ia menjadi macan garang, dan rangkaian ribuan kata ia susun jadi novel, puisi, juga berita hiburan. Salut! Buat Sekhu, terus berkarya demi masa depan keluarga serta dunia sastra Indonesia. Salam Sastra.”

Harapan Sekhu, dapat dukungan dari rekan-rekan sesama wartawan, terutama yang tergabung dalam Forwan, yang baru mengadakan pemilihan ketua umum, dan Sutrisno Buyil terpilih kembali sebagai Ketua Umum Forwan Periode 2021 – 2025. “Mudah-mudahan ke depan Forwan semakin menggeliat dengan program-programnya yang memberdayakan wartawan hiburan,” harapannya.

Sekhu menyampaikan, novel Pocinta diterbitkan Penerbit Prabu21 yang membuat Gerakan Nasional Melahirkan Satu Juta Penulis untuk Indonesia lebih baik. “Penerbit Prabu21 ialah rumah para penulis Indonesia yang memberikan kesempatan pada masyarakat luas untuk menjadi penulis. Semua gratis, mulai dari editing, tata letak, dan design cover. Bukunya terbit ber-ISBN, ber-E ISBN, 45 hari naskah masuk sudah terbit. Hal tersebut tentu patut didukung,” pungkas Akhmad Sekhu sumringah.

Novel Pocinta berkisah tentang seorang perempuan blacksweet alias hitam manis bernama Legia yang punya dua teman. Pertama Pahing yang menyebut diri namanya Pay, adalah Sobat Ambyar, komunitas pecinta lagu-lagu Didi Kempot. Kedua, Kliwon menyingkat namanya jadi Kwon, seperti nama orang Korea, karena kecintaannya pada K-Pop. Sejak kecil, ketiganya berteman selalu bersama dalam suka-duka, bahkan berjanji menjaga kebersamaan sampai kapan pun juga. Tak ada yang bisa memisahkan pertemanan sejati mereka yang sama-sama suka moci, sebuah tradisi minum teh poci di daerah Tegal.

Di saat besar ada yang mencintai Legia, barulah Kliwon dan Pahing sadar kalau keduanya juga cinta. Mereka berdua akhirnya saling bersaing untuk mendapatkan cinta Legia. Tentu tak mudah bagi Legia dalam memilih di antara mereka berdua, karena telah berteman dekat dari kecil, bahkan sudah seperti saudara sendiri. Dari sinilah mulai terkuak siapa yang benar-benar cinta pada Legia. Dari sini juga, Legia kian mengerti apa arti cinta yang sesungguhnya.

***

Leave a Reply

Bahasa »