PUASA TANPA KETERLIBATAN

Taufiq Wr. Hidayat

Bagi Sidharta banyak hal sederhana dan apa adanya yang mengandung rahmat kehidupan. Air, debu, kerikil, gunting, kertas, angin, pohonan, apa saja yang sederhana itu membawa rahmat ketika dihayati hati yang bersyukur. Tidak semata-semata dipandang dengan ajaran, doktrin, kehendak menguasai, dan keinginan. Seribu konsep atau deskripsi perihal air, tak dapat menjelaskan air yang langsung dirasakan dan dilihat, disentuh-dihayati. Kecemasan akan berakhir pada ketenteraman jiwa yang ajeg pada keadaan yang tak muluk-muluk dan gombal. Hidup yang selalu sibuk dimakna-maknai, dicari-cari tafsir dan hakikatnya membuat hidup justru tak berguna, melelahkan, dan membosankan. Hidup ya begitulah, hidup saja, bisik Sidharta. Tidak perlu seringkali ribut ditafsir. Hidup yang dicari-cari hakikatnya, justru menjadi bohong.

Kesabaran bagi Sidharta, mencegah seseorang dari kehendak-kehendak menguasai dan tergesa-gesa. Sehingga merekahlah rasa syukur yang mengolah kehidupan, menumbuhkan moralitas yang kokoh dan keterlibatan diri mengentaskan derita sesama. Dalam Saul Aaron Kripke, dalam gramatikal juga leksikal, makna sebuah ungkapan dapat ditemukan lewat logika literal. Tetapi sejatinya, tak semua yang tersampaikan secara literal mencerminkan maksud suatu pernyataan. Kebutuhan sejati dari munculnya pernyataan merupakan gagasan metafisik. Sehingga teks Sidharta menyimpan pengertian di balik realitasnya. Ia membutuhkan keterampilan, yang dengan kata lain adalah kebersahajaan, untuk meraih keterlibatan seseorang dalam teks Sidharta.

Itulah puasa disebut-sebut sebagai ibadah yang langsung berhubungan dengan Tuhan. Itu barangkali karena puasa membuat seseorang terlibat dan merasakan langsung penderitaan. Tak kaya dan miskin, semua kalau gak minum pasti haus tenggorokannya kecuali knalpot. Dan di dalam keterlibatan itulah, seseorang mematangkan dirinya sebagai manusia. Keterlibatan mengandung pengertian, ia ikut merasakan derita sesamanya. Kemudian berupaya dengan segala kemampuan kemanusiaannya meringankan atau mengentaskan penderitaan tersebut, lantaran ia ikut di dalam derita itu dengan rasa senasib. Itulah kiranya ibadah buat Tuhan. Gambaran paling sederhana adalah puasa. Dan jika di dalam puasa seseorang belum tiba pada rasa senasib dengan penderitaan, belum sampai pada keterlibatan dalam penderitaan yang liyan, maka itulah puasa—yang menurut Rasul, yang hanya haus dan dahaga belaka. Sia-sia. Tapi ramai dalam perayaan, meriah dalam pesta, senang dengan peringatan-peringatan, mercon dan teriak-teriak, marak dengan ungkapan-ungkapan selamat yang seringkali menyesakkan kehidupan.

Tembokrejo, 2021

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *