Satu untuk Segalanya, Goethe


Tito Sianipar
korantempo.com

Untuk pertama kalinya, buku kumpulan puisi karya Johann Wolfgang von Goethe diterbitkan dalam bahasa Indonesia. Buku berjudul Satu dan Segalanya ini berisi lebih dari 65 puisi karangan Goethe, dari masa muda hingga tuanya. Penerjemahnya adalah penyair Agus R. Sardjono dan Berthold Damshauser, dosen literatur dan bahasa Indonesia di Universitas Bonn, Jerman.

Dalam acara bedah buku sekaligus baca puisi di Goethe Institut pada Selasa malam lalu itu terungkap bahwa penerjemahan karya sastra ini masih belum sempurna. “Untuk satu puisi saja terdapat ratusan masalah penerjemahan yang kami alami,” kata Berthold.

Permasalahan utama, diakui Berthold, adalah menemukan esensi estetika yang sama dalam konteks Jerman dan Indonesia. “Kami hanya bisa mendekati aslinya,” ujar Ketua Jurusan Sastra Indonesia di Universitas Bonn ini.

Agus juga mengakui hal yang sama. Ia mencontohkan penerjemahan puisi En klinik yang dalam bahasa Jerman berarti raja hantu. Tapi dalam terjemahannya diubah menjadi Raja Mambang. “Kami harus mencari sosok hantu yang bonafide dari Melayu,” ujarnya. Hal itu, dia menambahkan, untuk memenuhi unsur estetika puisi tersebut.

Menurut Berthold, keinginan menerjemahkan puisi-puisi Goethe sudah ada sejak lebih dari 10 tahun lalu. Sebelum buku ini, beberapa tokoh sudah menerjemahkan beberapa puisi-puisi Goethe, seperti Taslim Ali (1950) dan Ramadhan K.H. (1996). “Selama ini tidak ada yang menguasai sastra Jerman sekaligus berani menerjemahkan puisi,” ujarnya.

Goethe adalah sastrawan dunia yang oleh Ignas Kleden disebut sebagai salah satu dari tiga dewa sastra barat, bersama Dante dan Shakespeare. Salah satu karya fenomenalnya adalah Faust, yang dikerjakannya selama 60 tahun dari 1772 hingga 1831.

Goethe juga dikenal sebagai sosok yang kontroversial, terutama mengenai pandangannya yang mengagungkan kebudayaan Timur daripada Barat. Karya-karya sastranya sering kali terkait dengan hal-hal sufi dan keindahan alam. “Hidup dan matinya bersama alam,” kata Kleden dalam Tempo, 26 Desember 1999.

Goethe lahir di Frankfurt, 28 Agustus 1749, dari pasangan Johann Ccaspar Goethe dan Katharina Elisabeth. Sejak kecil ia sudah disuguhi berbagai keilmuan oleh ayahnya, seperti bahasa Latin, Yunani, Prancis, dan Inggris, termasuk pelajaran menari serta menulis.

Tak mengherankan jika ahli psikologi Catharine M. Cox pada 1929 memberikan angka 210 untuk menggambarkan tingkat kecerdasan Goethe yang melangit.

***

Leave a Reply

Bahasa ยป