AS LAKSANA


Gol A Gong *

Saya hanya tertawa saja ketika membaca ulah AS Laksana. Ada-ada saja. Tentu saya tidak akan melakukannya. Tapi tentu kita tidak bisa melarangnya, bukan? Semua orang bebas dan berhak melakukan apa saja dan harus siap dengan segala resikonya.

Weekend yang aneh. Awalnya saya membaca status Binhad Nurrohmat. Kemudian di Twitter saya membaca status Eka Kurniawan. Juga Kurnia Effendi iseng menulis tentang “rendah hati” di FB. Ade Ubaidil – relawan Rumah Dunia menulis status bersayap. Saya juga membaca status AS Laksana agar semuanya jadi terang.

Barangkali ini efek sampingan dari 2 tahun pandemi Covid-19. Saya juga merasakannya. Kadang ada keinginan berbuat aneh-aneh. AS Laksana tampaknya sedang berada di pusaran itu, karena “frustasi” dengan honorarium cerpen sebesar Rp 50 ribu atau persoalan “status quo” dan pentingnya kedekatan sehingga muncul ide nyeleneh.

AS Laksana mengirimkan cerpen ke Jawa Pos, dimuat Minggu 6 Juni 2021. Kemudian dia membuat status terbuka, bahwa itu bukan cerpen karya dia, tapi karya muridnya. Dan muridnya mengizinkan. Hehehehe, mencari pembuktian dari premis “hanya penulis ternama saja yang cerpennya akan dimuat di Jawa Pos”.

Saya jadi teringat ketika membuka Kelas Menulis Rumah Dunia pada 2002. Hal pertama yang saya katakan, “Tidak boleh mengakui karya orang lain. Tidak boleh menjiplak. Dengan alasan apapun.”

Saya mengenalkan dulu dunia jurnalistik. Saya beri tahu, jika ingin jadi penulis harus memulainya dengan menulis surat pembaca, berita, feature, kemudian esai. Mereka jadi tahu, bahwa jurnalistik itu adalah proses awal menulis fiksi; mereka jadi tahu tentang pentingnya riset lapangan atau pustaka untuk karya fiksi.

Sudah 19 tahun kelas menulis bergulir. Dua tahun berlalu tidak efektif karena pandemi Covid-19. Setiap kelas menulis angkatan terbaru bergulir, saya menegaskan kepada para peserta, minimal dua tahun adalah proses kreatif yang harus ditempuh hingga cerpen mereka berhasil dituliskan. Bacalah buku sebanyak mungkin. Ada yang frustasi, ada yang tetap bersemangat.

Saya terus membacai cerpen-cerpen mereka. Saya menemani mereka, memberikan catatan di setiap akhir cerpen mereka. Saya ajak mereka berdiskusi. Saya dorong mereka untuk jadi diri sendiri. Saya yakinkan kepada mereka, cerpen yang bagus pasti akan mendapatkan tempatnya.

Saya memberitahu kepada mereka, bahwa cerpenmu ini kualitasnya koran lokal atau nasional. Beberapa dari mereka ada yang terus menekuni dunia fiksi tetapi ada yang berusaha realistis dengan menekuni dunia jurnalistik. Karya mereka berupa cerpen dan esai ada yang dimuat di koran lokal dan nasional. Koran Tempo, Republika, Pikiran Rakyat, Media Indonesia, Jawa Pos sudah berhasil ditembus, kecuali Kompas.

Dan saya tidak perlu membuktikan apa-apa kepada orang-orang, apalagi kepada para redaktur koran. Biarkan saja mereka bergelut seperti juga saya – gurunya. Bagi saya pada akhirnya, penulis itu mengabdi kepada pembacanya. Terutama pembaca yang bersemangat ingin jadi penulis.

Nah, Bung AS Laksana, ulahmu itu, ya, betul, cukup sekali saja. Jangan diulangi lagi. Tetap semangat.
***

*) Mentor Kelas Menulis Rumah Dunia

Keterangan Foto: Bagus MS, pembaca yang kemudian berhasil menulis novel. Minggu 6 Juni 2021, novelnya dibedah di Cafe Rendez-vous Rumah Dunia.

One Reply to “AS LAKSANA”

Leave a Reply

Bahasa ยป