Wawancara di bawah ini, diambil dari Grup Facebook Apresiasi Sastra (APSAS) Indonesia
Sigit Susanto : “Günaydin…Mas BJ, salam kenal. Setelah nonton youtube dari Mas Hairus Salim-Gading, sampean bicara tentang Turki, Pamuk dan Kita, buatku menjadi lebih menarik, karena bertemu dengan penerjemah bahasa Turki yang study di Konya dan terlebih menekuni karya Pamuk. Kebetulan aku pernah ke Turki 3x sebagai pelancong, ke Antalia, Kapadokia, Bursa, Istanbul hingga ke Kuda Troya, menyeberang ke Rhodos, Yunani lewat Ephesus. Perjalananku itu kutulis di buku Menyusuri Lorong-Lorong Dunia jilid 3.
Pertanyaanku 1). Bagaimana respon pembaca karya Pamuk di Turki dan adakah pembacaan karya yang dihadiri Pamuk sendiri, mengingat ia pernah diancam oleh kelompok konservatif, karena di novelnya sebut Usmaniyah membunuh puluhan ribu orang Armenia 2). Bagaimana struktur bahasa Turki jika dibandingkan bahasa kita atau bahasa Inggris 3). Kesulitan atau kemudahan apa yang terbesar dalam menerjemahkan karya dari bahasa Turki, mengingat beberapa abjadnya agak beda dengan abjad bahasa Latin? 4). Menurutku, banyak karya sastra dunia yang lebih mudah dialihbahasakan ke dalam bahasa Turki ketimbang sastra dunia ke dalam bahasa kita. Contohnya aku barusan dikirimi teman Turki karya Kafka dalam bahasa Turki yang aku ‘gak mudeng,’ dan aku amati banyak karya2 Kafka sudah dalam bahasa Turki. Bagaimana menurut sampean? Terima kasih banyak.”
Bernando J. Sujibto: “Hayirli günler, terima kasih Sigit Susanto dan salam kenalç .Terima kasih kepada Aspas (Mas Sigit dan Cak Nurel Javissyarqi) sudah membuka ruang diskusi ini. Ya, pengalaman perjanalan yang ditulis Mas Sigit sudah saya baca dalam seri buku-buku yang Mas Sigit tulis.
Saya ingin berbagi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Mas Sigit:
1). Respon rakyat Turki terhadap Pamuk tentu tidak seganas tahun-tahun 2005-2009 di mana kasus hukum tentang penghinaan terhadap Turki masih dalam proses. (Pasal 301 yang menjerat Pamuk akhirnya dianggap selesai, setelah Pamuk membayar denda uang ke pengadilan). Namun begitu, memori tentang Pamuk sebagai pengkritik (rakyat) Turki dan “menjelek-jelekkan” Turki tetap ada sehingga kelompok yang tidak menyukainya tetap eksis. Selepas tahun 2010, Pamuk lebih leluasa untuk berkegiatan di Turki secara lebih terbuka, ikut diskusi buku dan penandatanganan buku-bukunya (imza günü) yang biasa diadakan oleh ikatan penerbit, lembaga pemerintah maupun organisasi. Saya pernah jumpa dan mengobrol dengan Pamuk pada satu acara launching buku dan penandatanganan di Adana. Jadi sekarang sudah mulai lentur, tidak seganas tahun-tahun awal ketika Pamuk berkomentar soal Armenia tahun 2005.
2). Struktur bahasa Turki unik. Ia kebalikan dari bahasa Inggris maupun Indonesia. Strukturnya secara formal begini: Subjek + Objek + Predikat = Ben okula giderim [secara struktur berarti: Aku ke sekolah pergi]. Struktur S+O+P ini adalah struktur bahasa formal dalam dunia akademik, tulisan-tulisan dan pidato. Nah, kata keterangan (adverb) rata-rata ditulis sebelum kata kerja, bisa sebelum S, setelahnya atau setelah O. Sangat bisa juga di akhir kalimat, setelah kata predikat (kata kerja).
3). Kendala utama, seperti juga dalam bahasa-bahasa asing lainnya, adalah a). padanan kata dan istilah yang kadang tidak mudah atau bahkan tidak ada di Indonesia; b). Struktur bahasa yang “kebalik” dari bahasa kita maupun kebanyakan membuat harus benar-benar jeli melihat posisi dan susunan sintaksisnya. Karena keliru di sini, bisa bikin problem dalam penerjemahannya; b). Bahasa-bahasa lama juga cukup perlu hati-hati. Karena bahasa Turki kan bahasa baru, baru dibentuk oleh tim setelah Turki menjadi Republik. Jadi bahasa-bahasa tua dari Ottoman maupun persilangan dari Persia dan Arab kadang cukup butuh kejelian untuk diterjemahkan. Misalnya, dalam novel Pamuk terbaru tentang Pandemi, bahasa-bahasa Turki Ottoman cukup banyak ditemukan, karena latar novel ini akhir abad 19 dan awal 20.
4). Ya, saya merasakan juga ini, Mas. Kenapa Turki sangat masif MENERJEMAHKAN KARYA-KARYA SASTRA DUNIA KE BAHASA MEREKA? Jawabannya tentu “political will” di bawah proyek Turki republik agar “segera melek” secara literasi dan cepat seperti Barat. Jadi mereka sudah punya lembaga penerjemahan resmi milik negara sejak sekitar tahun 40an dan menerjemahkan karya-karya dari bahasa asli mereka, misalkan Rusia, Jerman, Itali, Francis, Spanyol, Persia dan Inggris. Mereka menerbitkan terjemahan dari bahasa pertama semua.
Terima kasih.”
Sigit Susanto: “çok tesekkür ederim”
Bernando J. Sujibto: “Rica ederim, Mas”
***
Wawan Eko Yulianto: “Wah, menarik sekali, dari bahasa Turki. Sejauh ini, untuk konteks Indonesia, seperti apakah komunitas pembaca/penutur/pembelajar/penerjemah bahasa Turki? Apa banyak orangnya? Kalau Bahasa Inggris, Jerman dan Prancis kan relatif sudah sangat banyak yang bisa dijadikan rujukan untuk belajar (baik secara langsung maupun belajar melalui terjemahan2 yang ada). Kalau dari bahasa Turki bagaimana?”
Bernando J. Sujibto: “Sejak 2010, Turki sangat masif menyediakan beasiswa kepada kita untuk kuliah di negaranya (saya termasuk satu di antaranya yang mendapatkan beasiswa studi di sana). Jadi, di Indonesia lumayan sudah banyak yang mengerti bahasa Turki, khususnya percakapan. Tetapi untuk ke penerjemahan masih sedikit dan bisa dihitung. Penerjemahan sastra khususnya baru saya yang memulai.
Di kita juga sudah lumayan ada beberapa keolah Turki dan organisasi mereka yang berkegiatan di sini.
Secara akademis kita belum ada misalkan jurusan bahasa Turki, termasuk juga di Turki belum ada jurusan bahasa sastra Indoensia.
Juga, untuk informasi, karya-karya sastrawan kita paling awal yang diterjemahkan ke dalam bahasa Turki adalah karya Pram berjudul Perburuan (Kaçak) sekitar tahun 1994. Beberapa judul puisi Chairil juga sudah pernah diterjemah. Tapi dari bahasa Inggris.
Sementara karya sastra Turki yang sudah diterjemahkan ke kita sudah cukup banyak, khususnya karya-karya Pamuk yang masih dari bahasa Inggris, diterjemahkan Mas Anton Kurnia, Atta Verin, Rahmani Astuti, dll.”
***
Nurel Javissyarqi: “Mas Bernando J. Sujibto, sebelumnya saya mengucapkan terima kasih sangat atas kesediaan sampean sebagai profil Apsas kali ini. Selanjutnya Alhamdulillah, karena semakin banyak para penulis yang menggeluti alam penerjemahan demi mempertebal khazana keilmuan, khususnya ke dalam dunia kesusastraan di Indonesia. Langsung saja menuju pertanyaan, 1. Sejak tahun berapakah sampean menginjakkan kaki di Negara Turki? Lalu bagaimana, atau seperti apa gairah kesusastraan di sana, dibandingkan tumbuh kembangnya susastra di Tanah Air kita? Ke 2. Banyak tidak kosakata dalam bahasa Turki yang mengambil separan dari bahasa Arab, dan sekitar berapa persen serapan dari bahasa Inggris? Turun ke pertanyaan nomor 3. Sebelum ke sana, apakah sampean telah bisa/menguasai bahasa Turki? Sementara itu dulu, mungkin nanti dilanjut yang lain, suwon sanget…”
Bernando J. Sujibto: “Terima kasih Mas Nurel.
1. Saya ke Turki September 2013-2017
2. Gairah kesusastraan mereka, karena tentu saja pengalaman literasinya lebih lama dari kita dalam artian produksi karya2 dan distribusinya, tentu Turki lebih agresif. Faktor lain karena memang mengaca dan mengekor ke Barat setelah Turki Republik. Iklim kesustraaannya lebih baik secara umum dari kita (meski ini semacam klaim sepihak saya aja), misalnya, 1. jumlah lembaga pemberi anugerah karya sastra lebih banyak dari kita, 2. Stasiun TV masih biasa punya program budaya dan seni, 3. Sisipan buku (macam Ruang Baca di koran Tempo dulu) di koran2 mereka masih jalan, 4. Daya baca dan beli karya sastara bagus, misalnya untuk penulis prosa yang ‘nggak top banged,’ biasa dicetak sampai 10.000 hingga 20.000 kopi. Kalau punya Pamuk, Shafak, Livaneli dan penulis kalaber internasional, sudah biasa dicetak di atas 50.000 di cetakan pertama. Pamuk novel terakhirnya cetakan pertama 300 ribu; dll.
3. Ya, bahasa Turki banyak menyerap dari bahasa Arab, Persia dan Prancis. Saya lupa pastinya, tapi Arab dan Persia paling banyak diserap.
4. Sebelum ke Turki saya tidak bisa bahasa Turki.
Salam.”
Nurel Javissyarqi: “Terima kasih sangat atas jawabannya Mas Bernando J. Sujibto.”
***
Yogas Ardiansyah: “Halo, Pak Bernando J. Sujibto. Salam kenal, saya penerjemah Prancis-Indonesia.
Kalau boleh mendaku, kita sama-sama menerjemahkan bahasa yang boleh dibilang, masih asing, baik secara jumlah pembelajar ataupun tautan budaya, meski sebetulnya Turki dan Indonesia itu “dekat”. Mari saling menyemangati, mengisi celah yang selama ini masih kosong, yakni sebisa mungkin menerjemahkan dari bahasa awalnya. Bila kebiasaan itu sudah ngrembaka (mekar), saya yakin, susastra kita akan lebih terlihat cerah beraneka warna.
Tabik dan tahniah, Pak. Sehat sejahtera buat kita semua.”
Bernando J. Sujibto: “Terima kasih Mas Yogas. Ya, Turki sangat baru dan bisa dibilang cuma sekitar 2 orang yang menerjemah sastra, satunya sastra populer. Tapi rata2 masih dari bahasa kedua. Mari terus berkarya … Salam.”
***
Bernando J. Sujibto
Sociology Department, Faculty of Social and Humanities, UIN Sunan Kalijaga, Jl. Laksda Adisucipto, Sleman, Yogyakarta, Indonesia
Formal Education:
Islamic Yunior & Senior High School, Pondok Pesantren Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep.
S1 – Sociology Department, Faculty of Social and Humanities, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta.
S2 – Sociology Department, Institute of Social Science, Selcuk University, Turkey.
Exchange Program:
English Programs for Internationals (EPI), University of South Carolina, USA.
Muslim Exchange Program (MEP), Australia.
Research Areas:
1. Sociological theory
2. Cultural sociology
3. Youth & contemporary activism
4. Social act & religious behavior
Book Chapters:
1. Kajian Islam Multidisipliner (UIN Syarif Hidayatullah, 2009);
2. Islam dan Terorisme (Obsesi Press, 2010);
3. Islam National Character Building dan Etika Global (UIN Suka Press, 2010);
4. Berjalan Menembus Batas (Bentang Pustaka, 2012);
5. Hidup Damai di Negeri Multikultur (Gramedia, 2017);
6. Muslim Milenial (Mizan, 2018);
7. Turki yang Tak Kalian Kenal! (Ircisod, 2017);
8. Jalan-Jalan ke Turki (Diva Press, 2019);
9. Turki yang Sekuler ( Ircisod, 2020);
10. etc.
Personal Books:
1. Rusuh Makassar (Solusi Publishing, 2013),
2. Guide Book for Scholarship Hunter (Diva Press, 2014);
3. Rumbalara Perjalanan (Diva Press, 2017);
4. Harun Yahya Undercover (2018);
5. Bahasa Turki Dasar (2018);
6. Aku Mendengarmu, Istanbul (2019),
7. Salahuddin Al-Ayubi dalam Kisaran Mitos dan Sejarah (Mizan, mau terbit),
8. Raksasa Bermata Biru (terjemahan puisi Nazim Hikmet, Basabasi, 2018),
9. Terapi Rumi (2016/2021),
10. etc.
Email: bj.sujibto@uin-suka.ac.id bernando.js@gmail.com
Social Media: FB: Bernando J. Sujibto Twitter: @_bje Instagram: @bjeben
Contact: +62813 3979 1819
About: I am passionate about sharing knowledge, conducting research in the fields of peace, youth, social activism, and contemporary sociology, and keen on reading, writing and translating.
Work: Lecturer, writer, editor, and translator.
Institution: State Islamic University (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Indonesia.
Language Skills: Indonesian, English, Turkish and Arabic.
Technical Skills: Social project initiator, Community-based capacity building trainer, Writing trainer.
***
Buku-buku karya Bernando J. Sujibto dan terjemahannya:
One Reply to “Obrolan penerjemahan karya dari bahasa Turki ke bahasa Indonesia bersama Bernando J. Sujibto”