SEBUAH PENGANTAR : WAJAH PUISI DALAM LITERASI


A. Syauqi Sumbawi *

BACALAH! (iqra’), begitulah perintah pertama untuk seluruh umat manusia. Tentunya, perintah ini bukan sekedar membaca tulisan (aksara), melainkan “membaca” keberadaan yang tidak bisa dilepaskan dan selalu mengelilingi manusia, yaitu hidup dan kehidupan itu sendiri. Membaca peristiwa (kauniyah) dan diri sendiri. Lantas, apa perintah Tuhan berikutnya?! Tidak lain, adalah menulis. Bukan hanya sekadar menyusun huruf-huruf (tulisan), tetapi menulis jalan hidup kita dengan penuh kesadaran. Termasuk kesadaran dalam proses literasi.

Sebagaimana diketahui, literasi merupakan istilah umum yang merujuk pada seperangkat kemampuan dan ketrampilan individu dalam membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah pada tingkat keahlian tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

Pada umumnya, proses literasi mengarah pada pengalaman bahasa atau “membaca”, untuk mendapatkan pemahaman serta menumbuhkan kesadaran baru, dimana pada gilirannya akan melahirkan manusia yang kuat dan berkarakter. Karena itu, tidak heran jika literasi menjadi bagian integral dari pendidikan nasional. Bahkan secara historis, lahirnya pergerakan kebangkitan nasional hingga fase perjuangan kemerdekaan, (menurut penulis) tidak bisa dilepaskan dari literasi, yaitu lahirnya kesadaran baru: nasionalisme Indonesia.

Maraknya kegiatan baca-tulis dan berkarya dalam bentuk buku, baik genre sastra, muatan local content maupun ragam tulisan lainnya, menandakan bahwa literasi telah menjadi gerakan masyarakat, termasuk di kabupaten Lamongan yang dinilai oleh beberapa kalangan berada di papan atas secara nasional. Tentunya, hal tersebut tidak bisa dipisahkan dari sinergi bersama, baik pemerintah melalui perpustakaan daerah, pegiat dan komunitas literasi, maupun masyarakat baca secara keseluruhan. Dan tidak bisa dilupakan, yaitu keberadaan percetakan dan penerbit di Lamongan, terutama Pustaka Ilalang dan unit usahanya yang lain.

Buku “Wajah Puisi dalam Literasi” ini merupakan rekaman atas kegiatan literasi di Lamongan, terutama yang digelar dalam bentuk acara bedah buku antologi puisi oleh beberapa komunitas di Lamongan. Berangkat dari catatan kesan atau makalah untuk bedah buku, kumpulan tulisan ini dimaksudkan sebagai apresiasi terhadap karya-karya dan penulis Lamongan. Juga, sebagaimana fungsinya sebagai kritik apresiatif, yaitu menjembatani masyarakat pembaca dengan karya-karya puisi dalam antologi tersebut.

Akhirnya, selamat membaca, selamat mengapresiasi, dan selamat berkarya.
***

NB: Terimakasih kepada Perpusda Lamongan atas program penerbitan dan silaturahmi. Oya, ngomong-ngomong, saya tercatat sebagai pemustaka dengan No. Anggota: 2100 di awal tahun 2005. Menikmati pengalaman pindah tempat, yaitu di sekitar dinas kesehatan (sekarang), dinas kearsipan, dan di sebelah timur terminal (hingga kini). Membuat saya harus berurusan dengan pak Asan.

*) Ahmad Syauqi Sumbawi, sastrawan kelahiran Lamongan 28 April 1980. Menulis cerpen, puisi, novel, esai, kritik, dll. Sebagian karyanya dipublikasikan di media massa. Puisi-puisinya terkumpul dalam antologi: Dian Sastro For President; End of Trilogy (Insist, 2005), Malam Sastra Surabaya; MALSASA 2005 (FSB, 2005), Absurditas Rindu (2006), Khianat Waktu (DKL, 2006), Laki-Laki Tanpa Nama (DKL, 2007), Gemuruh Ruh (2007), Kabar Debu (DKL, 2008), Tabir Hujan (DKL, 2010), Darah di Bumi Syuhada (2013), Pesan Damai di Hari Jumat (2019), Menenun Rinai Hujan (2019). Dan beberapa cerpennya dapat dibaca pada kumpulan: Sepasang Bekicot Muda (Buku Laela, 2006), Bukit Kalam (DKL, 2015), Di Bawah Naungan Cahaya (Kemenag RI, 2016).
Sementara antologi tunggalnya: Tanpa Syahwat (Cerpen, 2006), Interlude di Remang Malam (Puisi, 2006), dan #2 (SastraNesia, Cerpen 2007). Novel-novelnya yang telah terbit: Dunia Kecil; Panggung & Omong Kosong (2007), Waktu; Di Pesisir Utara (2008), dan “9” (2020). Sedangkan bukunya dalam proses cetak ulang “#2,” dan Limapuluh (kumpulan puisi) segera hadir. Selain menulis, juga berkebun, dan mengelola Rumah Semesta Hikmah, dengan kajian dibidang sastra, agama dan budaya, di dusun Juwet, Doyomulyo, Kembangbahu, Lamongan.

Leave a Reply

Bahasa »