kepadapuisi.blogspot.com
SAJAK BUAT ANAKKU
Sampai di manakah cinta Ayah dan Ibu, Anakku
kalau tidak hingga ke ujung-ujung jari?
Akan tinggal saja menggapai, melambai dari stasiun kecil.
Pelabuhan terpencil.
Kemudian engkau sendirilah Ayah dan Ibu
dari Nasibmu
Terimalah Bumi dan Langit, hujan terik
siang serta malam hari kalbumu.
Sekali kan tiba saat kau tegak sendiri
Berdirilah atas bahu, ya, pijaklah kepala kami
jangkau bintang-bintang yang dari abad ke abad
cuma dapat kami tengadahi!
1963
SURAT BERTANGGAL 17 AGUSTUS 1946
Kami sambut fajar kami dengan cara tersendiri:
Tenggorok perunggu serak memaki-maki angkasa hitam
yang gemetar atas bumi karat dan rongsokan
tempat tulang-tulang abad lampau rapuh oleh asin air mata.
Hari ini pemuda-pemuda mengganti hati mereka dengan baja
Agar bisa tidur berbantal batu dan berselimut angin
Sedang bagi gadis-gadis kami hadiahkan mawar api
Kembang di ujung senapan, bau mesiu alangkah wangi!
Dengar! Lidah-lidah api memanggil di malam sepi,
berdentam, berdesing!
Kami pun ke luar, membajak Tanah Air dengan sangkur
telanjang
Menyiramnya dengan darah, memupuknya dengan serpihan
daging,
karena langit hanya menghujankan api dan besi, api dan besi.
1965
KOTA KELAHIRAN
Menghimbau kotaku di dasar hijau lembahmu
Dinafasi angin di dua musim
Ketika fajar berlinang embun
Dan gugur bunga-bunga kemarau.
Berapa banyak di sana bulan jatuh ke kali
Terapung dalam alir rindu kita
Surat-surat terlambat atas rentangan rel kereta
Jendela yang senantiasa terbuka ke arah masa lalu.
Berapa banyak di sini hujan menguyupkan hatiku
Dan malam lewat atas pelupuk mata terbuka
Jalan panjang merangkai tahun ke tahun
Di likunya wajah-wajah berdesak menyuruki sepi.
1960
PRIANGAN
Di sini tinggal bangsa petani
Hati berakar di dalam bumi
Sedang kali kehidupan
Berhulu di kubur leluhur.
Di sini lahir bangsa musafir
Barkawan lembah gunungmu
Jalan kenangan bersilang
Menjangkau dusun dan kota.
Di sini hidup bangsa penyair
Kekasih bulan purnama
Kecapi malam cendana berukir
Semerbak lagu Cianjuran.
1960
NYANYIAN TANAH AIR
Gunung-gunung perkasa, lembah-lembah yang akan tinggal
menganga
dalam hatiku. Tanah airku, saya mengembara dalam bus
dalam kereta api yang bernyanyi. Tak habis-habisnya hasrat
menyanjung dan memuja engkau dalam laguku.
Bumi yang tahan dalam derita, sukmamu tinggal terpendam
bawah puing-puing, bawah darah kering di luka,
pada denyut daging muda
Damaikan kiranya anak-anakmu yang dendam dan sakit hati,
ya Ibu yang parah dalam duka-kasihku!
Kutatap setiap mata di stasiun, pada jendela-jendela terbuka
kucari fajar semangat yang pijar bernyala-nyala
surya esok hari, matahari sawah dan sungai kami
di langit yang bebas terbuka, langit burung-burung merpati
1963
Saini K.M., lahir di Sumedang, Jawa Barat, 16 Juni 1938. Menyelesikan pendidikan kesarjanaannya di Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Keguruan Sastra dan Seni Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Bandung. Naskah dramanya yang mendapat hadiah Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Pangeran Sunten Jaya (1973), Ben Go Tun (1977), Serikat Kaca Mata Hitam (1979), dan Sang Prabu (1981). Naskah dramanya yang lain, Kerajaan Burung (1980) dan Kalpataru (1981) mendapat hadiah Direktorat Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sebuah Tumah di Argentina (1980) mendapat hadiah Badan Komunikasi Penghayatan Kesatuan Bangsa DKI Jaya, dan Ken Arok (1985) mendapat hadiah Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1991). Naskahnya yang lain, Pengeran Geusan Ulun (1963), Siapa Bilang Saya Godot (1977), Restoran Anjing (1979), Panji Koming (1984), Syekh Siti Jenar (1986), Dunia Orang, Mati (1986), Madegel (1987), dan Orang Baru (1988). Kumpulan esainya, Beberapa Gagasan Teater (1981), Dramawan dan Karyanya (1985) serta Teater Indonesia dan Masalahnya (1988). Kumpulan puisinya, Nyanyian Tanah Air (1968), Rumah Cermin (edisi 1, 1979), Sepuluh Orang Utusan (1989), dan Rumah Cermin (edisi 2, 1996). Sajak-sajaknya telah diterjemahkan dalam bahasa Inggris, Prancis, dan Jerman. Saini sempat mengasuh kolom “Pertemuan Kecil” di harian Pikiran Rakyat. Kumpulan esai dan bahasannya dalam “Perteman Kecil” telah dibukukan dalam Puisi dan Beberapa Masalahnya (1993). Atas jasanya menumbuhkan kreativitas kepenyairan di kalangan penyair muda, mendapat Anugerah Sastra dari Forum Sastra Bandung (1994). Tahun 1995-1999, pendiri Jurusan Teater Akademi Seni Tari Indonesia, Bandung, ini menjabat Direktur Direktorat Kesenian Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.