Tuhan Tidak Semewah di Jawa Timur


Muhammad Yasir

Hazin adalah seorang pemuda jelek dan residivis yang tidak memiliki bayangan terhadap dunianya dan dunia orang lain. Selain minum dan berjudi, acap kali dia memeras anak-anak penggede di kampung perbatasan Lamongan-Gresik. Sungguhlah sukar diterima akal sehat, karibnya adalah sebilah gergaji besi yang dia simpan di pinggangnya. Itulah yang membuat kaum pemuda dan kaum tua di kampung itu menolak bahkan merasa jijik atas kehadiran Hazin di antara mereka.

Seorang pemuka mengatakan, Hazin telah dikutuk karena perbuatannya yang melanggar ajaran agama. Tidak ada obat untuknya, selain pergi dari kampung inilah. Karena itu, para administrator kampung, tetua, dan pemuka menyarankan agar Hazin segera dibawa ke rumah sakit jiwa atau dinas sosial untuk dipulihkan seperti sedianya.

Sebelumnya, kuberitahu engkau, Hazin adalah seorang alim. Saking alimnya, dia bahkan tidak memiliki waktu sedikit pun untuk urusan duniawi. Tetapi, ketika waktu dan terik matahari membakar dan melenyapkan jejak langkah Syeikh Subakir alias Maulana Muhammad al-Baqir di tanah-airnya. Dan, beberapa hari kemudian, tidak membutuhkan waktu lama bagi para petugas rumah sakit jiwa menangkap Hazin. Dia ditangkap sebelum subuh di pos kamling ketika terlelap dalam kenikmatan Arak dan mimpi indah; mimpi yang menghadirkan mendiang ibunya.

Sebulan kemudian, entah bagaimana caranya, Hazin berhasil kabur dan kembali ke kampungnya. Pada hari Senin yang sibuk, ketika para petani ke sawah, para pedagang membuka toko mereka, dan para pemuka sibuk memberikan pidato keagamaan, Hazin berlari keliling kampung, ke gang demi gang, sembari meneriakan: “Kalian orang-orang gila yang jahat sialan! Kalian mengirimku ke rumah sakit jiwa karena ketidaktahuan kalian! Manusia seperti kalian akan diazab Tuhan! Tunggu dan lihat saja nanti!” Begitulah.

Dan semenjak itu, orang-orang jarang melihat Hazin berkeliaran di jalan-jalan kampung, di pos kamling, atau di rumahnya yang telah dirampas oleh pamannya karena khawatir Hazin akan menjual rumah itu, sekali pun dia adalah ahli waris. Tidak ada yang tahu, bahwa Hazin telah mendirikan sebuah pondok di tengah hutan keramat yang dipenuhi pohon jati dan semak belukar.

Oh ya… maafkan, hanya ada seorang yang mengetahui itu. Daliman, seorang peternak kambing yang derma yang kerap mencari pakan ternak di hutan itu. Tetapi, tidak sekali pun dia mengatakan kepada para penduduk di mana Hazin berada selama ini. Dia pula yang tidak sekali dua membawakan beras dan ikan kering serta perlengkapan memasak untuk Hazin. Daliman berpendapat bahwa orang-orang seperti Hazin telah diberi jalan sendiri lengkap dengan kelebihannya oleh Tuhan. Tidak seorang pun, termasuk dirinya, memiliki hak dan kuasa memperlakukan Hazin di luar akal sehat dan nurani.

Engkau harus mengetahui bahwa kampung di perbatasan Lamongan-Gresik itu adalah kampung yang akan membuatmu takjub. Betapa tidak? Rumah mereka, nyaris semuanya mewah dan lengkap dengan kuda dan kereta modern. Karena itulah, untuk membuktikan bahwa mereka adalah umat Muhammad yang alim dan taat, mereka mendirikan rumah-rumah Tuhan yang mewah lengkap dengan perabotan yang mewah pula.

Bahkan, pintu gerbang salah satu rumah Tuhan terbuat dari trali perak utuh yang didatangkan langsung dari Kota Gede, Yogyakarta! Tuhan! Sekali pun cahaya bulan mengenai semua sisinya, trali besi itu akan berkilauan dan menggiurkan dalam situasi yang mengerikan seperti sekarang ini. Tentu saja, ya! Kursam, seorang penggede besi akan sangat senang dan membayar mahal, jika seseorang membuat trali perak itu menjadi potongan-potongan dan membawa kepadanya. Jika!

Kuberitahu engkau sesuatu yang lain yang tidak kalah menakjubkan dari rumah Tuhan yang bertrali perak itu. Dua ratus kaki ke Barat kampung itu, persis di tepi jalan perlintasan, ada sebuah rumah Tuhan berbentuk kapal yang mewah dan lengkap. Rumah Tuhan ini, tidak seperti rumah Tuhan lainnya, di sana akan selalu dipenuhi para penggede dan keluarga mereka – hanya mereka yang boleh beribadah di sana. Kata marbot tua yang dua tahun ini bekerja di rumah Tuhan itu, sebulan para penggede menggajinya empat juta rupiah. Wajar saja, seorang dalam setahun dia telah memiliki mobil SUV terbaru.

Sebelum embun mulai turun dan menyelimuti kampung, Hazin berjalan telanjang kaki menuju rumah Tuhan berbentuk kapal modern dan tanpa penjagaan itu – marbot tua itu pulang lebih awal karena takut mobil SUV terbarunya digores remaja bengal di kampung itu. Jadi, selama dalam pengasingan dirinya, Hazin memokuskan diri salat tahajud. Tetapi, baru kali ini, dia memilih untuk melaksanakannya di rumah Tuhan milik penggede di kampung itu. Dan, sebilah gergaji besi itu tidak pernah lekang dari pinggangnya. Seselesainya, Hazin pergi ke belakang rumah Tuhan itu dan segera mencabut gergaji besi itu dan mulai menggergaji sudut dinding bagian kiri hingga sebesar bata, kemudian membawanya pulang begitu saja, terus-menerus.

Para penggede dan marbot tua tidak tahu bahwa Hazin telah meruntuhkan rumah Tuhan berbentuk kapal itu, karena administrator negara magis itu telah melarang siapa pun dan dari kelas mana pun untuk melakukan kegiatan di luar rumah. Dan, karena takut bernasib sama dengan orang-orang yang dipaksa naik ke Sorga yang diberitakan koran dan televisi, para penggede memilih untuk di rumah saja selama berbulan-bulan.

“Ya Tuhan! Iblis macam apa yang telah melakukan kejahatan ini!” Teriak marbot tua itu setelah menyaksikan rumah Tuhan berbentuk kapal modern itu. Sontak, bayang-bayang kemarahan para penggede menjalar ke tubuhnya dan bayang-bayang bahwa dia akan dipecat membuatnya menangis, berguling-guling di tanah. Orang-orang yang melintas, terpaksa berhenti. Dan, dengan lepas, mereka tertawa menyaksikan marbot tua itu.

“Ya Tuhan!” Teriaknya lagi setelah bangkit dan berlari ke mobilnya dan memeluknya, seakan-akan mobil itu memiliki kemuliaan setara Muhammad. Begitulah, berjam-jam, hingga datang salah seorang penggede yang marah besar ketika marbot tua itu menjelaskan apa yang sudah terjadi.

Sepanjang hari, setelah meruntuhkan rumah Tuhan berbentuk kapal itu, Hazin tampak sibuk membangun surau di belakang pondoknya, hingga pada hari ketiga Daliman, peternak yang baik kepada Hazin, lari tergapah-gopoh menghampirinya.

“Mereka tahu, entah dari siapa, bahwa aku mengetahui keberadaanmu! Mereka menghakimiku dengan pukulan dan tendangan! Sekarang, kumohon kepadamu Hazin, pergilah! Hentikan sementara pekerjaan ini!”

Hazin semringah. Kemudian berkata, “Aku sudah menduga dan aku takkan lari dari kaum munafik ini, Daliman. Oh! Kemarilah! Akan kugotong engkau ke pondok dan biarkan aku mengobati lukamu!”

“Hazin! Tolonglah! Pergi dan sembunyi!”

“Tidak akan. Kemarilah, Saudaraku!”

Sejam kemudian, datanglah para penggede dikawal serdadu bersenjata lengkap dan sekawanan Sepherd yang ganas tidak kenal ampun dan terlatih. Salah seorang penggede, seorang lelaki yang glamor, memaki Hazin dan Daliman serta menyuruh mereka keluar menghadapi mereka. Keluarlah Hazin sembari semringah, sementara Daliman terbaring menahan sakit dan was-was.

“Wahai Karim… penggede yang terhormat…”

“Hentikan kata-kata busukmu itu! Sekarang juga, akui bahwa engkaulah pelakunya! Atau…”

“Aku akan dibunuh?!”

Karim, penggede yang berteriak tadi, memperhatikan kawan-kawannya dan para serdadu.

“Wahai Karim… penggede yang terhormat. Katakan kepadaku! Apakah aku akan dibunuh? Ha-ha, silakan! Wahai serdadu! Bidiklah bagian tubuhku yang mana yang kalian ingin. Silakan! Silakan!” Kata Hazin sembari maju dua kaki.

Semua bergeming.

“Silakan, Karim! Terlaknatlah kalian yang telah memberhalakan Tuhan dengan membuat rumah Tuhan yang aneh hanya untuk eksistensi duniawi kalian! Sementara itu, kalian tidak sekali pun acuh terhadap petani-petani yang gagal panen karena wabah tikus menyerang sawah dan membuat para petani membakar lumbung mereka! Tembak! Tembaklah! Benar! Bahwa aku yang meruntuhkan pemberhalaan kalian itu. Aku memotongnya menyerupai batu bata, kemudian akan kudirikan surau di sini! Ayo tembaklah!”

Semua bergeming.

Tiba-tiba seekor Sepherd menggonggong dan menggigit kaki salah seorang serdadu. “Dor!” Timah panas begitu cepat melesat dan tertanam di jidat Hazin. Tanpa keluh, Hazin jatuh ke tanah yang ditutupi dedaunan kering. Menyaksikan itu, Daliman melompat dari pondok dan mencoba menyelamatkan Hazin, tetapi sia-sia. Hazin telah naik ke Sorga melalui seekor anjing Sepherd dari Jerman. Suasana menjadi hening dan biru.

Lamongan-Gresik-Surabaya, 2021.

Leave a Reply

Bahasa »