Membaca Enskolpedi Kesedihan karya Beno Siang Pamungkas membuatku mabuk. Maksudku, mabuk ke dalam suatu zaman yang nyaris kulupakan; zaman kebodohan, begitu aku menamakannya.
Di zaman itulah kami, anak-anak Kalimantan, menyukai pepohonan yang dieksekusi kemudian diikat rapi ribuan kubik jumlahnya untuk dikirim ke Jawa, Singapur, dan China.
Pada puisi EKSEKUSI POHON-POHON halaman 32, terang sudah bahwa kata “Eksekusi” – tanpa Beno sadari – itu menjadi pertunjukan yang asyik dan gratis! Sepanjang hari kami dihibur perahu-perahu besar, di mana di haluannya kami bisa melompat menirukan tokoh-tokoh goblok dari Barat!
Setahun sebelum aku lahir, dalam puisi itu, Beno menulis:
pohon terakhir
telah dimakamkan
di delapan mata angin
“pohon terakhir” pada tahun 1993! Artinya, setahun sebelum aku dilahirkan dan mengetahui bahwa ada siang, ada malam, ada matahari, ada bulan, Beno telah memperingatkan kepada orang-orang sebelum aku bahwa kekerasan kekuasaan dan kejahatan hukum yang dilakukan mafia kayu waktu itu akan memberikan pertanda bahwa:
ada suara yang menggemuruh
marabahaya
yang mengucur
dari luka!
Itu semacam kenyataan yang menggumul di dada dan tidak meledak. Menjadi duka berkepanjangan. Menjadi peringatan kematian dini. Menjadi nafas panjang penindasan. Menjadi khasanah kelaknatan segelintir manusia.
Bagiku, itu kesenangan selain hari Minggu tetangga akan menyalakan diesel dan menyetel televisi. Kami di sana, tidak terluka, tetapi berkhayal menjadi Power Rangers yang kuat dan berani menghadapi para monster baja; itulah kilang minyak yang menjadi minyak goreng, sabun, shampoo, dan kosmetik untuk kita!
Tidak ada:
ini berita
dari padang
yang luka
Kami senang, karena banyak orang akan memiliki diesel dan televisi. Tidak ada luka untuk ini, Beno. Kami akan menjadi Power Rangers!
Tidak ada:
tanah bengkah
bumi belah
hutan menjelma belantara luka
Orang-orang mencintai Soeharto dan doktrinnya. Bagi mereka, Soeharto adalah pesugihan yang masyhur. Soeharto pula yang telah menciptakan banyak orang-orang kaya yang menjadi mafia. Jadi, mengapa Ensiklopedi Kesedihan ini membuat aku mabuk?! Tidak lain, bahwa kekuatan kata-kata di dalamnya melahirkan kesedihan, kesadaran, dan semangat pembebasan yang kalah!
Beno kalah. Kami kalah banyak: “tak ada lagi sisa”! Dan, kami menjadi “tarzan manusia” yang diburu tangan baja dan tertangkap, kemudian “terpenjara pendingin ruangan” mencerdaskan kehidupan bangsa “dan kotak-kotak kaca” dunia abad 21 yang membuat kami menjadi bagian dari Kalimantan, Pulau yang Pernah Ada di Bumi dan kepalamu!
*ini terpaksa kuhentikan, kabar bahwa Mamakku sakit, datang!