Budi Darma: Karya sastra harus tetap memerhitungkan makna
Ribut Wijoto
beritajatim.com, 21 Agu 2021
Budi Darma meninggal dunia, hari ini, Sabtu (21 Agustus 2021). Ikon sastra Jawa Timur ini meninggal di usia 84 tahun. Dalam beberapa bulan terakhir, oleh faktor usia, Budi Darma beberapa kali mengalami gangguan kesehatan.
Budi Darma adalah orang yang telaten dan bijaksana. Sikap itu terlihat ketika dia memimpin sidang juri Lomba Cerpen Dewan Kesenian Surabaya. Sidang juri dilaksanakan di rumah Budi Darma, Perumdos Unesa Ketintang Surabaya, 15 Desember 2019. Budi Darma (ketua juri), Mashuri (anggota juri), Bramantio anggota juri), dan saya (ketua panitia lomba).
Saya cukup terkesima dengan cara Budi Darma memimpin sidang. Dia meminta saya menjelaskan teknis penjurian, meminta pandangan Mashuri dan Bramantio tentang karya-karya peserta lomba. Dengan seksama, dia simak apapun yang diucapkan oleh lawan bicara. Dan dengan ketekunan luar biasa, entah generasi sekarang masih cukup telaten atau tidak, Budi Darma mencatat poin-poin ucapan. Mencatat dengan pulpen di atas kertas.
Budi Darma seorang profesor. Salah satu sastrawan terkemuka di Indonesia. Dan di hadapan dia, 3 orang yang usianya terpaut sekitar 40 tahun lebih muda. Itu pun dia tidak berusaha mendominasi pembicaraan. Dia lebih banyak mendengar dan meminta pendapat. Lalu mencatatnya.
Meski santun, Budi Darma tetaplah Budi Darma. Seorang intelektual yang kritis terhadap perkembangan sastra dan budaya di Indonesia. Kepada kami, Budi Darma memaparkan pandangannya tentang masyarakat urban dan karya sastra generasi milenial.
Menurut Budi Darma, kehidupan masyarakat urban ada kalanya mirip kehidupan Mickey Mouse. Kerja Mickey Mouse adalah melompat-lompat, lari ke sana ke mari, bersembunyi di tempat ini dan itu, lari lagi, melompat-lompat lagi, tanpa henti.
Ada kesan bahwa Mickey Mouse melompat-lompat demi kepentingan melompat-lompat itu sendiri, lari ke sana ke mari demi kepentingan lari ke sana dan ke mari itu sendiri, dan bersembunyi tidak lain adalah demi kepentingan bersembunyi itu sendiri.
“Semuanya boleh dikatakan tanpa makna, dan inilah yang dinamakan absurditas, hidup mengulang-ulang hal-hal sama demi kepentingan mengulang-ulang itu sendiri,” kata Budi Darma, ketika itu.
Dalam perkembangan zaman, tutur Budi Darma, muncullah istilah “urban-hive” untuk mengisyaratkan, bahwa kehidupan urban makin lama makin dipenuhi aktivitas, dan makin lama jumlah penduduknya makin banyak. Istilah ini juga menyiratkan, bahwa aktivitas dalam kehidupan rural makin menipis, sebab sebagian besar aktivitas dengan deras dialirkan ke kota-kota besar.
Jumlah kelahiran tidak seimbang dengan jumlah mortalitas, dan karena itu aktivitas di kota-kota besar didominasi oleh generasi milenial. Kota-kota besar seolah-olah menjadi milik generasi mileneal, dan karena jumlah generasi miliah tumbuh dengan cepat, maka kehidupan milenial dipenuhi pula oleh kompetisi.
“Mereka yang mampu memanfaatkan fasilitas urban menjadi pemenang, dan mereka yang tidak mampu memanfaatkan fasiltas urban menjadi underdog,” kata Budi Darma.
Dilanjutkannya, memang benar bahwa orang-orang tua mempunyai peran juga dalam kompetisi di kota-kota besar, namun pada hakikatnya para pemain utama dalam kompetisi itu tidak lain adalah kaum milenial. “Mereka berjuang untuk menjadi pemenang dalam pertarungan the survival of the fittest, dan, mau tidak mau, berbagai aktivitas pun dilakukan untuk merebut kemenangan,” imbuh Budi Darma.
Lalu bagimana dengan karya-karya sastra para pengarang generasi milenial? Menurut Budi Darma, para pengarang milineal mempunyai sensivitas yang bagus. Pengarang milenial mampu mengungkapkan respons terhadap tema dalam bentuk karya sastra. “Mayoritas mereka mampu membangun struktur cerita yang bagus,” katanya.
Satu hal pesan Budi Darma. Karya sastra harus tetap memerhitungkan makna. Jangan sampai karya sastra milineal terjebak seperti kehidupan Mickey Mouse. Melompat-lompat demi kepentingan melompat-lompat itu sendiri, lari ke sana ke mari demi kepentingan lari ke sana dan ke mari itu sendiri, dan bersembunyi tidak lain adalah demi kepentingan bersembunyi itu sendiri.
[but]