Mengenang Budi Darma lewat Bibir yang Selalu Basah itu, Prosa Taufiq Wr. Hidayat
Fatah Yasin Noor
Budi Darma menulis demi menulis itu sendiri. Kalimat-kalimat yang ia tulis selalu enak dibaca dan selalu menyenangkan hati. Kalau ada kemuraman dalam kata-katanya, percayalah, itu bukan kemuraman demi kemuraman itu sendiri. Budi Darma ditakdirkan menjadi sastrawan terkemuka di Indonesia karena ia suka menulis demi menulis itu sendiri. Kemuraman yang terekam dalam sekian banyak tulisannya adalah kejujuran. Budi mencoba meneropong dirinya sendiri. Kadang hasil teropongannya ngelantur mengerikan. Budi Darma selalu gelisah, dan yakin dibalik masyarakat lingkungannya yang seolah berjalan normal tak lain dan tak bukan adalah abnormal.
Tulisan Fiq ini kalau boleh saya bagi, akan menjadi dua tema. Pertama adalah perempuan jernih dari desa berbibir selalu basah. Kedua ialah mengenang berpulangnya sastrawan besar Indonesia Budi Darma. Meninggal dunia hari Sabtu, 21 Agustus 2021. Keliaran imajinasi Budi Darma tengah diterjemahkan oleh Fiq dengan perempuan muda belia dari desa yang bibirnya tampak selalu basah. Rafilus dan Olenka adalah dua novel absurd Budi Darma. Meski dengan hati-hati kita Ra membaca dua novel itu, tetap saja absurd. Tokohnya tak lain dan tak bukan adalah orang-orang aneh yang soliter. Orang aneh dengan cara bermasyarakat yang juga penuh misterius. Rafilus hidup di Surabaya di lingkungan penuh lonjoran-lonjoran besi dekat Stasiun Wonokromo. Sastrawan yang baik memang tak pernah menilai secara hitam putih. Tokoh Rafilus ia eksplorasi sedemikian rupa sampai menimbulkan kengerian, kemisteriusan, sekaligus keanehan yang berbenturan dengan kaedah hidup manusia pada umumnya. Kita diasikkan dengan gaya penceritaan Budi Darma yang lugas. Bahasa Indonesia menjadi sangat sempurna di tangan Budi Darma.
Saya kira Fiq nyaris telah membaca semua tulisan Budi Darma. Tulisan fiksi maupun esai-esainya tak ada bedanya. Membaca tulisan Budi Darma tidak melelahkan. Pada hakikatnya karya sastra dan esai-artikel Budi Darma banyak sekali. Kalau dikoleksi akan menjadi satu rak besar sendiri. Tapi entah kenapa Budi Darma seperti meninggalkan warisan karya cuma sedikit. Sejak kemarin dan sampai hari ini saya kembali menyentuh buku-buku karya Budi Darma. Juga sempat membaca tulisan @Ribut Wijoto di obrolan grup WhatsApp tentang kesannya pada Budi Darma.
Tapi perempuan belia berbibir tampak selalu basah itu melahap karya sastra Budi Darma. Tak disebutkan nama perempuan itu karena Fiq, dikomentarnya menyatakan jangan-jangan ini bukan kisah fiktif. Kisah tentang pejabat pemerintah kaya raya punya perempuan simpanan memang ada dalam kenyataan. Tampaknya kita, para lelaki hidung belang, punya kecenderungan yang sama. Punya “istri” simpanan yang sangat menggairahkan lahir dan batin. Berkat adanya nafsu syahwat pejabat budiman itulah penghidupan perempuan dan kerabat sanak kadang yang jauh tinggal di desa ikut sejahtera. Amal baik itu dicatat malaikat yang dipertimbangkan nanti di hari kemudian. Rantai kesejahteraan juga nyamper ke pemuda ganteng perkasa piaraan perempuan belia berbibir basah. Kisah ini sebenarnya hanya sampiran belaka, tapi kalau kita resapi akan menyentuk pada makna luas tentang kebenaran. Bisa berbenturan juga dengan agama dan norma-norma budaya.
23 Agustus 2021