arsippenyairmadura.com, 13 Mar 2017
Ternyata Sudah Sangat Malam
ternyata sudah sangat malam
aku bersama waktu
bertukar sepi bertukar mimpi
detik-detik menghantarkan alur menungku
ke segala penjuru, melaju
sedayu daun kering dalam sepoi angin
kuragah asa mungkin rembulan rapatkan cahaya
kejora berkilap di dada
kupecut jantung berdegub kencang
ya malika kulli hal
aku ksatria yang terluka dalam perang
aku tak ingin mati sebelum menang
membunuh musuh di dalam diri…
nurani dan birahi
bercakap tentang gairah yang bergelombang
hati dan pikiran berkeluh:
ke mana hendak melangkah, o, ke mana
hendak melangkah?
ke arah angin berseling siul seruling
ataukah ke udara perkasa menerompa lautan
kemudian menantang badai?
bunyi katak bercumbu di tengah sawah
kerikan jangkrik mengalun di semak sebelah
kurasakan pekat sangat burat
gelap teramat gelap
jiwa suram ibarat purnama terburam awan
ternyata sudah sangat malam…
2007
Menatap Las Vegas
menatap Las Vegas
bangunan-bangunan menjulang
mencakar langit atmosferku
emosi karam di antara gemerlap lampu
berdecaklah jagad kuldesak
sambil kueja mantra-mantra Sakera
sekedar membuang ketir dan gemuruh
yang ranggas di dalam otak
seperti inikah Madura kelak
posmodernism
megapolitan disajikan bagi anakputuku
hidangan dunia yang gila
di mana tak kudengar
nyanyian sumbang kakek lugu
seperti tembang kae menjelang tidurku
masihkah garam tetap asin
bila bir bertumpahan di lautan
kesunyian terhantam
akal menjadi kekuatan
birahi di atas nurani!
menatap Las Vegas
bagai kupandang bebukitan
Payudan hingga Sinongan tersulap tol
jembatan gantung
goa-goa menjelma terowong jalan
mengusir para pertapa
gelora perjalanan matahari di asa
kacong-cebbingku
di dada sawah, bola-bola golf berhamburan
asap mesin polusi perkasa
mencabuli semerbak tembakau
tempat eppa’ dan embu’ meremas keringat
membingkai senyum di garis-garis ritmis
Madura!
celurit yang dulu kau asah
bergeletakan sudah…
2006
Radarparana
tersimpan di manakah degubmu
aku mencarinya sedalam lautan
dengan segenap keraguan yang berpacu
setiap batu kuketuk, sepanjang karang kutelusuk
hanya derak yang bisu, selebihnya
gelembungan luka sisa siksa.
sedetak melecut, engkau menyemakku
tapi degubmu menyekam seperti rahasia dalam rahasia
aku melangkah ke hutan mungkin di sana ia tersimpan
dari Boerneo sampai Amazon, udara hanya mengurai
daun kering, bintang cuma bermain debu
hingga aku membakar pepohon dan pepucuk mata angin.
dalam kegalauan aku bertanya
di manakah kiranya tanda jantungmu
yang tak pernah kusua di saban dada
yang tak pernah ada selain milikmu yang misteri
pernah kumengira setiap semerbak bunga
adalah gaharu degubmu. pernah kumenyangka
segala bisik cempaka adalah ruang parut rasamu.
setelah terus kutilik baru aku mengerti
tangkai akan lesup tetapi degubmu sepanjang hidup
aku pergi ke langit barangkali degubmu di situ
yang menurunkan hujan saat sembilu
kiranya kedip kilat atau purnama-surya
yang kemilau-bercahaya adalah warna tenguknya
tapi o lagi-lagi, hanya setumpuk awan tanpa tenaga
cuma sengat halilintar yang menambah carut tanya
terkadang aku merasa degubmu seumpama sepi
yang diterawang lewat kontemplasi
dunia yang tersentuh namun tak tersentuh
legat pikiran laksana mimpi bertemu Tuhan
2012
Mayat Sepi
1
aku bukan dia yang mati di dalam pembakaran
tapi aku mayat di dalam sepi
menanggung berat kesunyian
dan pahala pada sebuah diam
jika waktu terlalu silau memandang rembulan
maka bacalah deritaku di antara lubang dada
huruf-huruf tereja bersama
nyanyian jantung
rentap
2
aku bukan dia yang mati membawa api
tapi aku mayat di dalam janji
yang disulut matahari
menggantung mimpi
di dalam langit pikiran
jika ruang terlalu sempit buat menumpahkan isi hati
maka keluarlah dari angan
kepada harapan demi harapan
sampai kata-kata akan tersemat kala senja
terlalu berat untuk tenggelam
2006
Raedu Basha, nama pena dari Badrus Shaleh (Basha), biasa dipanggil Raedu. Lahir di Sumenep, Madura, 3 Juni 1988. Pendidikan santrinya dimulai dari Pondok Pesantren Darussalam Bilapora Ganding Sumenep, kemudian Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-guluk Sumenep, Pondok Pesantren MUS Sarang Rembang Jawa Tengah. Saat ini Raedu beraktifitas sebagai peneliti dan pelajar departemen antropologi budaya Universitas Gadjah Mada sambil mengelola Ganding Pustaka. Pernah diundang mengisi program-program sastra seperti Ubud Writers & Readers Festival 2015, Festival Kebudayaan Islam Universitas Negeri Sebelas Maret 2015, Festival Kesenian Yogyakarta 2014, dll. Raedu menjadi kurator tetap beberapa program sastra mahasiswa sejak 2014-sekarang, seperti Festival Sastra UGM, Bulan Bahasa UGM, Festival Kebudayaan Arab UGM, Etnika Festival, dll. Buku puisinya berjudul Matapangara (Ganding Pustaka, 2014), novel Melting Snow (Diva Press, 2014) dan album pembacaan puisi Yang Gemetar di Bibirmu (2016). Raedu memenangkan penghargaan sastra, antara lain, Piala Rektor IAIN Purwokerto sebagai pemenang cipta puisi se-ASEAN (2017), pemenang puisi Qur’ani Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) (2016), pemenang esai sastra nasional oleh Pesantren Mahasiswa An-Najah Banyumas (2016), pemenang menulis cerpen PCINU Maroko & Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Maroko (2016), pemenang utama cipta puisi TV9 & Muktamar 33 Nahdlatul Ulama (2015), pemenang Anugerah Seni dan Sastra Universitas Gadjah Mada (2014), pemenang cipta puisi Jurnal Sajak Jakarta (2014), pemenang cerpen Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (2012), pemenang cipta puisi Piala Walikota Surabaya (2007), juara baca puisi tiga bahasa Al-Amien Prenduan (2007), hadiah puisi IPB (2007), pemenang cipta puisi Taman Budaya Jawa Timur (2006), pemenang sayembara puisi Pusat Bahasa Depdiknas RI (2006), dan lain-lain. Puisi, cerpen, esai, ditayangkan media massa dalam dan luar negeri: Horison, Basis, Media Indonesia, Jawa Pos, Republika, Indopos, Utusan Malaysia, Suara Merdeka, Kedaulatan Rakyat, Pikiran Rakyat, Surabaya Post, Solopos, Sumut Pos, Riau Pos, Fajar Sumatera, Fajar Makassar, Cakrawala Makassar, Rakyat Sumbar, Merapi Pembaruan, Bende, Banjarmasin Post, Radar Banjarmasin, Radar Sukabumi, Radar Madura, Koran Madura, Kabar Madura, Kuntum, Tebuireng, NU Online, Sidogiri, Sabili, Kanal, kompas.com. Buku bersama yang memuat karyanya: Requime Tiada Henti (100 sajak penyair ASEAN, 2017), Dari Gentar Menjadi Tegar (Komisi Pemberantasan Korupsi, 2016), Sepotong Kisah dari Sudut Pesantren (Kedutaan Besar Republik Indonesia Maroko, 2016), Seratus Puisi Qurani (Persaudaraan Muslimin Indonesia, 2016), Satu Cerita dalam Satu Malam (Cerpen Pilihan Suara Merdeka, 2016) Ketam Ladam Rumah Ingatan (Lembaga Seni Sastra Reboeng, 2016) Surabaya Memory (Perpustakaan Universitas Kristen Petra, 2016), Gelombang Puisi Maritim (Dewan Kesenian Banten, 2016), 17.000 Islands of Imagination (Ubud Writers & Readers Festival 2015), Jalan Remang Persaksian (Tembi Rumah Budaya & Lembaga Perlindungan Saksi Korban, 2015), Memo untuk Presiden (Forum Sastra Surakarta, 2014), Puisi di Jantung Tamansari (Festival Kesenian Yogyakarta, 2014), dan terbitan sebelumnya sejak tahun 2003.