YANG MEMENGARUHI APRESIASI SASTRA (12)

Djoko Saryono *

Sebelumnya sudah diulas pengalaman sebagai satu faktor yang memengaruhi apresiasi sastra. Ikut juga memengaruhi kecenderungan mekanisme proses keberlangsungan apresiasi sastra beserta varian-variannya ialah pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki oleh pengapresiasi. Kekayaan, keanekaragaman, kedalaman, keluasan, dan kebermaknaan pengetahuan pengapresiasi memengaruhi proses keberlangsungan apresiasi baik kecenderungan maupun varian-variannya. Pengetahuan yang dimaksud di sini bermacam-macam, antara lain sebagai berikut.

Pertama, pengetahuan yang berkenaan dengan sastra. Bagaimanakah pengetahuan pengapresiasi tentang karya sastra, tentang teori sastra, tentang ilmu sastra, tentang sejarah sastra, tentang kritik sastra? Perbedaan kekayaan, keanekaragaman, kedalaman, keluasan, dan kebermaknaan pengetahuan-pengetahuan tersebut akan membedakan kecenderungan mekanisme proses apresiasi sastra beserta varian-variannya.

Sebagai contoh, Rahmani Baiduri dan Hening Kusuma Hati (nama misal) mencoba mengapresiasi La Peste (Albert Camus). Kedua orang ini memiliki perbedaan pengetahuan yang berkenaan dengan sastra. Dibandingkan dengan Hening Kusuma Hati, pengetahuan Rahmani Baiduri tentang karya-karya sastra dunia, sejarah sastra Eropa, hasil-hasil kritik sastra, dan teori sastra mutakhir lebih kaya, aneka ragam, dalam, luas, dan bermakna sehingga dia mampu melihat La Peste secara lebih meluas dan mendalam. Hal ini jelas membuat proses apresiasi La Peste berbeda antara yang dilakukan oleh Rahmani Baiduri dan Hening Kusuma Hati.

Kedua, pengetahuan sosial budaya. Bagaimanakah pengetahuan sosial budaya pengapresiasi sastra? Kekayaan, keberanekaragaman, kedalaman, keluasan, dan kebermaknaan pengetahuan tentang tradisi, adat-istiadat, kebiasaan, sistem sosial masyarakat, stratifikasi sosial, perilaku sosial masyarakat, pandangan hidup masyarakat, ritus kelompok masyarakat, dan sejenisnya yang dimiliki oleh pengapresiasi akan membedakan mekanisme proses keberlangsungan apresiasi sastra beserta dengan varian-variannya.

Sebagai contoh, Rahmani Baiduri dan Rindang Kasih mencoba mengapresiasi roman Bumi Manusia (Pramudya Ananta Toer). Dalam kaitan ini, Laila Kinanti suka membaca buku-buku sejarah, sosial, dan kebudayaan Indonesia sehingga dia memiliki pengetahuan tentang berbagai masalah sejarah, sosial, dan budaya Indonesia sejak zaman purba hingga modern; sedang Nurani Rindang Kasih sebaliknya. Perbedaan ini membuat proses apresiasi Bumi Manusia yang dilalui dan dijalani oleh kedua orang tersebut berbeda. Bumi Manusia tentu diapresiasi secara lebih afektif dan kognitif (intelektualistis) oleh Laila Kinanti daripada oleh Nurani Rindang Kasih.

Ketiga, pengetahuan tentang filsafat dan psikologi manusia. Bagaimanakah pengetahuan pengapresiasi tentang filsafat dan psikologi manusia? Perbedaan kekayaan, keanekaragaman, kedalaman, keluasan, dan kebermaknaan pengetahuan tentang hakikat manusia, hidup dan kehidupan di dunia, kesengsaran, kematian, kebahagiaan dan kesenangan, jiwa manusia, corak-corak manusia, aliran filsafat manusia, aliran psikologi manusia, dan sejenisnya akan membuat mekanisme proses keberlangsungan apresiasi sastra berbeda.

Sebagai contoh Rahmani Baiduri dan Rindang Kasih mencoba mengapresiasi novel Jalan Tak Ada Ujung dan Harimau! Harimau! karya Mochtar Lubis. Keduanya memiliki latar pengetahuan berbeda. Sebagai orang yang suka membaca buku-buku psikologi, Rahmani Baiduri memiliki pengetahuan cukup kaya, beraneka, dalam, luas, dan bermakna tentang segi-segi jiwa manusia dan aliran-aliran psikologi seperti behaviorisme, gestalt, psikoanalisis, dan psikologi analitis. Sebaliknya, Rindang Kasih karena dia lebih suka membaca buku-buku politik. Perbedaan ini tentulah membuat kedua orang ini mengapresiasi secara berbeda dua novel tersebut; di sini berarti ada perbedaan kecenderungan mekanisme proses keberlangsungan apresiasi sastra.

Keempat, pengetahuan tentang agama dan mistik. Bagaimana pengetahuan pengapresiasi tentang agama dan mistik? Perbedaan kekayaan, keanekaragaman, kedalaman, keluasan, dan kebermaknaan tentang agama-agama budaya dan samawi, ajaran-ajaran agama budaya dan samawi, tarekat-tarekat mistik, ajaran-ajaran mistik, dan praktik-praktik-praktik-praktik peribadatan agama dan mistik akan membuat mekanisme proses keberlangsungan apresiasi sastra berbeda antara pengapresiasi yang satu dan pengapresiasi yang lain.

Sebagai contoh, Rahmani Baiduri dan Hening Kusuma Hati mencoba mengapresiasi kumpulan cerpen Godlob (Danarto). Keduanya memiliki latar pengetahuan agama dan mistik berbeda. Sebagai pemeluk teguh agama Islam dan peminat bacaan-bacaan mistik, Rahmani Baiduri memiliki pengetahuan tentang ajaran-ajaran Islam, penerapan ajaran Islam, tarikat-tarikat mistik, ajaran-ajaran mistik, dan praktik-praktik mistik yang cukup kaya, beraneka, dalam, luas dan bermakna. Sebaliknya Hening Kusuma Hati. Perbedaan ini membuat kedua orang tersebut mengapresiasi secara berbeda kumpulan cerpen Godlob. Rahmani Baiduri bisa lebih jernih dan jelas dalam menjelaskan aspek-aspek keislaman dan kejawen yang dipengaruhi beberapa ajaran Hindu yang ada dalam Godlob daripada Hening Kusuma Hati. Di sini berarti ada perbedaan mekanisme proses keberlangsungan apresiasi sastra.

Kelima, pengetahuan tentang bahasa. Bagaimanakah pengetahuan pengapresiasi tentang bahasa? Perbedaan kekayaan, keanekaragaman, kedalaman, keluasan, dan kebermaknaan mengenai idiom-idiom, pepatah-pepatah, lambang-lambang bahasa yang bermuatan budaya, majas atau metafora, dan sebagainya membuat proses keberlangsungan apresiasi sastra berbeda antara pengapresiasi yang satu dan pengapresiasi yang lain.

Sebagai contoh, Kilau Kasih dan Nurani Tifa Suci mencoba mengapresiasi prosa liris Pengakuan Pariyem (Linus Suryadi AG) yang demikian sarat dengan idiom Jawa dan kata Jawa. Kilau Kasih memiliki pengetahuan bahasa Jawa baik sekali, baik idiom-idiom bahasa Jawa maupun aspek-aspek lambang kejawaan dalam bahasa Jawa, dibandingkan dengan Nurani Tifa Suci. Perbedaan ini membuat kedua orang ini menempuh cara berbeda dalam mengapresiasi Pangakuan Pariyem; di sini berarti perbedaan mekanisme proses keberlangsungan apresiasi sastra.

Di samping kelima pengetahuan tersebut, tentulah masih ada pengetahuan-pengetahuan lain, yang kiranya tidak perlu dan tidak mungkin dikemukakan di sini. Kelima pengetahuan tersebut sekadar contoh bahwa terdapat berbagai pengetahuan yang ikut memengaruhi proses keberlangsungan apresiasi sastra. Berbagai pengetahuan milik pengapresiasi sebenarnya bisa memengaruhi secara bersamaan atau serentak dalam proses keberlangsungan apresiasi sastra, misalnya kelima pengetahuan tersebut di atas bisa memengaruhi proses keberlangsungan apresiasi sastra secara bersamaan.

Sebagai ilustrasi, misalkan Rahamani Baiduri dan Hening Kusuma Hati mencoba mengapresiasi novel-novel Merahnya Merah, Ziarah, dan Kering karya Iwan Simatupang. Rahmani Baiduri mengenal baik novel-novel Camus dan Sartre, mengetahui secara mendalam dan meluas sejarah sastra dunia dan Indonesia, mengetahui dengan baik kritik-kritik terhadap novel Iwan Simatupang, memahami secara memadai filsafat khususnya filsafat eksistensialis dan fenomenologi, dan mengetahui dengan baik lambang-lambang sastra yang bermuatan filosofis. Sebaliknya Hening Kusuma Hati. Perbedaan berbagai pengetahuan pada kedua orang tersebut membedakan proses keberlangsungan apresiasi novel-novel tersebut karena (i) siasat kedua orang tersebut tidak sama, dan (ii) proses yang dijalani oleh kedua orang tersebut tidak sama. Ini berarti bahwa kecenderungan mekanisme proses keberlangsungan apresiasi sastra pada Rahmani Baiduri dan Hening Kusuma Hati tidak sama. Di mana perbedaannya atau ketidaksamaannya memang masih perlu pengamatan lebih jauh. Namun, jelas berbeda atau tidak sama.

Bersambung 13

*) Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd., Guru Besar Jurusan Sastra Indonesia di Fakultas Sastra pada kampus UNM (Universitas Negeri Malang). Telah banyak menghasilkan buku, artikel apresiasi sastra, serta budaya. Dan aktif menjadi pembicara utama di berbagai forum ilmiah kesusatraan tingkat Nasional juga Internasional.

One Reply to “YANG MEMENGARUHI APRESIASI SASTRA (12)”

Leave a Reply

Bahasa ยป