Kisah Si Dul Anak Lamongan

Ahmad Fatoni *
bestari.umm.ac.id

“…….Aku benar-benar tersadar bahwa telah lama sekali meninggalkan kampung halamanku. Aku rindu dusunku…..aku rindu gunung menjulang…..aku rindu desir angin pesisir…..aku harus pulang untuk membayar semua kerinduanku ini. Aku selalu ingat Bapak dan Emak. Aku merindukan mereka. Karena merekalah aku bisa seperti ini. Karena kerja keras mereka aku bisa melihat isi dunia…” (Sang Penakluk Ombak, halaman 314) Continue reading “Kisah Si Dul Anak Lamongan”

Sentuhan Sufisme dalam Sastra Indonesia

Ahmad Fatoni *
Pelita.or.id

Sastra sufi atau sastra yang bercorak sufistik mulai mengemuka dalam sejarah sastra Indonesia sejak 1970-an. Hangatnya perbincangan tentang lahirnya sastra jenis ini, kala itu, tidak lepas dari kegigihan salah seorang penggiat dan pembelanya, penyair Abdul Hadi WM, yang pada 1980-an berhasil memopulerkan gaya sastra sufistik melalui berbagai bentuk tulisan.

Menurut Abdul Hadi (1985), beberapa tokoh utama sastra sufistik 1970-an, di antaranya para prosais seperti Danarto, Kuntowijoyo, M. Fudoli Zaini, dan juga para penyair seperti Sutardji Calzoum Bachri, Sapardi Djoko Damono, dan lain-lain. Continue reading “Sentuhan Sufisme dalam Sastra Indonesia”

Lebih Dekat tentang Penyair

Ahmad Fatoni *
Sinarharapan.co.id

Banyak pembicaraan atau gunjingan mengenai penulis yang biasa melahirkan puisi-puisi yang dikenal dengan penyair. Pembicaraan itu, antara lain, menyangkut keganjilan sifat-sifat penyair secara fisik, seperti rambut yang acak-acakan, jarang mandi, perokok berat atau bahkan mabuk-mabukan. Maka tak heran bila ada sebagian orang yang sengaja menjauhkan diri dari ‘makhluk’ yang bernama penyair atau puisi yang dihasilkannya. Setidaknya, hal ini pernah diungkap Zarinah Hasan, seorang penyair wanita Malaysia, dalam ‘Sesekali Aku Menjauhkan Diri dari Puisi’: Continue reading “Lebih Dekat tentang Penyair”

Melirik Buku-buku Berbasis Lendir

Ahmad Fatoni *
Sinarharapan.co.id

USAI keluar dari sebuah tokoh buku, di Malang, seorang teman saya yang baru pulang liburan dari negeri Malaysia, merasa terheran-heran. Teman yang sudah sepuluh tahun di negeri jiran itu berujar, “Toko buku tadi cuma menjual sampah!” Teman saya rupanya merasa jijik melihat maraknya (judul) buku-buku beraroma pornografis berjejer-jejer. Sementara itu, saya hanya mesem-mesem mendengar ‘umpatan’ teman saya tersebut. Continue reading “Melirik Buku-buku Berbasis Lendir”