Novel telah Mendoktorkan Aprinus Salam

Kuss Indarto

SEPULUH buah novel telah mengantarkan Aprinus Salam meraih gelar doktor. Ya, ada novel-novel karya sastrawan asal Jatilawang, Banyumas, Ahmad Tohari yang jadi bahan rujukan utama, yakni Ronggeng Dukuh Paruk, Lintang Kemukus Dini Hari, Jantera Bianglala, Trilogi Dukuh Paruk, dan Bekisar Merah. Lalu dua novel sejarawan Kuntowijoyo: Pasar dan Mantra Pejinak Ular, Canting-nya Arswendo Atmowiloto, dan novel karya Umar Kayam: Para Priyayi, dan Jalan Menikung (Para Priyayi 2). Continue reading “Novel telah Mendoktorkan Aprinus Salam”

PENGAJARAN SASTRA DAN POLITIK KEBUDAYAAN

Aprinus Salam [1]

Abstrak

Buku-buku pengajaran (pelajaran) sastra (SMP dan SMA) menghadapi masalah serius, yakni ketika kurikulumnya tidak memiliki paradigma dan basis politik kebudayaan yang cukup jelas. Materinya bahkan terlihat sangat subjektif berdasarkan selera pengarang dan masih berkutat pada persoalan teknis yang menyebabkan sastra seolah berupa hapalan struktural dan kognitif. Hal itu menyebabkan asumsi lama bahwa sastra merupakan persoalan “seni estetis” yang tidak berhubungan dengan realitas kehidupan masih cukup dominan. Continue reading “PENGAJARAN SASTRA DAN POLITIK KEBUDAYAAN”

Sastra yang Mencerdaskan

Aprinus Salam *
Seputar Indonesia, 13 Juli 2008

BEBERAPA tahun lalu Taufiq Ismail pernah mengeluhkan rendahnya minat baca para pelajar terhadap karya sastra. Bahkan, beliau mensinyalir, minat baca pelajar Jakarta terhadap karya sastra nyaris nol.

Temuan Taufiq Ismail itu seperti melaporkan rendahnya peradaban nasional yang melanda bangsa Indonesia. Itulah sebabnya, kemudian beliau menggalakan sastra masuk sekolah. Walaupun masih prematur, barangkali program penggalakan yang dikerjakan Taufiq Ismail dan kawan-kawan itu sudah perlu ditinjau kembali seberapa jauh hasil dan pengaruhnya. Continue reading “Sastra yang Mencerdaskan”

Arah Perkembangan Kritik (Kajian) Sastra

Aprinus Salam *
kr.co.id

Beberapa kalangan menggelisahkan arah perkembangan kritik sastra. Kegelisahan tersebut antara lain disebabkan kritik sastra dianggap tidak mampu mengakomodasi perkembangan karya sastra. Kegelisahan itu juga disebabkan karena saat ini tidak ada kritikus sastra seberwibawa HB Jassin. Di samping itu, kritik sastra dianggap tidak mampu menjelaskan arah perkembangan karya sastra, yang kita tahu, akhir-akhir ini karya sastra terbit dengan cara yang cepat dan sangat beragam. Continue reading “Arah Perkembangan Kritik (Kajian) Sastra”