Lebaran: Kota dan Puisi

Bandung Mawardi *
Suara Merdeka 10 Juni 2018

Lebaran berarti orang-orang merasa menang, girang, dan baru. Segala arti lebaran terbentuk dari pemahaman ajaran agama sampai ke perkara dunia mutakhir. Lebaran itu suci dalam pengertian agama. Lebaran pun setumpuk lara saat kita mengikuti segala berita dan cerita, dari mudik sampai kematian. Continue reading “Lebaran: Kota dan Puisi”

Puisi Terlalu Tragedi

Bandung Mawardi *

Di Kompas, ia sering tampil dengan opini. Cerpen turut disajikan ke pembaca. Puisi? Para pembaca Kompas mungkin jarang mengenali keampuhan lelaki asal Jogjakarta itu melalui halaman puisi. Opini-opini di Kompas memang bermaksud “menasihati” atau mengingatkan pembaca mengenai hal-hal darurat atau rawan prihatin. Aku kadang membaca serius, kadang merasa sudah mengerti sejak di judul dan alinea awal-akhir. Di halaman 6 atau 7, Indra Tranggono itu esais besar di Kompas. Ia pun muncul di Kedaulatan Rakyat dan Solopos. Aku menganggap halaman di Kompas mengesahkan Indra Tranggono itu budayawan, sebutan sulit mendapat arti terang di Indonesia. Rajin beresai menjadikan orang bergelar budayawan? Continue reading “Puisi Terlalu Tragedi”

Sastra Jungkir Balik

Bandung Mawardi *
Koran Sindo, 3/9/2017

Sejak puluhan tahun silam, Budi Darma lazim menganggap sastra itu jungkir balik. Segala anutan gampang berubah, dan berkebalikan saat tersaji di cerita.

Imajinasi memungkinkan peruntuhan ketetapan atau kebakuan, mengajak pembaca bergerak di batas ragu, kejutan, dan keliaran. Sastra menghindari keabsolutan, bermaksud memungkinkan pengarang dan pembaca bergerak ke situasi, dan hal terjauh. Buku kumpulan cerita berjudul Kritikus Adinan sejenak mengundang pembaca berkenan masuk ke jagat jungkir balik gubahan Budi Darma. Continue reading “Sastra Jungkir Balik”

Sastra (Berbahasa) Jawa

Bandung Mawardi *
jawapos.com/5/1/2020

PADA akhir 2019, acara-acara di pelbagai kota tak cuma pesta, konser musik, pelesiran, dan makan enak. Di Surabaya, 27 Desember 2019, acara bercap sastra (berbahasa) Jawa diselenggarakan bersahaja. Festival Sastra Jawa itu memang tak bermaksud memberi kejutan di tutupan tahun atau memberi tanda seru atas nasib kesusastraan berbahasa Jawa di abad XXI. Kesan sepi masih terasa. Sejak puluhan tahun lalu, umat sastra (berbahasa) Jawa memang sedikit. Sastra itu masih hidup dengan kewajaran-kewajaran meski godaan puja digital melanda. Continue reading “Sastra (Berbahasa) Jawa”