Judul buku: Wajah Cemas Abu Nuwas
Penulis: Hairus Salim HS Continue reading “Kepada Wajah-Wajah Cemas Kita”
Obrolan penerjemahan karya dari bahasa Turki ke bahasa Indonesia bersama Bernando J. Sujibto
Wawancara di bawah ini, diambil dari Grup Facebook Apresiasi Sastra (APSAS) Indonesia
”Politik Masjid” Erdogan
Bernando J. Sujibto *
Jawa Pos, 17 Juli 2020
Setelah resmi mengembalikan fungsi Hagia Sophia sebagai masjid pada 10 Juli 2020, sosok Presiden Recep Tayyip Erdogan kembali menjadi magnet internasional. Beragam dukungan maupun kritik tumpah. Khusus negara-negara Eropa dan lembaga internasional mengkritik keras kebijakan Turki. Saya ingin menilik satu aspek menarik terkait langkah politik Erdogan yang telah menjadi bagian yang khas dan sekaligus melekat dengan dirinya, yaitu ”politik masjid”. Continue reading “”Politik Masjid” Erdogan”
Puisi, Perjalanan, dan Identitas Diri yang Terkoyak
Junaidi Khab *
Radar Surabaya, 4 Feb 2018
Di lingkungan Yogyakarta, gerakan literasi dan kultur hingga seni mendapat lahan empuk untuk terus hidup dan berkembang. Itu digawangi dari beberapa pecinta litarasi, bukan serta-merta penggerakknya secara dominan dari kalangan masyarakat Yogyakarta sendiri. Tetapi, mereka datang dari beberapa daerah yang hidup merantau di Yogyakarta untuk berjuang dan saling bertemu dengan sesama pecinta literasi. Dari peradaban satu visi dan misi ini, lahirlah Yogyakarta sebagai kota pendidikan, seni, budaya, dan literasi selain memang Yogyakarta kentara dengan ciri khas budaya dan tradisi masyarakatnya. Continue reading “Puisi, Perjalanan, dan Identitas Diri yang Terkoyak”
Barat-Timur dalam Mitos yang Kontras
Bernando J. Sujibto *
Jawa Pos, 13 Mei 2018
Kelemahan novel ini terletak pada cerita yang monoton dan tokoh-tokoh yang dihadirkan Orhan Pamuk sangat tipikal sebagai alter ego Orhan Pamuk sendiri.
DALAM sebuah kesempatan pada Maret 2016, Orhan Pamuk pernah menuturkan bahwa dirinya ingin menulis novel pendek. Sebuah tradisi kepengarangan yang tidak akrab dengan dirinya. “Saya perlu berlari melintasi samudra,” tuturnya untuk menggambarkan sebuah upaya distingtif dari kebiasaan menulis novel-novel panjang, yang secara umum di atas 400 halaman. Continue reading “Barat-Timur dalam Mitos yang Kontras”