Budaya Tafsir Teks (Sastra) Kita

Budi P. Hatees*
Seputar Indonesia, 2 Sep 2007

MENAFSIRKAN teks (sastra)? Tentu ini pekerjaan sangat serius. Tapi di tengah-tengah realitas kehidupan yang makin instan saat ini,kerja serius bukan lagi pilihan banyak orang.

Setiap orang ingin cepat-cepat mendapat hasil dari apa yang dilakukannya.Hasil yang sudah final, tak dapat diganggu gugat lagi. Bahkan, tidak sedikit orang yang ngotot bahwa tafsirnya sebagai ?paling dekat dengan kebenaran yang diusung teks (sastra) bersangkutan?. Continue reading “Budaya Tafsir Teks (Sastra) Kita”

Si Loak

Budi P Hatees
http://suaramerdeka.com/

KAU dipanggil si Loak dan itu artinya sangat bodoh. Keluargamu, terutama ayahmu, memanggilmu seperti itu. Kalau panggilan itu sudah diteriakkan ayahmu, kau -dalam keadaan apa pun dan sedang melakukan apa pun- mendadak pucat dan tergopoh-gopoh menghampiri ayahmu. Kau begitu ketakutan. Continue reading “Si Loak”

Saat Puisi Lampung Digugat Publik

Budi P. Hatees, Dwi Wahyu Handayani*
Lampung Post, 26 Juni 2006

Lokalitas dalam karya sastra acap dimaknai secara artifisial, sekadar mengutip idiom-idiom lokal ke dalam ekspresi bahasa sastra, sama-sekali tidak memberi substansial atas kelokalan tersebut.

Fakta inilah yang terungkap dalam diskusi yang membicarakan puisi-puisi karya Udo Z. Karzi di Lantai 1 Gedung Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM), Sabtu malam (24-6). Dalam acara Jumpa Bilik Sastra yang digelar UKMBS Unila itu, penyair yang biasa menulis puisi dalam bahasa Lampung ini, mengawali acara dengan membacakan karya-karyanya. Continue reading “Saat Puisi Lampung Digugat Publik”

Cinta Menebar dalam Sajak-Sajak Budi P. Hatees *

Udo Z. Karzi **
cabiklunik.blogspot.com

TERUS terang, agak bingung juga ketika saya diminta membahas sajak-sajak Budi P. Hatees yang dibacakan dalam Bilik Jumpa Sastra malam ini, Jumat, 18 Agustus 2006. Lebih bingung lagi ketika saya menerima 30 sajak dalam manuskrip bertitel Mulak, Kumpulan Sedikit Puisi. Rencananya sih mau diterbitkan menjadi buku. Continue reading “Cinta Menebar dalam Sajak-Sajak Budi P. Hatees *”

Partonun

Budi P. Hatees
http://www.sinarharapan.co.id/

Jari-jemari Inang seperti punya mata, meniti di rentangan helai demi helai benang kain tenun berwarna hitam, lalu menyusup untuk mengaitkan benang warna-warni di antara benang-benang itu hingga terbentuk ornamen-ornamen indah. Jari-jemari itu seolah bisa membedakan warna setiap benang yang terserak di sekitarnya, yang diraih Inang tanpa melihatnya. Ada puluhan benang, digulung dalam kertas hingga membentuk bulatan-bulan sebesar kelereng, sehingga gampang keluar-masuk di antara benang-benang yang tipis. Continue reading “Partonun”