Pengantar Memasuki Dunia Sastra

Denny Mizhar

“Sastra tidaklah lahir dari sebuah kekosongan. Ia mengada setelah melewati proses yang rumit yang berkaitan dengan persoalan sosio-budaya, politik, ekonomi, bahkan juga ideology dan agama” (Maman S. Mahayana).

Memasuki dunia sastra itu menurut saya memasuki dunia yang penuh dengan keindahan dan makna di dalamnya ada bahasa, simbol, ekpresi-ekpresi pengalaman juga pemikiran manusia terhadap obyek keindahannya. Lalu apa definisi sastra itu pada umumnya, mari kita coba telisik: Continue reading “Pengantar Memasuki Dunia Sastra”

Perang Puisi dan Pesta Ulang Tahun Pelangi Sastra Malang ke 2

Denny Mizhar *

Jejaring sosial tanpa batas memberikan jalan penulis-penulis mampu melompat jauh dari poisisi teretorialnya. Dengan begitu muncul pula komunitas-komunitas yang menamakan dirinya komunitas sastra ataupun individu-individu yang menyatakan dirinya penulis atau sastrawan. Hal tersebut juga mempengaruhi dinamika sastra di Malang sehingga dialektika sastra di Malang kian hari kian dinamis yang sempat mengalami keheningan di riuhnya kesusastraan Jawa Timur, Indonesia ataupun Internasional. Dunia cyber memberi andil besar atas kembali riuhnya sastra di Malang. Dan keheningan itu mulai pecah, pesta kesusastraan digelar dan dirayakan lewat jejaring sosial. Continue reading “Perang Puisi dan Pesta Ulang Tahun Pelangi Sastra Malang ke 2”

Desa “Arbanat” Kesambi – Pucuk – Lamongan

Denny Mizhar

Bila kita menyebut nama kota Lamongan maka kita akan teringat dengan Soto Ayam Kampung Lamongan, Tahu Campur, Sego Boranan, Wisata Bahari Lamongan, Wisata Relegi Sunan Drajat, Tanjung Kodok, Goa Maharani, Wingko Babat, Makam Ibu Gajah Mada, Tempat Pelelangan Ikan Brondong dan lainnya sebagainya. Masyarakat Lamongan memiliki kebiasaan merantau untuk mengaduh nasib ke luar kota dan itu tersebar di berbagai daerah misalnya saja Bali, Banyuwangi, Surabaya, Malang, Jakarta, Kalimantan. Kebanyakan mereka menjual makanan dan sebagainnya kerja kantoran atau melanjutkan studi. Continue reading “Desa “Arbanat” Kesambi – Pucuk – Lamongan”

Bahasa »