PERIHAL KELAS MENULIS

Hikmat Gumelar *
__Pikiran Rakyat, 19 April 2008.

Maaf, Bung. Seperti kubilang di telefon, aku mau betul kita bertemu. Apalagi bertahun-tahun sudah kita terdampar di pulau berbeda. Tapi Bung begitu tiba-tiba datang. Begitu cepat pula hengkang.

Aku di Bandung nih, di Dago. Malam ini cabut lagi ke Jakarta. Besok pagi cabut lagi ke Makassar. Mau ketemu ga?” Begitu kau bilang kemarin sore di telefon. Continue reading “PERIHAL KELAS MENULIS”

Boesa (Menanggapi Bandung Mawardi)

Hikmat Gumelar*
Pikiran Rakyat, 6 Sep 2008
terkait: http://sastra-indonesia.com/2011/03/godaan-puisi-dalam-politik/

SAYA tergoda oleh “Godaan Puisi Dalam Politik”, tulisan Bandung Mawardi yang terbit di Khazanah (23/8). Di situ Mawardi mengucap, “Politik Indonesia menjadi ramai dan imajinatif dengan puisi. Pemakaian bahasa dengan bentuk puisi bisa melawan (menandingi) kodifikasi bahasa politik Indonesia yang selama ini cenderung kaku, formal, dan prosais. Politik menjadi pelangi dan reflektif karena puisi memberi hak untuk sekian interpretasi dengan tegangan teks dan realitas.” Continue reading “Boesa (Menanggapi Bandung Mawardi)”

Peta Sastra Indonesia

Hikmat Gumelar *
Pikiran Rakyat, 7 Mar 2010

INDONESIA hari ini tetap sebuah negara dengan geografi yang luas dan sifat serta kondisinya beraneka, suku bangsa, sejarah, adat istiadat, bahasa, seni, dan agama yang beragam. Namun, Indonesia hari ini juga tengah mengalami perubahan dalam berbagai bidang. Perubahan dalam berbagai bidang ini satu sama lain saling terkait dan saling memengaruhi. Continue reading “Peta Sastra Indonesia”

Sisi Gelap Festival Sastra Internasional

Hikmat Gumelar
http://newspaper.pikiran-rakyat.com/

Dengan rambut perak terurai sampai bahu, seorang lelaki kekar berkaus oblong merah dan bercelana jins biru melangkah menuju mikrofon yang berdiri sekitar dua meter dari pintu Pura Dalem Ubud, Bali. Cahaya lampu yang datang hanya dari arah depan membuatnya agak menunduk menahan silau. Setelah pembawa acara memperkenalkannya, ia menyapa publik yang kurang lebih 200 orang yang mayoritas kaum ekspatriat. Ia lalu mengucap bahwa satu kali Rendra membaca “Blues untuk Bonnie” untuknya. “Kali ini saya akan membaca Blues untuk Bonnie untuk Mas Willy.” Continue reading “Sisi Gelap Festival Sastra Internasional”

Burung Merak Putu Wijaya

Hikmat Gumelar *
newspaper.pikiran-rakyat.com

Dari belakang panggung, dari balik layar putih yang sepa-ruhnya memerah oleh semburan cahaya lampu, muncul seorang lelaki memakai sarung hitam, kemeja hitam, kopiah hitam, dan syal abu melilit leher. Untuk ukuran umum lelaki Indonesia, lelaki itu tinggi dan besar. Akan tetapi, saat berjalan membentuk sepatu kuda, langkahnya tampak berat. Badannya tampak rapuh, dan saat berkata, suaranya terdengar mengandung duka. Pelan dan agak serak. Continue reading “Burung Merak Putu Wijaya”

Bahasa »