Imajinasi, Observasi, dan Intuisi pada Cerpen “Langit Makin Mendung”

H. Bahrum Rangkuti

Tidak mudah melukiskan secara objektif dan ilmiah judul di atas ini, lebih-lebih karena cerpen Langit Makin Mendung karangan Kipandjikusmin, sangat dihebohkan oleh golongan besar umat Islam. Hamka sendiri sebagai saksi ahli dalam sidang pengadilan atas dimuatkannya cerpen tersebut dalam majalah Sastra, merasa dirinya sangat tersinggung dan menyatakan kepada hakim ketua, ia akan murtad jika ia sebagai Penanggung Jawab majalah Kiblat memuatkannya dalam majalah yang dipimpinnya itu. Continue reading “Imajinasi, Observasi, dan Intuisi pada Cerpen “Langit Makin Mendung””

Tuhan Tidak Perlu Dibela

Abdurrahman Wahid
TEMPO, 28 Juni 1982

Sarjana X yang baru menamatkan studi di luar negeri pulang ke tanah air. Delapan tahun ia tinggal di negara yang tak ada orang muslimnya sama sekali. Di sana juga tak satu pun media massa Islam mencapainya.

Jadi pantas sekali X terkejut ketika kembali ke tanah air. Di mana saja ia berada, selalu dilihatnya ekspresi kemarahan orang muslim. Dalam khotbah Jum’at yang didengarnya seminggu sekali. Dalam majalah Islam dan pidato para mubaligh dan da’i. Continue reading “Tuhan Tidak Perlu Dibela”

Ki Pandjikusmin, Misteri yang Dibawa Mati

Seno Joko Suyono
majalah.tempointeraktif.com

AMPLOP itu lusuh. Sudah sejak 1968 dia terjepit di dalam sebuah map karton kuning. Amplop itu dialamatkan kepada majalah Sastra, Jalan Kramat Sentiong 43, Jakarta. Nama pengirimnya hampir tak terbaca—karena tertutup sebuah klip map. Bila kita mencabut klip itu, terbacalah nama pengirimnya dengan alamat 2-nd Floor Maritime Building Collyer Quay, Singapore. Continue reading “Ki Pandjikusmin, Misteri yang Dibawa Mati”

Bahasa »