suarakarya-online.com
Seekor Kucing Hitam
– si dia
Seekor kucing hitam
mengeong berkepanjangan
Perempuan itu
mencopot pakaiannya
menyerahkan tubuhnya:
untukmu, katanya,
hanya untukmu Continue reading “Sajak-Sajak Kurniawan Junaedhie”
suarakarya-online.com
Seekor Kucing Hitam
– si dia
Seekor kucing hitam
mengeong berkepanjangan
Perempuan itu
mencopot pakaiannya
menyerahkan tubuhnya:
untukmu, katanya,
hanya untukmu Continue reading “Sajak-Sajak Kurniawan Junaedhie”
Kurniawan Junaedhie
suarakarya-online.com
Hamid Hamaluddin, biasa dipanggil HH, meradang, ketika tahu naskahnya dikembalikan redaksi suratkabar. Kalau sekadar cinta ditolak, mah, biasa. Tapi soal ini? Lihat saja. Mukanya merah padam. Giginya gemeletuk. Darahnya mendidih. Terdengar suaranya menggeram-geram seperti singa yang mencabik-cabik mangsanya. Naskah yang dikembalikan redaksi itu disobek-sobeknya, lalu dicampakkan ke lantai dan diinjak-injak. Itulah kenanganku terhadap HH berbelas tahun lalu. Continue reading “Bekas Pengarang”
Kurniawan Junaedhie
suarakarya-online.com
Saat itu sekitar jam 10 malam lewat. Lampu neon dan pesawat televisi sudah dimatikan. Cahaya hanya muncul samar-samar dari lampu teras yang menerobos masuk kaca riben jendela. Ruangan yang tadi siang berupa kantor merangkap apotek dan poliklinik yang luasnya 5 x 6 meter itu kini praktis sudah berubah fungsi menjadi barak. Orang bergeletakan seperti ikan asin. Continue reading “Perempuan Beraroma Melati”
Kurniawan Junaedhie *
suarakarya-online.com
Pengadilan Puisi yang digelar di oleh komunitas Tangerang Serumpun awal Maret lalu bukan hal baru. Ini hanya mengingatkan pada serangkaian peristiwa budaya sejenis yang sudah banyak digelar tanah air. Sebutlah Pengadilan Puisi Yayat Hendayana pada tahun 2005 dan Pengadilan Puisi yang diselenggarakan di Taman Budaya Jawa Timur pada tahun 2002. Sesuai namanya, semua acara ini, meski menyajikan materi yang serius, lebih sering mengundang tawa. Continue reading “Pengadilan Puisi: Diskusi Sastra Lucu tapi Serius?”
jurnalnasional.com
Keluarga Bahagia Ketika Hujan di Hari Minggu
Hujan di pagi hari menyebalkan. Aku menarik selimut sampai dagu. Tanganku kelu di bawah bantal. Istri dan anak-anak sudah mandi. Ke Mal, teriak mereka. Jendela tidak bohong. Kaca penuh embun. Selebihnya kabut. Aku menarik selimut sampai kepala. Tanganku berputar ke arah guling. Istri dan anak-anak sudah mandi. Ke Mal, teriak mereka. Aku menarik selimut menutup kepalaku. Gelap dalam selimut. Anak istriku ikut masuk ke dalam selimut. Istriku meninju guling. Anak-anak meninju mukaku. Aku tidak bohong. Kami keluarga bahagia. Continue reading “Puisi-Puisi Kurniawan Junaedhie”