Terjerembap dalam Budaya Human Material

Hardi Hamzah *
lampungpost.com

Dalam siklus kebudayaan global, secara klasik kita mengenal proses sentrifugal yang diliputi semangat human material. Human material, suatu bentuk anarkistis manusia untuk mencari nafkah tanpa mengindahkan kaidah-kaidah norma.

DALAM filsafat Aufklarung hal ini disebut sebagai “merengkuh” dunia tanpa etika. Bahkan, para antropolog modern melihatnya sebagai terma-terma “kebuasan” makhluk manusia dalam menapaki hidup. Continue reading “Terjerembap dalam Budaya Human Material”

Ulat Dalam Sepatu

Arman A.Z.
lampungpost.com

Apa yang saya apungkan dalam esai Cek Kosong Kesenian di Lampung (Lampost, [3-1]) sebenarnya bukan ihwal baru. Sayang, esai yang dimuat tak utuh itu (mungkin karena kepanjangan), direspons beberapa pihak bahwa fokusnya hanya anggaran. Mungkin karena istilah “cek kosong” yang kupakai. Padahal, titik tekan yang kuarah adalah regulasi atau kebijakan terhadap seni budaya di Lampung. Mungkin sejalan dengan apa yang disampaikan Iswadi Pratama tentang strategi kebudayaan di Lampung tahun 2010. Ihwal anggaran dan lain-lain adalah dampak susulan, turunan, atau akibat dari regulasi itu. Continue reading “Ulat Dalam Sepatu”

POTRET SOSIAL DALAM PENGAMATAN CERPENIS

Maman S. Mahayana
http://mahayana-mahadewa.com/

Ketika saluran komunikasi mengalami hambatan, dialog konstruktif tak lagi jalan, kritik diterima sebagai hasutan, dan kontrol sosial dianggap pemberontakan, maka sastra (di dalamnya tentu saja termasuk cerpen) sering kali dijadikan sebagai pilihan; alternatif untuk memainkan peran-peran itu. Kebolehjadian, keserbamungkinan, dan kesadaran estetik dengan dalih hendak mengusung licentia poetica kemudian menjadi alat guna menyembunyikan sikap ideologis atau amanat sosialnya. Continue reading “POTRET SOSIAL DALAM PENGAMATAN CERPENIS”

Berpikir Jernih dalam Situasi Remang-Remang

A.S. Laksana *
jawapos.co.id

SAYA berangkat ke Surabaya Jumat pekan lalu dengan dengkul cedera dan pikiran risau. Jawa Pos meminta saya bicara hari Sabtu pagi dalam forum temu penulis opini dan, sejak menerima undangan, saya sudah beberapa hari gelisah memikirkan apa hal terbaik yang bisa saya sampaikan kepada para peserta forum. Kegelisahan saya bertambah lagi ketika memikirkan apa pesan yang nantinya bisa diingat oleh para undangan setelah acara selesai dan masing-masing dari kami pulang ke rumah. Continue reading “Berpikir Jernih dalam Situasi Remang-Remang”

Puisi-Puisi Amis Mardi Luhung

Arif Bagus Prasetyo *
jawapos.co.id

SATU ciri khas puisi-puisi Mardi Luhung adalah bahasa puitiknya yang mencong, melenceng dari standar estetika dan etika konvensional. Berspirit anti-romantik, puisi-puisinya menyemburkan diksi maupun imaji yang cenderung dihindari oleh mainstream perpuisian di Tanah Air karena dianggap kasar atau jorok. Puisi penyair sekaligus guru sekolah menengah di Gresik ini terasa mensubversi pandangan konvensional bahwa puisi dan sastra atau seni pada umumnya, adalah ekspresi budaya adiluhung yang menjunjung kehalusan dan keluhuran budi. Mardi Luhung adalah ”penyair yang mabuk sebab jatuh dari bulan / betina-birahi bugil di kebun sambil mengangkangi / kembang… (”Penyair yang Mabuk sebab Jatuh dari Bulan”). Continue reading “Puisi-Puisi Amis Mardi Luhung”