Selingkuh

Deshinta Arofah Dewi
http://media-jawatimur.blogspot.com/

Awal pertemuan yang membuat Cella nggak bisa tidur dan terus berpikir, apakah dirinya telah menemukan kekasih pujaan? Sosok laki-laki yang menghampirinya di depan rumah telah membuatnya mabuk akan cinta. Dia adalah Arga, yang tak lain adalah tetangganya sendiri. Akibat dari sebuah pin baju yang dipinjam Arga dari Cella, akhirnya perasaan cinta itu pun mulai bersemi di antara keduanya.

“Hai, kamu Cella ya?” Arga memulai pembicaraan.
“Iya,” jawabnya yang sok jual mahal gitu dech.
“Pin kamu bagus, boleh lihat nggak?” goda Arga sambil melihat pin yang ada di kerudung Cella.
“Nggak ah, entar lo ambil lagi,” jawab Cella.

“Please, aku kan hanya ingin melihat doang,” rengek Arga seperti anak kecil. Cella pun memberikan pin-nya ke Arga. Eh, Arga langsung kabur meninggalkan Cella dengan membawa pin-nya.
* * *

Setelah beberapa kali mereka bertemu, akhirnya Arga mulai berani untuk bermain ke rumah Cella. Waktu itu sore hari yang masih cukup panas.
“Lho! Arga, kok tumben banget kamu main ke sini?” sambut Cella. “Ayo silakan duduk,” tambahnya.

“Kamu semakin hari semakin cantik aja membuat orang gemes saja!” goda Arga sambil mencubit pipi Cella yng tembem itu.
“Aduh, kalau gemes tidak usah pake? acara mencubit pipi segala dong, sakit tahu!” celoteh Cella.

“Cell, nanti malam kamu ada acara nggak?” tanya Arga serius.
“Memang ada apa kalau aku nggak ada acara?” Cella malah bertanya balik ke Arga.
“Aku ingin mengajak kamu keluar. Cari makan atau yang lain lah,” jawab Arga.
“Em, bagaimana ya?” Cella kebingungan.
“Aku mohon Cell, mau ya?” Arga merengek lagi.
“Ya, sudah. Nanti malam aku usahakan,” jawab Cella.
“Thank?s banget Cell. Aku bahagia banget hari ini.”

Akhirnya, malam pun tiba. Cella kebingungan hendak pergi atau tidak, namun tiba-tiba Arga datang bersama Vanan, salah seorang temannya. Mereka bermaksud untuk menjemput Cella. Cella masih saja bimbang.
“Cell, kita ke rumah Vanan saja kan orang tuanya sedang nggak ada di rumah,” ajak Arga.

“Gimana ya Ga, aku?.”
Cella belum selesai bicara ketika Arga menyahut, “Katanya tadi kamu bisa. Kita sudah jauh-jauh ke sini untuk menjemput kamu, Cell.”
Arga marah. Cella diam.
“Sekarang begini deh, kalau kamu nggak datang dalam waktu sepuluh menit, awas! Aku tunggu di rumah Vanan.”

Sifat keras kepala Arga keluar.
Cella merasa takut dan dia pun menemui Arga di rumah Vanan. Dari jauh sudah kelihatan Arga mondar-mandir di depan rumah Vanan. Jantung Cella mulai berdetak saat hendak memasuki halaman rumah Vanan.

“Akhirnya, kamu datang juga. Terimakasih, ya Cell,” sambut Arga.
“Nggak papa,” jawab Cella jutek.
“Masuk yuk!! nggak enak di luar dilihatin tetangga,” Ajak Arga menggandeng tangan Cella dan masuk ke dalam rumah.
“Kamu marah sama aku?” tanya Arga.
“Nggak cuma bete saja. Habis kamu pake marah-marah segala,” jawab Cella.
“Sorry ya sayang, itu cuma tak-tik aku saja supaya kamu mau datang ke sini,” kata Arga.

Cella merasa jengah dipanggil sayang, apalagi melihat tangan Arga yang memegang kerudung segala. Dan yang paling menyebalkan adalah mencubit pipinya. Akan tetapi, Cella tidak menghiraukannya dan terus saja bicara ngalor ngidul.

Ketika jam dinding menunjukkan pukul setengah sembilan, tingkah Arga sedikit berbeda dari sebelumnya. Dia menatap mata Cella yang sipit akibat mengantuk yang membuat Cella salah tingkah. Mau apa anak ini, pikir Cella dalam hati.

“Cella, aku ingin ngomong sesuatu sama kamu. Tapi kamu jangan marah ya?” kata Arga dengan berbisik yang membuat Cella nervous sampai dia harus menarik nafas dalam-dalam untuk menenangkan diri.
“Kamu mau ngomong apa?” tanya Cella.
“Aku ingin jujur sama kamu kalau aku?Em?gini Cell. Kamu mau nggak jadi cewekku?” kata Arga. “Karena, karena aku sayang banget sama kamu!”

Kelihatan sekali Arga sangat gugup ketika mengutarakan kalimat tersebut. Cella hanya diam tidak tahu harus bicara apa, padahal dalam hatinya dia sebenarnya juga sayang terhadap Arga hanya saja dia tidak bisa mengungkapkannya seperti remaja lain yang romantis-romantis. Cella sendiri bukan tipe cewek yang senang romantis. Dia suka yang biasa dan sedikit norak.

Cella diam dalam waktu yang lama dan rupanya Arga mulai mengartikan diam berarti bukan hanya berpikir. Tiba-tiba Arga bangun dari duduknya dan duduk di bawah Cella seraya memegang tangan Cella yang dingin seperti es. Entah kapan dia mengambil pin-pin itu yang Cella tahu sudah ada beberapa pin lucu-lucu dan imut yang diulurkan padanya.
“Terimakasih sayang, kamu sudah menerima cintaku. Sepertinya malam ini aku nggak bisa tidur karena memikirkan wajahmu yang cantik ini,” kata Arga seraya mencubit pipi Cella.
* * *

Mereka melalui hari demi hari dengan perasaan gembira. Dunia ini serasa milik mereka berdua. Tapi lama kelamaan sikap Arga ke Cella sudah mulai berubah, nggak seperti biasanya. Arga nggak perhatian lagi seperti dulu, Cella pun curiga dan mulai mencari tahu apa yang menyebabkan sikap kekasihnya itu berubah. Tanpa disenggaja Cella bertemu dengan salah seorang teman Arga di sebuah wartel, namanya Zidhan.

“Hai Cell, kamu kok nggak ikut anak-anak liburan? Aduh, keceplosan deh,” kata Zidhan.
“Ke mana? Kok aku nggak dikasih tau,” tanya Cella mulai curiga.
“Em, aku tadi cuma keceplosan,” kalimat Zidhan kepotong.
“Sudahlah, Dan. Nggak usah bohong sama aku. Kamu jujur saja deh. Memang, anak-anak liburan ke mana?” tanya Cella.

Idhan masih saja berusaha menyembunyikan, hingga Cella pun membentaknya. Cowok lugu itu ketakutan menyaksikan Cella yang terus seperti emak-emak itu.
“Sebenarnya anak-anak sekarang sudah ada di puncak,” jawab Zidhan.
“Puncak?!” tanya Cella kaget. “Terus, anak-anak bawa pasangan semua??
“Iya, memang!” jawab Zidhan.
“Terus, Arga ikut sama siapa?”
“Setahuku dia sama Chelsea,” jawab Zidhan.
“Seharusnya, kalau memang dia nggak bisa mengajak aku kan dia bisa memberitahu aku. Arga memang cowok brengsek!”
* * *

Kedok Arga yang sebenarnya mulai kelihatan, seorang playboy kampungan yang senang mempermainkan cewek. Dia berani selingkuh terang-terangan di depan Cella. Arga dan Chelsea selalu bersama-sama dalam acara apapun. Dan itu sudah merupakan bukti kalau Arga mulai menduakannya.

“Ga, kamu jujur saja sama aku, sebenarnya kamu ada hubungan apa sama Chelsea?” tanya Cella yang tidak dapat menahan diri.
“Aku cuma temenan saja kok, nggak lebih,” jawab Arga santai.
“Kamu nggak usah bohong! Kamu pikir mataku buta? Kamu tu selalu berduaan sama dia. Apa aku ini bonekamu yang kamu permainkan saat kamu butuhkan?”

“Aku bisa menjelaskan semua, Cell,” jawab Arga mencoba menenangkan Cella.
Arga merayu hingga merengek-rengek kepada Cella.
“Ah, sudah deh. Nggak usah dibahas. Kita lupakan saja masalah ini dan aku harap kamu bisa mengerti perasaanku,” kata Cella dengan kata bijaknya itu.
“Ya sudah, sekali lagi maafkan aku, sayang. Kita mulai dari awal lagi ya?” kata Arga senang.
“Okey,” jawab Cella.

Arga merasa menang mendapatkan permaafan dari Cella, tetapi permaafan itu tidak memberikan perubahan apa-apa. Semakin hari tingkahnya semakin berani dan Cella pun makin tahu bagaimana Arga sebenarnya. Beberapa sumber berita memberitahu bahwa Arga memang playboy, tapi Cella tak menghiraukannya. Dia menjalani hari-harinya dengan santai walaupun di dalam lubuk hatinya yang paling dalam dia merasa sakit hati.
* * *

Waktu itu Cella pergi ke rumah sepupunya. Di sana Cella dikenalkan oleh sepupunya dengan cowok yang tak lain adalah teman akrab Arga, namanya Tafa. Sejak perkenalan itu, Tafa memberikan perhatian yang berlebihan pada Cella bahkan lebih perhatian dibandingkan dengan Arga sendiri. Sepertinya Tafa menaruh hati pada Cella. Walaupun Cella masih menjalin hubungan dengan Arga, tapi dia nggak menolak pedekate Tafa.
“Cella, aku sayang sama kamu,” kata Thafa pada suatu hari. “Gimana, kamu mau nggak jadi pacarku?”

Kemudian kata-kata itu berulang kali keluar dari mulut Tafa setiap kali bertemu Cella. Hingga pada malam hari pada pukul menjelang sembilan tepat ketika Arga menyatakan cintanya ke Cella, Tafa sekali lagi bicara ke Cella, “Gimana Cell, aku sudah terlanjur sayang sama kamu. Kamu terima cintaku kan?”

“Ya, aku terima cintamu,” jawab Cella. Dia menerima cowok baru itu sebagai pelampiasan, karena sakit hati dengan kelakuan Arga dan biar Arga tahu kalau dia juga bisa mendapatkan cowok baru.
“Sekarang aku balik bertanya padamu. Mengapa kamu bisa menerima cintaku?” tanya Tafa tanpa diduga oleh Cella..
“Karena aku sayang sama kamu,” jawab Cella.
“Benar kamu sayang padaku, bukannya kamu pacar Arga?” tanya Tafa.

Cella bingung mau menjawab apa. Tetapi, dia harus menghilangkan kegugupannya, “Aku sudah nggak ada hubungan apa-apa sama Arga. Kami sudah putus. Jadi, kamu nggak usah khawatir.”
* * *

Kabar jadian antara Tafa dan Cella terdengar juga di telinga Arga. Arga marah besar merasa disakiti Cella. Mula-mula dia ke rumah Tafa untuk membuktikan kebenaran berita itu.

“Tafa, kamu sekarang jadian sama Cella, ya?” tanya Arga dengan tatapan penuh selidik.
“Iya,” jawab Tafa jutek.
“Kamu tahu kan Cella itu apa aku? Dia itu pacarku? Kamu berani-beraninya merebut dia dari tanganku!”
“Siapa yang merebut dia dari kamu. Cella bilang sendiri padaku kalau dia sudah bubaran sama kamu. Lebih baik kamu pergi dari rumahku,” tantang Tafa dengan nada yang lebih tinggi.

Arga pun pergi dari rumah Tafa dan pulang dengan hati tak karuan. Setiba di rumah dia disodori surat yang datang dari Cella. Dalam surat tersebut dengan jelas tertulis kalau Cella ingin putus hubungan. Akan tetapi, Arga tidak terima begitu saja. Dia masih ingin melanjutkan hubungan dengan Cella, karena dia merasa masih sayang terhadap Cella dan dia juga yakin bahwa Cella masih sayang kepadanya.

Sebenarnya, Cella tidak pernah cinta sama Tafa. Dia hanya kasihan pada Tafa yang jatuh cinta padanya setengah mati. Tafa berani melakukan apa saja demi Cella, termasuk harus memutuskan persahabatan dengan Arga. Demi pengorbanan yang besar itu, Cella lebih memilih untuk menjalin hubungan dengan Tafa dan memutuskan hubungannya dengan Arga.
* * *

Sembilan April merupakan hari bahagia untuk Cella. Tanggal itu adalah ulang tahun Cella. Dia sudah membuat janji pertemuan dengan Tafa, namun karena dia ketemu Arga maka dia mengabaikan perjanjiannya dengan Tafa dan pergi bersama Arga ke sebuah tempat.

“Ga, kenapa kamu ngajak aku ke sini?” tanya Cella merasa takut.
“Cell, kamu tahu aku itu sayang sama kamu. Tapi kenapa kamu meninggalkan aku demi Tafa,” tanya Arga.
“Semua itu kamu yang mulai,” jawab Cella.
“Kok kamu menyalahkanku? Sudah jelas kamu berselingkuh dengan Tafa!?”
“Kalau kamu nggak selingkuh dengan cewek gatel itu terlebih dahulu, aku nggak akan selingkuh sama Tafa. Kamu tahu kalau aku itu sayang ama kamu, tapi kenapa kamu menyakiti hatiku, Ga?”

“Cell, aku nggak ada hubungan apa-apa sama Chelsea. Memang dia pernah naksir aku, tapi aku sudah bilang kalau aku sudah punya pacar.”
Cella melihat kesungguhan ucapan Arga, tapi hatinya sudah tidak mau disakiti lagi. “Maafkan aku, Ga, tapi sekarang aku sudah sama Tafa.”

“Tidak apa-apa,” kata Arga menabahkan diri. “Kalau memang ini balasan atas kekhilafanku memberi kesempatan pada Chelsea untuk mendekatiku, aku akan menerimanya. Sekarang aku hanya ingin memberikan coklat ini untukmu. Selamat ulang tahun. Semoga kamu bahagia bersama Tafa.”
“Thank?s,” cuma kata itu yang bisa keluar dari bibir Cella.

Cella kemudian menemui Tafa yang bersama teman-temannya sudah menunggu di rumah sepupunya. Setelah acara sederhana di sana, Tafa mengajak Cella pergi ke rumah makan favorit mereka.
“Sayang, makannya dihabiskan dong!” pinta Tafa.
“Nggak ah, kita pulang saja yuk.”

Cella sedikit pun tidak merasa bahagia. Dia masih teringat dengan Arga, apabila benar apa yang dikatakannya berarti dia yang salah. Akan tetapi, Tafa sudah berusaha untuk membuktikan cintanya dengan membuat acara sederhana di rumah sepupunya dan mengajaknya makan di rumah makan favorit mereka. Akhirnya, mereka pergi dari rumah makan itu. Tapi Tafa tidak langsung mengantarnya pulang. Dia mengajak Cella ke rumah Farah, salah seorang teman mereka.

“Ya ampun!” Cella tidak tahu harus mengatakan apa atas kejutan yang diberikan Tafa kepadanya.
“Selamat ulang tahun, sayang,” kata Tafa menjabat tangan Cella.
“Terimakasih, kamu sudah membikin aku senang,” kata Cella mencoba menghibur Tafa. Cella belum juga merasakan bahagia. Bahkan, ketika Tafa memberikan sebuah cincin dan dipasangkan di jari manisnya, Cella masih belum mendapatkan kebahagiaan itu.

Acara ulang tahun Cella ternyata hari perpisahan bagi Tafa. Besoknya dia pergi keluar kota untuk pindah sekolah mengikuti orang tuanya.
“Yang,” kata Tafa. “”Kamu baik-baik saja di rumah. Aku pasti kembali untukmu.”
“Aku harap kamu selalu ingat sama aku. Aku nggak mau kehilangan kamu Fa,” kata Cella menangis.
“Ya, aku pergi dulu. Nanti malam aku pasti menghubungi kamu,” hibur Tafa.
“Aku tunggu. Sekarang kamu berangkat. By, by.”
Cella melambaikan tangan untuk kepergian Tafa.
* * *

Cella dan Arga memang sudah putus, tapi peraan Cella masih belum berubah. Cella masih sangat mencintai Arga. Mereka masih sering berkirim salam dan hampir tiap hari. Setelah beberapa bulan kepergian Tafa, Arga dan Cella menjalin hubungan lagi. Mereka memadu kembali cinta yang sudah lama retak.
“Aku senang sekali kita bisa sama-sama lagi,” bisik Arga.
“Aku juga seneng. Tapi kadang terpikir olehku bagaimana dengan Tafa?” tanya Cella.

“Ya, kamu jangan bilang kalau kita sudah balikan lagi. Kasihan dia. Pokoknya kamu tetap saja berhubungan dengan dia seakan-akan kita benar-benar bubaran,” jawab Arga.
“Aku merasa bersalah kepadanya.”
“Bukan cuma kamu, aku juga merasa bersalah. Kamu tahu sendiri dia itu teman akrabku sejak kecil. Yang penting sekarang cinta kita sudah bersatu kembali.”

Lamongan, 2007

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *