Dicari, Penulis Sejarah Gaya Novel

Agnes Rita Sulistyawaty
kompas.com

Di zaman Orde Baru, kita seakan tidak diberi kesempatan untuk melihat sejarah dari sisi lain. Tanggal 30 September setiap tahun, misalnya, film Janur Kuning selalu diputar, untuk menggiring masyarakat memahami peristiwa yang terjadi tahun 1965 secara tunggal.

Tidak hanya film itu, buku sejarah yang dipakai di kelas-kelas pun menceritakan hal yang seragam tentang pemberontakan G30S/PKI. Sastrawan Pramoedya Ananta Toer yang tidak secara langsung menuliskan kejadian 30 September 1965 itu lewat bukunya salah satunya Nyanyi Sunyi Seorang Bisu harus menanggung akibatnya, dengan dikeluarkannya larangan penerbitan dan pengedaran buku- bukunya, oleh pemerintah Orde Baru.

Zaman berputar, dan kebebasan menulis semakin terbuka dengan tumbangnya Orde Baru. Kini, buku-buku tentang sejarah mendapatkan hak untuk “hidup”. Di antara rak-rak di toko buku, puluhan judul buku sejarah sudah terpampang disana, meskipun untuk angka penjualan buku sejarah ini masih belum selaris buku fiksi atau psikologi populer atau buku yang berisi tentang tips-tips praktis.

Pimpinan Toko Buku Diskon Toga Mas, Arif Abdulrakhim, Rabu (8/3), mengakui adanya peningkatan gairah buku bertema sejarah. Tahun 2000- an, buku bertema sejarah masih di bawah lima persen dari seluruh buku yang dijual di tokonya.

Jumlah ini semakin meningkat sejak pertengahan 2004, hingga saat ini tercatat sekitar 8-9 persen judul buku bertema sejarah yang masuk ke toko buku itu. Peningkatan ini jelas merupakan sebuah catatan sejarah tersendiri, yang meskipun masih jauh dibandingkan buku-buku populer yang jumlahnya mencapai 40 persen dari seluruh buku.

Untuk mendongkrak minat masyarakat membaca sejarah dalam ragam versi, Toko Buku Diskon Toga Mas bersama tiga penerbit yakni Penerbit Ombak, LKiS, dan Navila menggelar pameran buku sejarah bertema “Mengoengkap Sisi Gelap Sedjarah”, 10-23 Maret 2006 di Toko Buku Diskon Toga Mas.

Dari pameran ini, ketiga penerbit akan memajang sekitar 70 judul buku bertema sejarah, yang ditulis oleh penulis dalam dan luar negeri. Sejarah yang akan disajikan dalam pameran ini tidak terbatas pada sejarah Indonesia saja, tetapi juga sejarah secara umum, termasuk biografi.

Pameran ini, menurut Direktur Penerbit LKiS, Akhmad Fikri AF, merupakan upaya untuk membuka ruang pembelajaran sejarah. Ragam buku tentang sejarah akan membantu para pembaca untuk memahami sejarah tidak hanya dari satu sudut saja. “Sejarah itu punya banyak sisi,” ujarnya.

Berbagai sudut pandang yang disampaikan oleh masing-masing penulis tentang sebuah sejarah diharapkan akan memperkaya para pembacanya. Sedangkan penilaian tentang sejarah itu sepenuhnya berada di tangan pembaca.

Di tengah maraknya buku fiksi, teenlit, atau buku-buku populer, buku sejarah ini diharapkan menjadi penyeimbang bagi pembaca. Di sinilah muncul tantangan dari para penulis buku sejarah untuk bisa menghadirkan fakta sejarah dengan bahasa yang “mudah” dipahami pembaca. Maklumlah, sebagian pembaca saat ini terbiasa dengan bacaan “ringan” yang berkonotasi sebagai bacaan yang menghibur. Ketiga penerbit mengakui, penulisan buku sejarah saat ini tidak sepenuhnya memakai model penulisan buku sejarah masa lalu, yang kurang memerhatikan aspek “bercerita”.

“Sejumlah penulis memakai format seperti novel ketika menuliskan sejarah,” ucap Sholeh UG, editor Penerbit Navila. Mendung di Atas Kufah karya Jurji Zaidan dan Cahaya Rasul karya Thoha Husein adalah dua contoh penulisan sejarah terbitan Navila dengan model novel. Begitu pula dengan Sulthonah Ratu Kalinyamat karya Murtadla Hadi (LKiS), dan Derak-derak karya Zoya Herawati (Ombak).

Di tengah maraknya buku sejarah, para penerbit mengakui masih kesulitan mendapatkan penulis buku dari dalam negeri. Sejumlah buku “babon” sejarah ditulis oleh penulis dari luar negeri. Sebut saja Ben Anderson dan Denys Lombard yang kerap menulis sejarah Indonesia.

M Nursam, Direktur Penerbit Ombak, mengaku kerap “hunting” penulis yang mempunyai tulisan tentang sejarah. Penulis buku sejarah umumnya berasal dari komunitas yang menggeluti bidang sejarah, para mahasiswa dan pengajar sejarah, atau peneliti sejarah.

***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *