Muhamad Sulhanudin
http://entertainmen.suaramerdeka.com/
Judul : Cara Keren Nulis Cerpen
Penulis : Budi Maryono
Tebal : 100 halaman, 11.5x10cm
Penerbit : Gigih Pustaka Mandiri
Catakan : I, Desember 2008
Genre : Tips, Sastra
SEMARANG kota yang panas. Betapa menderitanya kalau tak punya tumpangan pribadi. Ke sekolah atau ke kantor naik angkot, bakal tersiksa. Kalau musim penghujan tiba, jangankan di daerah Kaligawe atau Tanah Mas, Simpang Lima yang pusat kota saja, bisa banjir.
Banyak orang mengeluh dan menyalahkan keadaan. Kalau sudah begini, situasi apapun bukan menjadi berkah, tapi malah menjadi bencana. Tidak demikian halnya bagi seorang pengarang. Setiap momen menjadi inspirasi. Peristiwa apapun, entah itu menyenangkan atau bahkan menyebalkan sekalipun, bisa menjadi ide untuk menulis.
“Inspirasi dari penderitaan orang lain?” sahut pembaca.
“Suatu hari sepulang ngapel, saya naik bis yang udah penuh sesak namun kernet terus saja menaikkan penumpang. Seluruh penumpang sumpek dan protes, tapi sopir dan kernet cuek. Setelah bertengkar sama seorang penumpang, sopir jengkel dan ngebut. Tiba-tiba seekor lebah masuk dari jendela. Beberapa penumpang kaget dan mengusir dengan apa aja. Lebah keluar,” ujar pengarang mengisahkan pengalamannya.
“Trus…” pembaca ingin tahu lebih lanjut.
“Saya berandai-andai. Andai lebah itu nggak segera keluar tapi malah terbang ke sana kemari di dalam bis, apa yang terjadi?” Hasilnya, cerpen berjudul “Lebah”.
“Dasar, pengarang kurang kerjaan. Cuih… omong kosong.”
“Kita memang harus pinter-pinter pilih pemimpin. Begitu salah pilih, bisa ancur semua,” ujar pembaca lain yang sudah membaca kisah lebah yang iseng itu dalam versi cerpen.
“Nah, omong kosong itu berisi juga kan,” sahut pengarang yang seolah senang karena ada yang menguatkan argumennya.
“Om…” sapa pembaca yang rupanya mulai tertarik dengan pembicaraan pengarang. “Aku suka bikin cerpen dengan bahasa sederhana, nggak begitu suka bahasa yang ruwet-ruwet. Tapi waktu temenku baca, dia bilang cerpenku lebih pantes buat anak-anak.”
“Tergantung siapa pembaca yang akan dituju. Sebagai penulis, tentu saja kita musti punya banyak kosa kata. Begitu kayanya sampai kita nggak kesulitan milih kata yang pas untuk pembaca yang kia sasar: anak-anak, remaja, dewasa atau umum.”
Bisakah ditunjukkan karya-karya dan penulis yang bagus untuk kategori karya pop remaja?
“Untuk cerpen remaja, baca novel-novel pop Nora Umres.”
“Itu penulis mana Om,” tanya pembaca yang merasa kurang ngeh dengan nama pengarang yang disebut. “Namanya kok kedengaran bule?”
Si pengarang yang dipanggil Om itu terdiam. Dia senyum-senyum saja. Pembaca lain yang tahu nama pengarang yang dimaksud dan siapa pemilik nama pena itu berbisik, “Ah narsis amat kau Om Daktur,” bisiknya.
“Kalau yang dewasa. Baca cerpen-cerpen Danarto. Novel Ahmad Tohari. Novel Romo Mangun. Esai Gunawan Mohamad.”
“Siapa lagi tuh Om. Namanya kok kedengaran jadul gitu…”
“Om ini kan memang jadul. Makanya referensinya juga jadul,” sahut pembaca lain. “Tapi, biar jadul, Om pengarang yang jadul tapi masih suka gaul ini, referensinya serius,” gumamnya.
“Baiklah,” pembaca yang sedari tadi sewot dan hanya diam, mulai melunak dan nimbrung diskusi. “Gue sering menemukan ide menulis. Entah lagi di jalan, di kantor atau bahkan sewaktu buang air. Yang paling kerasa kalo lagi kangen atau bete sama si do’i. Tapi gue hampir tak ada waktu untuk menuliskannya. Secara gue itu sekarang kelas tiga, dan sebentar lagi akan ujian…”
“Plis deh…” jawab Om pengarang, gemas. “Sehari elu punya 24 jam, masak semuanya buat sekolah? Nggak banget kan? Elu bisa kok tetap menulis. Misal sebelum elu tidur.” Si Om garuk-garuk kepala seolah sedang memanggil-manggil ingatan agar mau keluar dari memori di kepalanya. “Atau kayak Om, sewaktu kuliah dulu, dosen nrocos saja di depan kelas, nggak peduli ada yang dengerin atau nggak, Om malah asik bikin puisi.”
“Ehmmm.. tapi, saya itu nggak suka baca. Padahal kalo mau jadi penulis itu katanya harus suka membaca. Trus gimana Om?”
“Ah kau ini. Sudah tau jawabanya masih pake nanya,” jawab si Om pengarang yang makin gemas dengan pembaca yang satu ini. “Bisa dilatih dulu dengan membaca bacaan-bacaan yang ringan, seputar topik yang kamu suka. Nah, kalau sudah mulai suka membaca, ditingkatkan lagi ke bacaan-bacaan lainnya.”
“Om…” belum sempat mengutarakan pertanyaannya, Om Pengarang buru-buru memotong pembicaraan. Rupanya si Om ini tahu persis kapan harus menyudadi pembicaraan. Segera dia mengeluarkan buku kecil dari kantong celananya.
Eiit… Cara Keren Nulis Cerpen karya Budi Maryono, pengasuh rubrik Kantin Banget, Suara Merdeka. Isinya: bagaimana mengatasi ide buntu saat menulis, membuat paragraf pembuka yang menarik, soal penokohan dan sudut pandang, dan lain-lainnya.
“Lebih lengkapnya, beli buku saya ini. Sudah ada kok di toko buku Gramedia. Dijamin elu-elu semua bakal bisa nulis cerpen.”
“O… ia,” Om pengarang segera bangkit dari tempat duduknya, petanda ada hal yang amat penting untuk disampaikan.
“Dengan nulis cerpen kalian bakal jadi tambah keren. Lha daripada ngumpat-umpat, bawaannya mau marah mulu, kan lebih baik menulis. Kamu bisa menuangkan aneka macam perasaan itu ke dalam tulisan. Jadi, menulis itu sebagai wujud berterima kasih kepada Sang Maha Pencipta. Keren banget kan?”