http://www.korantempo.com/
UBUR-UBUR MABUK
kukira kau ubur-ubur mabuk di ujung teluk
berpura ngamuk dan membenturkan kulit lembut
pada mata kail si pemancing yang tangannya buntung
sebelah–meski sebenarnya kau cuma berusaha
mengajarkan, bahwa persuaan antara kulit lembut dan
runcing mata kail adalah permainan saling menggelitik
kau ubur-ubur mabuk yang salah sangka
di lapisan dalam kulit lembutmu tersimpan daging sintal
idaman para penguasa laut. kau ubur-ubur suntuk yang
kehilangan akal bagaimana cara menumbuhkan sepasang
sayap burung di punggung lunakmu
agar kau bisa terbang, lepas dan terbebas
dari aroma garam dan ngilu percik pecahan karang
dari sebuah jarak, entah itu jauh atau dekat, dengan lendir
di tubuh dan mata yang menetaskan pecahan garam
kau memperhatikannya dengan penuh maksud
si pemancing yang tangganya buntung sebelah itu
telah bermalam lamanya menunggu agar kulitmu
menggelipat pada mata kailnya. di gelembung riak teluk
di isyarat laut yang kesekian kali memberi pertanda
sambil merapal beberapa doa, dengan geletar harap
yang begitu besar. ia terus merapal, agar agar kaki
dan punggung lembutmu itu menggelipat
dan menyangkut di mata kailnya
Gunuangpangilun, 2009
PENYAIR BUTA
kudengar kau bersenandung di tepi perigi, tapi tak semerdu rumi
yang kerap mengukur dalamnya sepi. kau, begitu lembutnya
mengusap kelopak mawar yang tangkainya bekas terbakar, sebab
kau inginkan penawar bagi penyakit sukar tidurmu. duh, rengkuhmu
pada sebatang padi seolah inginkan juga dalamnya sepi
tapi matamu berpura buta, di dalamnya rahang serigala bertaring
panjang lebar terbuka
dari asal apakah kau mendapat makna duri sedangkan kau tak pernah
tertusuk sekali? sebab matamu berpura buta, di dalamnya
serigala mulai menjulurkan lidah dan mengeluarkan getah lendir
kini kulihat kau menari (seolah rumi) di bulan terang, meminta
datang hujan, bagi bulir-bulir padi yang tak unjung meninggi
sungguh termat sepi jantungmu, seperti betung selesai ditebang
ruasnya berlubang tapi tak ada setitik air yang mengisi
ucapmu selalu duri dan sesekali menyesalkan kobaran api
di sebalik bukit yang berusaha menyentuh langit. aku kira kau
tak begitu paham makna sepi ataupun tusukan duri. sebab matamu
berpura buta, dan kini serigala leluasa menancapkan taringnya
Kandangpadati, 2009
*) Sedang belajar di Sastra Indonesia, Universitas Andalas. Kumpulan puisinya, Pinangan Orang Ladang (Frame Publishing, 2009).